Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Selasa, 18 Februari 2014

Pengemis, Pengamen, Anak Jalanan, dan Penipu

Hampir di setiap sudut bumi yang bulat ini, anda bisa bertemu dengan pengemis, pengamen, anak jalanan, dan penipu. Saya pernah mengenal sedikit diantara anak jalanan yang multitalenta, terlihat dari profesinya yaitu sebagai pengemis sekaligus pengamen, kadang sesekali main tipu-tipu. Anda tahu dimana letak sudut bumi yang bulat itu ?. 
Saya seorang biasa yang diberi anugerah berupa perasaan yang sentimentil beserta stok air mata bergalon-galon, saya sering merasa iba dengan mereka. Seorang anak lelaki bertubuh kurus kering mengamen di jalanan, seorang anak perempuan kecil yang seharusnya dikuncir dua berpita tapi berambut gimbal di perempatan, seorang nenek renta yang kehilangan masa bahagia di sisa umurnya. Mereka membuat saya selalu jatuh iba untuk kemudian merogoh dompet yang tak selalu berisi ini.
Itu dulu. Waktu saya masih lugu, belum pernah melihat fakta, yang otomatis tidak melahirkan argumen apapun. Sampai pada suatu waktu saya berbelanja di sebuah minimarket pukul 10 malam. Suasana sudah cukup lengang. Saya bebas menggeratak barang-barang yang saya perlukan tanpa ada keramaian dan antrian. Saat di kasir, saya melihat sesosok pria setengah baya yang sangat familiar wajahnya, di kasir satunya. Dia menukarkan uang receh hasil “keringat”-nya ke minimarket itu, dengan jumlah cukup fantastis untuk ukuran seorang anak kos seperti saya. Mmm.. Bisa lah buat makan seminggu di rumah makan yang harga segelas es tehnya 5ribu. Dan yang paling membuat saya jengkel bukan kepalang adalah melihat fakta bahwa dia dapat berkomunikasi dengan amat lancar, sangat berbeda dengan keseharian saya temui, dia pura-pura bisu. Saya pastikan tidak salah lihat dan tidak salah orang.
Kemudian muncul fakta-fakta lain yang membuat hati saya mulai kebal melihat mereka. Dulu saya pikir kebijakan beberapa pemda tentang pelarangan pemberian uang kepada mereka itu terlalu mengada-ada, tapi ternyata benar adanya. Kemudian disusul himbauan komnas anak untuk tidak memberikan uang kepada anjal, saya aminkan. Menurut saya, memang benar, memberi uang bukan cara yang tepat untuk mengasihani mereka, karena hal itu justru membuat mereka merasa nyaman hidup di jalanan yang bisa mengumpulkan uang dengan mudah. 
Sempat saya berdiskusi dengan Bapak saya tentang “kebijakan memberi uang kepada pengemis, pengamen, dan anak jalanan”. Bapak bilang itu pilihan hidup mereka, untuk hidup dengan cara paling nista, jadi kalau kita ada uang tak ada salahnya untuk memberi, asal ikhlas. Ditambahi kelakar “kalau kamu pengen pendapatan sefantastis mereka, ya sana mengemis kalau mau”.
Hmmm… Ada benarnya. Tapi saya tetap kukuh pada pendirian saya bahwa sejak saat itu saya tidak akan memberi uang kepada mereka kecuali kepepet, pengemisnya tua renta misalnya. 
Kemudian ada lagi satu kelompok yang membuat saya ngedumel sampai bibir kucel kruwel-kruwel. Kelompok penipu. Mereka menggunakan berbaagai macam modus untuk mengelabuhi korbannya. Intinya mereka mengemis, tapi dengan cara “agak” cantik. Yang masuk kelompok ini biasanya yang bawa-bawa kotak amal, minta sumbangan buat panti asuhan antah berantah, membagikan abate, melakukan fogging, atau jualan stiker, sasaran mereka rumah kos. Rasanya jengaaaaah buanget… Kok gak kapok-kapok ya mereka.
Oooohh… Sudah habiskah lapangan pekerjaan di negeri ini, Tuhan ? Ataukah karena salah asuhan kami menjadi bangsa pemalas seperti ini ? Hanya demi rupiah menebalkan wajah dunia akhirat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar