Hari ini begitu banyak hal yang menyita perhatian saya dari setiap berita yang dijejalkan oleh media ke dalam otak saya. Persoalan pemilu ulang, kisruh hitung cepat, masalah selebriti yang jadi pelawak termahal, dan masih banyak lagi. Namun satu hal yang menyita perhatian saya adalah masalah yang terjadi di Jalur Gaza. Masalah yang sangat klasik, kenapa saya katakana klasik? Karena masalah ini sudah terjadi sebelum bangsa ini lahir dan saya juga.
Banyak tagline #saveforgaza berterbaran di media social. Banyak kolom dan rubric yang menganalisa masalah jalur Gaza dan tidak lupa juga mencantumkan nomor rekening sebagai tempat untuk menggalang bantuan untuk disalurkan ke sana.
Saya sangat bersyukur masih hidup di negara yang kaya akan rasa empati akan bangsa lain sehingga itu akan jadi gambaran ketika saya punya masalah kemanusiaan setidaknya ada teman untuk tempat mengadu. Apakah ini benar? Jujur saya tidak sepenuhnya benar akan pernyataan di atas.
Ada hal- hal yang mengguncang jiwa saya kala beberapa orang dan ormas begitu ngotot dan semangat untuk menyelamatkan Palestina. Tapi saya tidak pernah melihat orang/ ormas sengotot itu kala membela tanah Papua yang kaya sumber daya alam namun minim pembangunan. Banyak bantuan untuk membangun rumah yang dirundung oleh puing porak poranda, namun jujur tak satupun hal seperti itu terjadi kala kasus gereja HKBP Yasmin naik kepermukaan. Jangan kan bantuan, simpati pemimpin bangsa ini pun sepertinya tidak lebih banyak daripada simpatinya untuk jalur Gaza. Banyak hal- hal yang berkaitan dengan masalah hukum yang tidak adil. Bukankah hal itu termasuk tragedy kemanusiaan? Bagi saya itu sangat brutal. Kita begitu menggebu untuk membela dan memperjuangkan masyrakat di seberang samudera sana, namun kehilangan nyali kala melihat masalah bangsa sendiri.
Simpati terhadap masalah manusia itu adalah hal yang baik, namun apakah kita pernah melihat masalah bangsa sendiri. Masalah yang sewajarnya harus kita selesaikan dengan balutan tagline #savemynation.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar