Waktu perjalanan mau cari makan di kampus,
sebuah pemandangan rasanya menusuk penglihatan saya. Bukan sesuatu yang tabuh
sih, di negara tropis yang beranama Indonesia. Tapi rasanya apa ya, miris aja.
Saya lihat ada 2 anak kecil yang lagi
kerja di kampus. Kebetulan di kampus ada proyek pembangunan gedung gitu. Dua
anak kecil itu, kita kasih nama mereka Upin dan Ipin ya. Tadi aku liat Upin
lagi bawa gerobak dorong yang isinya semen, terus Ipin ngikutin dari belakang.
Upin dan Ipin kayanya seumuran. Tampang mereka gak jauh beda dari anak umur 10
tahunan.
Agak tersentak juga ya, mengingat umur saya 21 tahun dan saya masih bisa makan makanan enak yang saya mau, saya masih bisa
jalan-jalan dan ngabisin duit orang tua, saya kalo kehabisan duit langsung
minta ke orang tua, biasanya langsung dikasih.
Miris aja, waktu seumuran mereka. Rasanya
hidup aku gak sesusah itu, aku bisa main bebas tanpa harus mikirin dari mana
uangnya, aku bisa jajan bebas tanpa harus dibebani oleh embel-embel “mencari
nafkah”. Mungkin sebagian dari kita, masa kecilnya juga demikian.
Mereka, diusia mereka yang masih sangat
kecil. Sudah memiliki beban yang sangat berat. Mereka kan harusnya sekolah,
main, belajar. Tempat mereka bukan di proyek pembangunan yang jelas bukan
diperuntukan untuk anak usia mereka.
Selain Upin dan Ipin yang tadi saya lihat
di kampus. Ada anak lain yang juga sebenarnya mengusik nurani saya. Kita kasih
dia nama Jarjit ya. Jarjit itu suka ada di Indomaret deket kos-an. Setiap kali
saya belanja ke Indomaret pastilah ketemu Jarjit. Jarjit suka duduk deket pintu,
melamun. Saya juga gak paham sebenarnya dia lagi apa dan ngelamunin apa. Jarjit
suka bawa-bawa karung gitu.
Fenomena anak jalanan Indonesia bukan hal
yang aneh lagi sih. Dikota-kota besar dapat dengan mudah kita menemukan mereka
di pertigaan lampu merah. Biasanya, anak anak jalanan ini bekerja karena memang
dia tidak memiliki orang tua, atau dia bekerja atas perintah orang tua. Dari
mulai mengemis, ngamen, atau bahkan pekerjaan kuli yang sekali lagi tak
seharusnya dilakukan oleh anak kecil.
Selain Jarjit dan Upin, Ipin. Pastinya banyak
sekali anak anak Indonesia yang mengalami nasib serupa dengan mereka, hidup
dijalan, bekerja serabutan. Belum saatnya mereka bekerja keras seperti
demikian, dan jalanan bukan tempat yang layak bagi anak-anak itu. Belum lagi
perlakuan yang kadang mereka terima premanisme, razia trantib. Kasian tuh kan.
Apa ya, terlalu keras untuk anak seumuran mereka. Jujur, sedih rasanya ketika
melihat wajah polos dan tubuh kecil mereka yang kelelahan, wajah mereka yang
tertidur lelap di emperan toko.
Keberadaan anak jalanan menurut hasil Survey
tahun 1999 ADB-Depsos-UniversitasAtmajaya pada 12 kota diperkirakan kurang
lebih 40.000 anak, dimana 48 % dari mereka merupakan pendatang baru dari hasil
penelitiannya 12 % anak jalanan itu perempuan dari keseluruhan 60 % telah
meninggalkan bangku sekolah dan 20 % masih tinggal bersama orang tuanya. Saya
pernah melihat sebuah program televisi yang juga menyoroti mengenai anak
jalanan.
Masih ingat mengenai wancana bahwa pada 2014
Indonesia bebas anak jalanan, juga Kak Seto yang melarang memberi pada anak
jalanan ? Bagaimana nasib mereka nanti kedepannyaa ?.
Bagaimana kabar pemerintah dengan Pasal 34 UUD 45 yang menyebutkan : “Fakir
Miskin dan Anak Terlantar Dipelihara Oleh Negara”. Dan mengapa mereka malah
ditelantarkan. Bagaimana pun anak anak jalanan adalah anak indonesia yang
berhak mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang layak, dan seharusnya
pemerintah mampu menjamin semuanya. Mereka berhak untuk mendapatkan masa depan
yang lebih baik. Tapi kenyataannya pemerintah seolah menutup mata dari semua
hal tersebut.
Saya berkhayal mengenai anak-anak jalanan.
Mereka akan dikumpulkan dan diberi tempat tinggal. Mereka akan bersekolah dan
menjadi anak pintar. Saya berkhayal akan ada sebuah rumah yang akan memberikan
mereka kenyamanan jauh dari keadaan yang mereka dapatkan dijalan. Mereka akan
mendapatkan kasih sayang dan juga perhatian, mereka gak akan takut kedingingan,
kelaparan atau takut diusir trantip. Mereka akan belajar matematika, belajar
mengaji, belajar bermain gitar, atau bahkan mereka akan belajar menari dan
menyanyi. Hingga kemudian mereka akan tumbuh menjadi orang besar, menjadi orang
yang berguna. Bisakah pemerintah melakukannya ? Atau bagaiamana dengan program orang tua
asuh ? Itu sepertinya akan menjadi program yang bagus untuk masa depan anak anak
jalanan kita. Selain itu pemerintah juga bisa mengadakan program rumah
pintar. Dan sebenarnya jika memang
pemerintah berkomitmen untuk memberdayakan mereka, banyak caranya kok.
Anak anak Indonesia adalah aset yang penting
bagi bangsa kita, mereka tetap memiliki hak seperti yang dimiliki seluruh anak
di dunia. Mereka ada untuk dipelihara negara, bukan untuk diabaikan atau dibiarkan
berceceran dan terkatung-katung dijalanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar