Ki Sunda secara sederhana dapat diartikan etnis Sunda. Ternyata. Dalam perhelatan politik nasional (baca: Pilpres) belum mampu memberi warna. Tentunya. Warna dominan sebagai calon presiden atau wakil presiden Indonesia.
Banyak pakar politik dan budaya menghembuskan wacana. Bahwa: etnis Sunda perlu tandang makalangan dalam kancah politik Tatar Nusantara. Mengingat, urang Sunda merupakan populasi terbesar ke-dua.
Fakta. Ki Sunda belum mendapat perhatian sehingga belum dipercaya. Sejatinya. Calon presiden atau wakil presiden merupakan orang yang dipercaya minimal oleh partai pengusungnya.
Mengapa? Tentu perlu diteliti dan dibahas bersama-sama. Setidaknya. Kepercayaan itu diperoleh setelah teruji dan terbukti kebenarannya. Dalam Qur’an Surat Ali ‘Imran ayat 140 Alloh berfirman: Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada.
Alloh SWT sekalipun menguji manusia. Menguji keimanannya. Menguji ketaqwaannya. Peristiwa perang Uhud bisa kita baca dalam Al-Qur’an Mulia. Alloh SWT menguji manusia dengan kekalahan di medan laga. Ternyata. Ada beberapa manusia yang lari dan meninggalkan Rasul-Nya. Sebagian lagi maju dan mengorbankan jiwa dan raga. Menjadi Syuhada. Syuhada inilah yang lulus ujian dari Yang Maha Kuasa.
Begitu pula. Fitrah manusia cenderung percaya kepada hal-hal yang telah teruji dan terbukti kebenarannya. Sudahkah Ki Sunda melewati masa-masa ujian untuk membuktikan kehebatannya?
Bagi urang Sunda cukup banyak tokoh yang dipandang cakap dan memiliki kharisma. Mereka diantaranya adalah Marty Natalegawa, Ginandjar Kartasasmita, Mohamad Surya, Agun Gunandjar Sudarsa dan Gandjar Kurnia. Tokoh Sunda terdahulu diantaranya Umar Wirahadikusumah dan Otto Iskandar Dinata.
Berkaca ke masa lampau dan menatap masa yang ada di depan mata, rasanya tidak susah mencari tokoh Sunda. Banyak tokoh Sunda yang telah teruji dalam profesi dan kapasitasnya. Tapi mengapa? Ki Sunda belum mampu merebut hati masyarakat Indonesia.
Mencermati karakter calon presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto nampaknya ada yang sama. Persamaan yang membuat 2 orang etnis Jawa ini dominan dalam berbagai survey yang ada. Keduanya sama-sama menyayangi dan dekat dengan kaum dhuafa.
Para pedagang kecil dan tunawisma adalah kaum lemah (dhuafa) yang kerap menjadi perhatian Jokowi waktu menjabat Walikota Surakarta dan Gubernur Jakarta. Para pedagang di pasar tradisional dilindungi dengan dibuatkan kios-kios yang layak guna. Di Surakarta, kehadiran pemodal besar yang mengusung konsep waralaba dibatasi sehingga tidak menggusur nasib rakyat jelata. Pantas saja. Tatkala, Jokowi maju dalam pemilihan Gubernur Jakarta, banyak warga masyarakat Surakarta yang tidak rela melepas kepergiannya ke Ibu Kota. Saking sayangnya!
Demikian juga dengan Prabowo Subianto yang maju sebagai Capres diwakili Hatta Rajasa. Prabowo dikenal sangat dekat dengan dhuafa. Seorang teman saya yang menjabat Babinsa di sebuah Koramil menjadi saksinya. “Pak Prabowo senantiasa bertanya dan ingin tahu kebutuhan bawahannya,” ungkapnya.
Selain dekat dengan bawahan saat masih aktif sebagai tentara, ternyata Prabowo pun dekat dengan para petani yang mayoritas belum berdaya. Tak heran, Prabowo dipercaya menjadi Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia.
Kedekatan Jokowi dan Prabowo dengan kaum dhuafa ternyata membawa energi positif bagi keduanya. Energi positif tersebut menjadi magnet bagi media massa untuk mempublikasikan apa-apa yang diperbuat keduanya. Tentu, yang sangat populer di masyarakat adalah energi positif yang dikeluarkan Jokowi ketika mendorong adanya mobil nasional Esemka dan menambah ruang terbuka hijau di ibu kota.
Karakter Jokowi santun dan sederhana. Karakter Prabowo kuat dan penuh kharisma. Itu terbentuk secara alami dan mengalir apa adanya. Intinya mereka mendapatkan kepercayaan masyarakat setelah teruji energi positif yang dikeluarkannya gak ada matinya. Energi positif yang diperoleh setelah secara ikhlas membantu kaum dhuafa.
Hal positif Jokowi dan Prabowo tentu perlu di contoh oleh urang Sunda. Apalagi dalam bahasa Sunda dikenal istilah ngabandungan yang sarat dengan makna. Ngabandungan yang berarti tidak hanya mendengar tapi juga memahami apa yang didengarnya. Ngabandungan apa yang terjadi di masyarakat dan ngabandungan keluh kesah kaum dhuafa.
Malaikat Jibril menurunkan wahyu kepada Rasululloh yaitu permulaan surat Al Insaan atau Hal Ata dengan latarbelakang peristiwa keluarga ‘Ali Karomallohu wajhah memberi makan kaum dhuafa. Seperti diriwayatkan Ibnu Abbas: keluarga ‘Ali-Fatimah mengucapkan nazar untuk kesembuhan Hasan-Husain putranya. Mereka mengucapkan nazar apabila Hasan-Husain sembuh dari sakit keras yang dideritanya mereka akan melakukan puasa 3 hari lamanya.
Setelah Hasan-Husain sembuh ‘Ali-Fatimah pun melaksanakan nazarnya. Saat mereka hendak berbuka tiba-tiba datang orang miskin (dhuafa) meminta makan maka diserahkannya hidangan berbuka dan mereka berbuka dengan segelas air saja. Demikian juga saat berbuka pada hari ke-dua dan ke-tiga. Mereka dimintai makanan oleh anak yatim pada hari ke-dua kemudian oleh tawanan pada hari ke-tiga. Selama tiga hari itu keluarga ‘Ali dan Fatimah berbuka dengan segelas air semata.
Pada hari ke-empat Rasululloh SAW melihat betapa keadaan fisik keluarga anak dan mantunya (keluarga ‘Ali) tampak tidak berdaya. Bahkan, ketika Rasululloh melihat anaknya (Fatimah) melaksanakan shalat tidak kuasa menahan iba. Mata Fatimah cekung dan perutnya seakan-akan rata. Kala itulah, Jibril turun menyampaikan wahyu-Nya. Keluarga nabi telah menjadi insan kamil atau manusia yang sebenarnya.
Tentu tidak sedikit urang Sunda yang dekat dengan kaum dhuafa. Tetapi mengingat media massa lebih menyorot inohong Sunda yang ada dari sisi kinerja, nama orang-orang shaleh itu tidak pernah mengemuka. Apakah inohong-inohong Sunda sudah dekat dan berpihak kepada dhuafa? Silahkan bandungan bersama-sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar