Pernah melihat anak-anak yang berada di jalan
sibuk ”ngelem” dengan memasukkan wajah mereka kedalam baju yang ditarik kerah
lehernya ? Kebiasaan yang diwariskan oleh para senior mereka yaitu pemulung,
pengamen dan pengemis ini merupakan penyalahgunaan inhalen. Mereka menghirup
aibon, zat pelarut (thinner cat) atau zat lain sejenisnya.
Ironisnya, kegiatan ini direstui oleh
orangtua mereka sendiri, seorang teman saya mengatakan, di kawasan Pecenongan
tepatnya perempatan Galur, ada seorang ibu yang membagikan lem-lem tersebut
kepada anak-anak mereka sebelum menyebar di jalan. Ibu macam apa yang tega
mencelakakan anak mereka dengan merusak kesehatannya ?.
Dampak dari ngelem ini tidaklah sederhana,
unsur kimia yang terdapat didalam cairan thinner dan Aica aibon tersebut
memaksa otak penghirupnya untuk tidak bekerja sebagaimana mestinya. Iritasi
selaput kornea mata, bahkan bisa mengakibatkan kanker pada sumsum tulang.
Dr. Richardo Wahyu Santoso, salah seorang
ketua pokja dari Dewan Nasional untuk Kesejahteraan Sosial yang banyak
menangani anak-anak pecandu narkoba dan psikotropica mengatakan, saat ini
banyak anak jalanan yang ngelem sebagai pengganti narkoba.
Dalam jangka panjang kegiatan ngelem tersebut
dapat menimbulkan berbagai gangguan penyakit, seperti mudah lupa, sulit
konsentrasi, serta mengganggu sistem syaraf pusat bisa juga mengenai perut,
jantung, batuk-batuk dan berbagai gangguan penyakit berat bahkan kematian
mendadak seperti tercekik, ironis bukan ?.
Mampukah kita memandang masa depan mereka
yang jauh dari jangkauan pendidikan saking sehari-hari ada dijalan ? Bagaimana kita berharap mereka menjadi bagian dari pengambil kebijakan dimasa
depan jika kekerasan, child abuse dan perilaku anarkis menjadi makanan
sehari-hari.
Dari mereka inilah nantinya bayi-bayi yang
lahir (mungkin dari seks bebas dan perkosaan) akan meniru perilaku orangtuanya
kembali kejalan, jika tidak segera dicarikan solusi terbaik oleh pemerintah
kita.
Selaku masyarakat awam, saya hanya merasa
tidak perlu memberi mereka uang hanya lantaran merasa kasihan, mereka ini
korban eksploitasi orang tua dan dewasa yang dipekerjakan dengan cara tidak
manusiawi.
Jika masyarakat tidak memberi, niscaya akan
berkurang jauh orang berada dijalanan. Ini budaya malas, jika memberi sama saja
kita menjerumuskan mereka untuk bergantung dan menjadi penyakit sosial.
Tetapi jika dalam lingkungan terkecil mereka
diberi supporting pelatihan keterampilan, akses modal dan mau berkeringat untuk
mendapatkan uang, niscaya kita akan lebih siap menghadapi tantangan global.
Kalau kita kembalikan pada pokok persoalan,
bagaimana sebetulnya pembagian tugas antar instansi pemerintah untuk mengatasi
permasalahan ini ?.
Masalah Regulasi tentunya pemerintah yang
punya, pengamanan dan penertiban anak jalanan oleh Satpol PP dan diserahkan
kepada Dinas sosial untuk dibina dan rehabilitasi, jika sudah mengandung unsur
dan tindak Pidana itu menjadi ranah kepolisian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar