Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Selasa, 04 Februari 2014

Ngelemnya Anak Jalanan Hancurkan Masa Depan Mereka

Pernah melihat anak-anak yang berada di jalan sibuk ”ngelem” dengan memasukkan wajah mereka kedalam baju yang ditarik kerah lehernya ? Kebiasaan yang diwariskan oleh para senior mereka yaitu pemulung, pengamen dan pengemis ini merupakan penyalahgunaan inhalen. Mereka menghirup aibon, zat pelarut (thinner cat) atau zat lain sejenisnya.
Ironisnya, kegiatan ini direstui oleh orangtua mereka sendiri, seorang teman saya mengatakan, di kawasan Pecenongan tepatnya perempatan Galur, ada seorang ibu yang membagikan lem-lem tersebut kepada anak-anak mereka sebelum menyebar di jalan. Ibu macam apa yang tega mencelakakan anak mereka dengan merusak kesehatannya ?.
Dampak dari ngelem ini tidaklah sederhana, unsur kimia yang terdapat didalam cairan thinner dan Aica aibon tersebut memaksa otak penghirupnya untuk tidak bekerja sebagaimana mestinya. Iritasi selaput kornea mata, bahkan bisa mengakibatkan kanker pada sumsum tulang.
Dr. Richardo Wahyu Santoso, salah seorang ketua pokja dari Dewan Nasional untuk Kesejahteraan Sosial yang banyak menangani anak-anak pecandu narkoba dan psikotropica mengatakan, saat ini banyak anak jalanan yang ngelem sebagai pengganti narkoba.
Dalam jangka panjang kegiatan ngelem tersebut dapat menimbulkan berbagai gangguan penyakit, seperti mudah lupa, sulit konsentrasi, serta mengganggu sistem syaraf pusat bisa juga mengenai perut, jantung, batuk-batuk dan berbagai gangguan penyakit berat bahkan kematian mendadak seperti tercekik, ironis bukan ?. 
Mampukah kita memandang masa depan mereka yang jauh dari jangkauan pendidikan saking sehari-hari ada dijalan ? Bagaimana kita berharap mereka menjadi bagian dari pengambil kebijakan dimasa depan jika kekerasan, child abuse dan perilaku anarkis menjadi makanan sehari-hari.
Dari mereka inilah nantinya bayi-bayi yang lahir (mungkin dari seks bebas dan perkosaan) akan meniru perilaku orangtuanya kembali kejalan, jika tidak segera dicarikan solusi terbaik oleh pemerintah kita.
Selaku masyarakat awam, saya hanya merasa tidak perlu memberi mereka uang hanya lantaran merasa kasihan, mereka ini korban eksploitasi orang tua dan dewasa yang dipekerjakan dengan cara tidak manusiawi.
Jika masyarakat tidak memberi, niscaya akan berkurang jauh orang berada dijalanan. Ini budaya malas, jika memberi sama saja kita menjerumuskan mereka untuk bergantung dan menjadi penyakit sosial.
Tetapi jika dalam lingkungan terkecil mereka diberi supporting pelatihan keterampilan, akses modal dan mau berkeringat untuk mendapatkan uang, niscaya kita akan lebih siap menghadapi tantangan global.
Kalau kita kembalikan pada pokok persoalan, bagaimana sebetulnya pembagian tugas antar instansi pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini ?.

Masalah Regulasi tentunya pemerintah yang punya, pengamanan dan penertiban anak jalanan oleh Satpol PP dan diserahkan kepada Dinas sosial untuk dibina dan rehabilitasi, jika sudah mengandung unsur dan tindak Pidana itu menjadi ranah kepolisian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar