ABSTRAK
PELATIHAN PEMANFAATAN RESIN
UNTUK PEMBUATAN SOUVENIR DALAM MENINGKATKAN PERSPECTIVE TAKING PADA KOMUNITAS
REMAJA PUNK SURABAYA
KEGIATAN
PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
Punk adalah sekelompok atau komunitas remaja/pemuda yang biasanya
mencirikan diri secara fisik dengan dandanan yang khas dan rambut di cat dengan
potongan ke atas mirip rambut orang Indian, ditambah aksesoris anting-anting,
rantai bahkan gembok tergantung di pinggang. Mereka biasa berkumpul di beberapa
titik keramaian pusat kota dan memiliki gaya dengan ciri khas, seni dan
kebebasan. Remaja Punk identik dengan remaja liar, penuh kekerasan dan selalu
membuat onar. Tetapi dibalik perilaku agresif tersebut mereka sebenarnya
kelompok yang menghargai seni, tertama musik, dan memiliki kreativitas tinggi.
Mereka membutuhkan dukungan untuk mengubah egosentrisme remaja mereka dan
memiliki perspective taking. Upaya untuk mengajak mereka mempunyai
pilihan-pilihan dalam mengambil keputusan salah satunya adalah dengan
mengajarkan keterampilan. Pelatihan pemanfaatan resin untuk pembuatan souvenir
ini ditujukan agar remaja punk meningkatkan cara yang lebih konstruktif dalam
pilihan-pilihan beraktivitasnya dan tidak lagi ke arah negatif. Kegiatan ini
direspon sangat positif oleh peserta, mereka merasa puas, materi pelatihan
menurut mereka sangat menarik dan mereka mau mengajarkan kepada temana-teman
sesama remaja Punk lainnya.
Kata Kunci : Punk,
perspective taking, resin, pelatihan
pembuatan souvenir
PENDAHULUAN
Punk adalah sekelompok atau
komunitas remaja/pemuda
yang biasanya mencirikan diri secara
fisik dengan dandanan khas dan rambut dicat dengan potongan ke atas mirip
rambut orang Indian, ditambah aksesoris anting-anting, rantai bahkan gembok
tergantung di pinggang. Mereka biasa berkumpul di beberapa
titik keramaian pusat kota dan memiliki gaya dengan ciri khas, “seni dan
kebebasan” (Ludy, 2010). Punk
merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris. Punk
juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik. Gerakan
anak muda yang diawali oleh anak-anak kelas pekerja ini dengan segera merambah
Amerika yang mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh
kemerosotan moral oleh para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir para penguasa
dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana
namun kadang-kadang kasar, irama lagu atau beat yang cepat dan menghentak.
Pada konteks perkembangan remaja, Punk adalah sekelompok remaja yang
sedang berkembang menuju proses kematangan menuju fase dewasa. Ada satu ciri
dari perkembangan khas remaja yang unik yaitu dilihat dari aspek perkembangan
kognitif. Yaitu muncul egosentrisme
khas masa remaja, ada jenis pemikiran khas mereka, yaitu penonton khayalan ( imagery audience) dan dongeng pribadi (personal fable.) Penonton khayalan
adalah ciri berpikir khas remaja yaitu : keyakinan remaja bahwa orang lain
memperhatikan dirinya sebagaimana halnya dirinya sendiri. Ada keinginan untuk tampil di atas pentas,
diperhatikan dan terlihat. Di sisi lain
jika ada cacat kecil pada bajunya ia merasa semua orang memperhatikannya.
Sedangkan dongeng pribadi adalah bagian dari egosentrisme remaja yang meliputi
perasaan unik seorang remaja. Mereka merasa bahwa tidak seorang pun dapat
memahami bagaimana perasaaan mereka sebenarnya. Untuk mempertahankan rasa unik
dari dirinya, mereka akan mengarang cerita
tentang diri sendiri yang dipenuhi fantasi, jauh dari realitas misalnya di buku
hariannya (Santrock, 2002).
Beberapa
ahli perkembangan juga menengarai bahwa kesembronoan beberapa remaja pada perilaku melanggar norma
seperti penggunaan obat-obatan, pemikiran-pemikiran bunuh diri, dan kehamilan
tidak diinginkan berasal dari karakteristik keunikan dan kekebalan yang
egosentris (Dolcini, Elkind dalam Satrock, 2002). Artinya pemikiran
egosentrisme remaja dapat membawa mereka kepada perilaku yang ceroboh tersebut.
Kekhasan
komunitas Punk ada baiknya dilihat
sebagai bagian dari tahapan perkembangan remaja yang memang membutuhkan proses
pendampingan serius agar mereka sampai kepada kondisi kematangannya. Perlu
upaya intervensi untuk mendukung mereka mencapai fase kedewasannya dengan baik.
Memberi mereka cap “nakal” , membawa
mereka ke penjara, membawa mereka ke tempat penampungan ketika mereka sedang kongkow-kongkow tanpa ada intervensi
komprehensif tentu tidak akan banyak berhasil mengubah perilaku-perilaku (yang
kita anggap) negative mereka.
Sebaya PKBI Daerah Jawa
Timur, lembaga swadaya masyarakat (LSM)
yang bergerak di bidang Pusat Informasi dan Pelayanan Remaja sudah
memulai untuk mendampingi remaja Punk
di Surabaya tersebut. Remaja Punk
yang didampingi oleh LSM ini ada beberapa tipe, yaitu tipe yang telah memiliki
komunitas tersendiri dan tipe yang tersebar di beberapa wilayah. Komunitas yang
tersebar terdiri dari individu-individu dengan atribut Punk yang belum terlalu jelas, dalam arti mereka kebanyakan
figur yang mengalami kebingungan identitas, punya permasalahan keluarga, dan
sebenarnya tidak terlalu memahami ideologi Punk
itu sendiri. Mereka memahami Punk
hanya sebatas
tampilan fisik dan karena mereka ingin dianggap berbeda dan itu merupakan ciri
dari egosentrisme mereka, egosentrisme
remaja.
Egosentrisme remaja dalam
hal ini yang diasumsikan terjadi pula pada komunitas Punk haruslah diarahkan, agar ke depan ia dapat
melakukan perubahan dalam perspective
taking (pengambilan perspective). Jika seorang remaja melakukan kenakalan,
bergaya tampil beda, adalah sebagai bentuk perwujudan egosentriseme dan
keterbatasan pengambilan perspective. Dalam kondisi ini remaja harus diberi
kesempatan seluas-luasnya agar ia dapat menglaami kemajuan dalam pola pikir dan
sudut pandang pengambilan keputusan, untuk itu lingkungan sekitar amat
berpengaruh. (Lapsey dan Murphy dalam
Santrock, 2007). Caranya adalah memberi
kesempatan pada remaja berinteraksi seluas-luasnya dengan orang lain,
meningkatkan keterampilan, sehingga
meningkatkan wawasan mereka.
METODE KEGIATAN
Berdasarkan analisis masalah di atas maka data
diidentifikasi masalah seperti di bawah ini :
1. Remaja Punk adalah komunitas remaja yang identik dengan dandanan khas,
menarik perhatian, tidak umum, perilaku dipersepsi mengarah kepada tindak
kekerasan, sehingga seringkali memiliki stereotype “ remaja nakal” dan perlu
dientas berbagai permasalahannya.
2. Di sisi lain banyak tulisan
terkait yang mengatakan kekhasan kelompok ini adalah kebutuhan untuk melakukan
sesuatu yang tidak umum dilakukan pada remaja lainnya yang sebenarnya bisa
diarahkan kepada eksplorasi kreativitas remaja Punk itu sendiri.
3. Punk
sendiri terdiri dari individu remaja yang sedang mengalami berbagai proses
perkembangan menuju kematangan individu dewasa. Dalam proses menuju kedewasaan
tersebut membutuhkan pendampingan dari lingkungan agar proses tersebut berjalan
dengan baik. Sedangkan Punk sendiri
adalah Crowds yang memang menjadi
kelompok yang diikuti anggotanya yang merasa terabaikan di lingkungan
rumah/sosialnya sendiri.
4. Salah satu aspek yang sedang
berkembang adalah pemikiran kognitif. Remaja memiliki egosentrisme pemikiran
yaitu personal fable dan imagery
audience, di mana mereka belum bisa melihat pentingnya sudut pandang orang
lain (perspective taking).
5. Perlu upaya untuk mengarahkan
mereka untuk bisa melakukan perspective
taking diantaranya adalah dengan melakukan intervensi untuk perubahan
pemikiran yang nantinya membawa konsekuensi perubahan perilaku.
6. Perlunya situasi pendukung terbentuknya
perubahan-perubahan dalam perspective
taking atau pengambilan perspektif (sudut pandang pikiran). Caranya adalah
memberi kesempatan pada remaja berinteraksi seluas-luasnya dengan orang lain,
meningkatkan keterampilan, sehingga
meningkatkan wawasan mereka.
7. Pengabdian masyarakat ini yang akan dilakukan
adalah peningkatan
ketrampilan pada komunitas remaja Punk. Keterampilan yang diajarkan adalah pembuatan
souvenir dari bahan dasar resin sesuai dengan kebutuhan anak Punk yang menyukai kegiatan pembuatan
pernak-pernik symbol identitas mereka.
Dari
identifikasi masalah tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara melatihkan
pembuatan souvenir/kerajinan dari Resin kepada komunitas remaja Punk sebagai bentuk pemberian keterampilan dalam upaya meningkatkan
kemampuan mereka dalam perspective taking?
2. Bagaimana cara menyebarkan
keterampilan pembuatan souvenir/kerajinan dari Resin kepada anggota komunitas remaja Punk yang lain sehingga semakin banyak anggota
kelompok Punk yang memiliki pengetahuan
dan keterampilan tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Evaluasi yang dilakukan oleh
Tim Pelaksana PKM dibagi dua yaitu: evaluasi karya yang dihasilkan peserta dan
evaluasi proses pelatihan secara keseluruhan yang diperoleh dari angket peserta
dan pengamatan Tim Pelaksana PKM. Secara
keseluruhan hasil karya peserta pelatihan bagus dan sudah memenuhi standar
desain dan pencampuran bahan
Proses pencampuran bahan dan
langkah pencetakan dilakukan dengan sempurna oleh semua peserta. Kerapian dalam
karya juga menjadi salah satu kategori dalam penilaian karya karena yang bagus
pasti ditunjang dengan kerapian.
Hasil angket menunjukkan
peserta 100% menyukai pelatihan ini dan merasa puas secara keseluruhan. Materi
yang sampaikan instruktur juga menarik begitu dan memberikan pengetahuan baru,
penjelasannya mudah dipahami oleh peserta. Bahan dan alat yang disediakan Tim
Pelaksana PKM dianggap cukup memadai bagi peserta sehingga peserta berkeinginan
menerapkankannya di rumah dan bersedia mengikuti pelatihan seperti ini
dikemudian hari. Sebanyak 14,3 % atau 2
orang peserta yang menggangap pelatihan ini sulit dan. Secara lengkap hasil
angket peserta dapat dilihat pada lampiran.
Melalui pengamatan yang
dilakukan oleh Tim Pelaksana PKM selama berlangsungnya kegiatan, pelatihan ini
dilaksanakan dengan baik. Secara garis besar pelaksanaan pelatihan cetak fiber
ini berlangsung lancar. Peserta antusias dalam mengikuti tahapan-tahapan materi
yang disampaikan instrukur. Instruktur menjabarkan materi secar gamblang sesuai
dengan bahasa dan gaya peserta yang merupakan kalangan menengah kebawah.
Penjelasan-penjelasan intruktur dapat dipahami dan diikuti oleh peserta.
Instruktur juga turut membantu peserta bila mengalami kesulitan selama kegiatan
berlangsung. Tidak segan-segan instruktur bercampur dengan peserta. Kelancaran
kegiatan ini juga ditunjang oleh ketersediaan sarana dan prasarana. Semua
kebutuhan peserta dan instruktur dapat diakomodasi oleh Tim Pelaksana PKM.
Menurut pihak pendamping, komunitas
remaja Punk adalah kelompok yang
memiliki potensi peningkatan kapasitas yang besar, banyak diantara mereka yang
kreatif, kritis dan berjiwa seni. Selama ini mereka punya kegiatan rutin berupa
pentas band dengan mengundang
teman-teman punk dari kota lain,
untuk itu mereka butuh untuk member kenang-kenangan kepada teman-teman dari
kota lainnya.
Sebaya sebagai LSM pendamping berharap
peningkatan keterampilan berupa pelatihan pembuatan souvenir dari bahan dasar
resin akan banyak membawa manfaat bagi mereka.
Dari hasil diskusi juga disepakati
egosentrisme khas masa remaja yang juga
terjadi di komunitas remaja Punk
diatasi dengan program yang komprehensif,
tidak dengan memberikan stigma “nakal, perusuh, pembuat onar” yang akan
membuat mereka merasa terhakimi, marah dan menunjukkan perilaku yang kontra
produktif.
Pemberian keterampilan dari pihak
Pelaksana PKM menjadi bagian program peningkatan kapasitas kelompok remaja Punk agar mereka menjadi remaja mandiri,
bertanggung jawab, siap menyongsong masa depan yang lebih jelas.
SIMPULAN DAN SARAN
1.
Melatihkan pembuatan souvenir
dari bahan dasar resin ini kepada komunitas Punk adalah dengan cara mengajak
praktek langsung, melibatkan mereka tanpa terlalu banyak demonstrasi dan
ceramah. Dengan cara praktek mereka mengalami sendiri proses pembuatan
souvenir, yang dirasakan sulit pada awalnya dan akhirnya mereka merasa berhasil
melakukannya. Hasil karya mereka secara keseluruhan adalah baik dan layak jual.
Pengalaman berhasil mereka diharapkan akan memberikan wawasan baru dan membantu
perubahan perspective taking. Mereka
akan memiliki sudut pandang baru yang akan membantu adanya pemahaman akan sudut
pandang orang lain dalam pengambilan keputusan.
2.
Bagaimana menyebarluaskan
pelatihan ini kepada anggota kelompok lain juga sudah disepakati para peserta
melalui brain storming tentang manfaat setelah mendapatkan pelatihan ini.
Karena mereka merasa bisa melakukan keterampilan pembuatan souvenir maka mereka
akan berharap bisa mengajarkannya kepada teman-teman lain yang terjangkau oleh
mereka.
Peserta juga terlihat dapat meningkatkan perspective takingnya bisa dilihat dari antusiasme mereka selama
menjalani pelatihan, padahal di awal kegiatan remaja Punk ini tidak konsentrasi, belum mandi dan masih sangat mengantuk.
Saran yang dapat disampaikan oleh Tim
Pelaksana PKM sebagai berikut :
1.
Melanjutkan program pelatihan ini kepada kelompok Punk lainnya mengingat
antusiasme peserta untuk mau mengajarkan keterampilan ini kepada
teman-temannya.
2.
Adanya keterbelanjutan dari kegiatan ini baik adanya pelatihan tingkat
lanjut yang berupa pelatihan dengan tingkat kesulitan karya lebih tinggi maupun
peningkatan mutu karya ataupun bentuk variasi karya lainnya.
3.
Adanya pelatihan kewirausahaan
bagi peserta sebagai bekal ketrampilan hidup agar tidak perlu terjun
lagi ke jalan dan mampu membuka lapangan pekerjaan sendiri bagi dirinya maupun
rekan-rekannya. Setelah ada tekad untuk beriwirausaha hendaknya pihak terkait
(pemerintah) bersedia membantu dengan pinjaman lunak sebagai modal.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Komunitas
Punk, Siapa mereka, diakses tanggal 3 September 2010 pukul pukul 20.00
Arif, Muchlis. (2002). Seni Keramik,
Surabaya: Unesa University Press.
Chalmers.J.B&Towsend M.A.R.
(1990). Child Development.
Vol.61.No.1. Blackwell Publishing.
Depsos. (2000). Pedoman Penyelenggaraan Pembinaan Anak
Jalanan, Surabaya
Dinsos
Surabaya. (2003). Pemetaan Masalah
Sosial di Surabaya dan Alternatif Pemecahannya. Surabaya: Kerjasama LP
Unair dengan Dinsos Surabaya.
Farid, Muhammad. (1999). Anak yang Membutuhkan Perlidungan Khusus di
Indonesia: Analisis Situasi. Jakarta: Unicef dan PKPM Unika Atmajaya.
Hariyanto.
(1996). Kerajianan dari Resin, Surabaya: Trubus Agrisarana.
Irwanto,
dkk. (1995). Pekerja Anak Tiga Kota
Besar: Jakarta, Surabaya, Medan. Jakarta: Unicef
dan PKPM Unika Atmajaya
Depdiknas. (2005) Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka
Hurlock, E.B. (1993). Psikologi
Perkembangan : Suatu pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Penerjemah : Istiwidayanti), Penerbit
Erlangga, Jakarta
Kimmel, D.C. and Weiner, I.B. (1995). Adolescence:A Developmental Transition. : SecSecond Edition. New York : John Willey &
Sons, Inc
Keysar,B & Wu S, The Effect of Culture on Perspective Taking. Research Article
Psy Psychology Science. Science.
Vol 18. No.7. Chicago Association for PsycPsychology.
Ludy, (2008)
Pengaruh Komunitas Punk Terhadap Perilaku Remaja
http://bestfriendforever.blogdetik.com/2008/11/08pengaruh
-komunitas-punk-terhadap diakses tanggal 1 Mei 2009.
Pukul 17.00.
Sanggarang,
D.L. (2007). Membuat Kerajinan Berbahan Resin, Jakarta: Kawan Pustaka.
Santrock, J.W. (2002). Perkembangan sepanjang hayat jilid 2. Terjemahan. B. Widyasinta Jakarta: Penerbit Erlangga
Santrock, J.W.
(2007). Remaja. Terjemahan B. Widyasinta
Jakarta: Penerbit Erlangga
Sarwono, S,W
(2000). Remaja. Jakarta: Rajawali Grasindo.
Surbakti, dkk, 1997, Prosiding
Lokakarya Persiapan Survei Anak Rawan. Jakarta: Kerjasama BPS dengan
Unicef.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar