Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Selasa, 11 Februari 2014

Anak Jalanan, Keceriaannya dan Tuhan

Pernah saya menulis status di facebook karena terkesan dengan omongan seorang anak jalanan yang sangat menyentuh dan maknanya begitu dalam. Kali ini saya menulis note juga karena kesan saya terhadap mereka yang begitu kuat. Mereka sering diidentikkan peminta-minta padahal tidak semua dari mereka menggantungkan hidup dari meminta-minta. Buktinya banyak juga dari mereka yang melakoni “profesi tarik suara” di jalan atau ngamen, “mendistribusikan” koran dan “mempromosikan” minuman dingin di jalan tapi bukan sebagai salesman.
Masih ada hubungannya dengan nasi goreng yang ada di status facebook saya waktu itu, kali ini saya mencoba mengakrabi mereka dengan jalan nasi goreng. Berbekal nasi goreng saya bisa mendekat dan mengakrabi keceriaan mereka dari dekat. Sungguh sebuah kenikmatan melihat mereka mengunyah makan dengan sangat lahap tidak seperti para koruptor yang walaupun menu hari ini adalah lobster yang lezat atau menu ala italia, tetap rasanya akan hampa dan tidak senyaman anak jalanan itu melahap makanan dikarenakan nasib mereka sedang dalam intaian KPK. Sungguh senang melihat mereka makan sambil bercanda tawa, sesekali meninggalkan makanan mereka dikarenakan ada pengendara motor yang ingin membeli Koran dan seketika itu juga mereka kembali lagi makan dan tertawa lagi bersama para anak jalanan lainnya. 
Saya berfikir bagaimanakah mereka memandang hidup yang bahagia dan hidup susah ? Segera kutanya mereka tentang hal ini dan mereka merespon “saya tidak tahu kak”. Sejenak kupikir apa pertanyaanku yang sulit mereka jangkau dikarenakan mereka tak mengecap pendidikan yang cukup ? Ataukah memang mereka tidak pernah merasakan bahagia atau sebaliknya mereka hidup selalu dalam kesusahan ? Segera ku tersadar bahwa mungkin dikarenakan standar bahagia dan susah bagi mereka yang tidak memungkinkan untuk mereka jelaskan ke saya dikarenakan bagi mereka saya tak akan bisa memahami penjelasan itu karena antara susah dan bahagia secara konsep dan kenyataan sangat berbeda bagi mereka, itulah mengapa mereka tak sanggup mengonsepkan bahagia dan susah karena mereka hidup secara nyata dalam realitas bukan dalam dunia konseptual. Ya secara sederhana sangat masuk akal. Bagaimana mungkin saya bisa memahami sesuatu dari sebuah konsep tanpa pernah merasakannya secara nyata ?. 
Tiba-tiba ada salah seorang dari mereka yang berbicara, “kak kita ini tidak pernah tau mana bahagia dan mana susah karena kita hanya menjalani hidup apa adanya di jalan. Kadang kita nangis dan kadang kita tertawa tapi itu semua bukan susah atau bahagia tapi itulah kehidupan kami”. Ya sangat menyakitkan mendengarnya tapi ironisnya tidak pernah mereka sedih meratapi nasib yang mereka dapatkan. Dalam beberapa kesempatan dalam hidup sepatutnya kita malu terhadap diri kita sendiri jika ditimpa musibah atau cobaan yang cukup menyita waktu dan perhatian, kita masih mempertanyakan kenapa sehingga kita mengalami ini dan itu ? Dan sasaran utama dalam kondisi seperti ini untuk kita salahkan yaitu Tuhan. Ya banyak yang menghardik Tuhan ketika sedih dan tidak sedikit juga tentunya bagi mereka yang cukup iman yang mengingat Tuhan ketika dalam keadaan senang tapi masih perlu kita cari tahu seberapa banyak dari kita yang mengingat Tuhan dalam kondisi “tidak sedih” dan “tidak pula bahagia”. Kondisi inilah bagi kebanyakan orang adalah kondisi yang paling banyak kita lalui dalam hidup. Ya benar juga logika ini karena ada beberapa yang mengatakan, jika ditanya bagaimana kondisi mereka sekarang, spontan mereka jawab “ya kadang susah tapi ya kadang juga bahagia”. Frase ini memberitahukan kita bahwa kondisi susah dan bahagia tidak sebanyak kondisi “tak susah” dan “tidak bahagia”. Silahkan defenisikan sendiri defenisi ini sesuai pengalaman anda. Setidaknya dalam beberapa kesempatan hal itu umum terjadi pada diri kita. Mungkin akan lebih ihklas lagi jika kita menjalani musibah atau cobaan ala anak jalanan yang tidak bisa membedakan sedih dan bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar