Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Senin, 21 Juli 2014

Idul Fitri Media Menebarkan Spirit Silaturahim

1405931635771882549
silaturahim
Oleh Wahyu Tanoto
‘Idul Fitri tahun ini menjemput bangsa Indonesia dalam kondisi hubungan masyarakat yang relative belum lebur-membaur. Masih tampak jelas dalam raut wajah-wajah yang penuh dengan “ketegangan” baik antar sesama teman, kerabat, keluarga, organisasi masyarakat hingga para petinggi dan elit negeri kita ini. Alhasil, berangkat dari peristiwa tersebut maka momentum ‘Idul Fitri dapat dijadikan suatu model untuk menebarkan spirit Silaturahim di tengah masyarakat.
Memang tidak dapat dipungkiri oleh siapapun jika ‘Idul Fitri merupakan ritual semata atau dalam bahasa lain peristiwa rutin, namun sudah semestinya ‘Idul Fitri mampu menghadirkan makna kehidupan yang lebih mendalam yang terinternalisasi bagi setiap manusia. Dengan begitu, setidaknya ‘Idul Fitri tidak hanya sebagai perayaan “boros” yang menghamburkan banyak materi  namun dapat menjadi perantara pembangunan relasi kehidupan di tengah masyarakat menjadi lebih tertata, toleran dan menumbuhkan kasih sayang.
Secara kasat mata dapat kita perhatikan, bahwa kehadiran ‘Idul Fitri selalu saja membawa pesan-pesan perbaikan. Mulai infrastruktur jalan, perbaikan moda transportasi angkutan umum atau bahkan meningkatnya layanan transportasi di semua angkutan. Lalu secara moral etik, kualitas kehidupan beragama-pun menjadi tampak lebih “religious” dibanding har-hari sebelumnya. Hal ini membuktikan bahwa diakui ataupun tidak ‘Idul Fitri sesungguhnya telah turut serta memberikan sumbangan yang tidak sedikit bagi kehidupan umat manusia.
Kalimat silaturahim yang selama ini kita kenal, sebenarnya berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata shilah dan ar-rahim. Kata shilah yang berarti ‘sampai, menyambung’. Adapun kata ar-rahim, berarti  “hubungan kekerabatan. Atau secara sederhana silaturahim berarti menyambung tali persaudaraan kepada kerabat yang memiliki hubungan kerabat. Intinya adalah silaturahim sesungguhnya adalah membangun relasi antar manusia, tidak hanya terhadap sanak saudara namun lebih dari itu kepada siapapun yang tidak kita kenal. Bahkan argumentasi menganai silaturahim ini diperkuat dengan sebuah hadist; “Barangsiapa ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia bersilaturahim.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Marilah kita perhatikan sejenak tentang silaturahim, terutama dari sisi sosiologis. Sesungguhnya Silaturahim menjadi suatu tonggak yang mampu memperkuat/memperkokoh banyak hal, mulai dari persatuan dan kesatuan bangsa, perhatian, kasih sayang, mata pencaharian, hingga secara agami sebagai jalan untuk meraih ridha sang Khaliq. Dari kacamata sosiologi, silaturahim menjadi bagian dari network yang akan memperluas jangkauan seseorang. Semakin banyak Silaturahimnya maka jaringannya akan semakin banyak dan kuat sehingga memungkinkan baginya membangun hubungan yang tidak terbatas.
Secara sederhana, sebenarnya silaturahim adalah ilmu membangun komunikasi. Kita semua mengetahui bahwa komunikasi adalah salah satu dari sekian banyak hal yang signifikan untuk dilakukan manusia. Dalam hal ini yang saya maksud adalah terutama komunikasi di tengah keluarga. Boleh saja niat silaturahim ini awalnya karena “perintah” agama, namun tidak ada salahnya mulai dari sekarang kita memutar haluan menempatkan silaturahim atau komunikasi ini sebagai bahagian dari hobbi atau bahkan gaya hidup di tengah kondisi masyarakat yang cenderung apatis terhadap persoalan-persoalan kontemporer, meminjam istilah Deddy Mulyana yang melakukan penelitian mengenai silaturahim bahwa sebenarnya silaturahim pada dasarnya adalah dorongan jiwa setiap manusia.
Meminjam apa yang disampaikan oleh Arif Mulyadi, sesungguhnya silaturahim memiliki beberapa macam fungsi, setidaknya ada dua hal yang ingin saya utarakan. Pertama, sebagai proses transformasi dan pelembagaan nilai. Artinya bahwa perilaku saling kunjung-mengkungi akan semakin mengukuhkan silaturahim sebagai salah satu system nilai kehidupan yang merakyat tanpa melihat golongan darimana berasal yang selanjutnya tidak hanya memberikan ruang teoritis saja namun silaturahim secara tepat akan mampu memlihara ikatan batiniyah setiap manusia, atau dalam istilah lain sesungguhnya silaturahim adalah doktrin doktrin kemanusiaan dalam agama Islam.
Kedua, sebagai proses pembuktian ajaran. Setiap manusia yang mengaku beragama selalu dituntut untuk membuktikan keimanananya kepada sang Khaliq, tidaklah memiliki makna apapun manakala ada seseorang yang mengaku dirinya beriman namun di sisi lain tidak bersedia membuktikan keimanannya. Oleh karena itu, sebenarnya silaturahim adalah bentuk lain dari salah satu cara pembuktian keimanan seseorang kepada Allah swt.
Akhirnya tidaklah terlalu berlebihan kalau saya katakana bahwa sesungguhnya silaturahim adalah bagian tidak terpisahkan dari perjalanan kehidupan manusia. Bahkan, saking pentingnya silaturahim para ulama bersepakat bahwa menyambung silaturahim adalah suatu keharusan (wajib), sedangkan berpikir untuk memutuskan silaturahim adalah tindakan yang tidak diperkenankan atau dalam bahasa agama secara tegas diharamkan. Bahkan dalam salah satu ajaran kitab suci Al-Qur’an (QS. al-Ra’d, 13:25) Allah swt berfirman memberikan ultimatum kepada manusia ayang memutus tali silaturahim. “Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (neraka).” Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar