Salah satu fatwa MUI yang menimbulkan banyak protes adalah Fatwa MUI dalam Munasnya yang ke-7 pada 25-29 Juli 2005 di Jakarta. Selain menetapkan bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat, MUI juga mengeluarkan fatwa yang mengharamkan Pluralisme, Sekularisme, dan Liberalisme.
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan Pluralisme adalah, “suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif. Oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.”
Definisi ‘pluralisme’ versi fatwa MUI ini tentu akan menimbulkan banyak ketegangan di masyarakat. Sebab seolah-olah MUI menginterpretasikan ‘pluralisme’ sebagai suatu agama baru, dengan syariat baru, Tuhan baru, dan nabi-nabi baru. Hal ini akan menimbulkan misinterpretasi di masyarakat, dan akan membuat masyarakat Indonesia menjadi antipati dengan toleransi antar umat beragama.
Padahal sejatinya, konsep ‘pluralisme’ yang dimaksud oleh masyarakat yang pro kerukunan umat beragama tidak demikian. Menurut Dr. Alwi Shihab, ‘pluralisme’ harus dibedakan dengan relativisme dan sinkretisme. Konsep pluralisme adalah sebuah konsep tentang toleransi dan penerimaan terhadap kemajemukan.
Sementara relativisme merujuk pada aliran yang lahir dari era Postmodernisme. Dimana relativisme berarti menganggap tidak ada kebenaran absolut, dan dengan kata lain, aliran relativisme menganggap semua agama adalah sama.
Sementara sinkretisme adalah menciptakan agama baru dengan memadukan berbagai ajaran. Contoh ajaran sinkretisme adalah Manichaesme, yang memadukan ajaran Zoroaster, Buddha, dan Kristen, dan New Age Religion yang menggabungkan yoga Hindu, meditasi Buddha, tasawuf Islam, dan mistik Kristen.
Dengan demikian, definisi MUI tentang ‘pluralisme’ bisa dibilang keliru, dan membiaskan pengertian antara pluralisme dengan relativisme dan sinkretisme. Hal ini tentu berbahaya terhadap kehidupan berbangsa karena akan membuat masyarakat menganggap bahwa toleransi terhadap pluralitas merupakan hal yang dilarang oleh ajaran agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar