Indonesia merupakan salah satu negara
berkembang yang sedang berjuang dengan pembebasan kebutuhan dasar pendidikan bagi
warga negaranya. Upaya untuk
meningkatkan kualitas hidup melalui perbaikan kualitas sumber daya manusia
dilakukan secara terus menerus dan terencana. Mulai dengan program pendidikan
dasar bebas biaya bagi siswa SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA hingga pemberian
berbagai bantuan (BOS, BOMM dan lain-lain) untuk meringankan beban biaya
pendidikan yang ditanggung oleh peserta didik.
Perbaikan kualitas pendidikan pun dilakukan
secara bertahap dan terus menerus dengan melaksanakan berbagai evaluasi,
pengawasan mutu sekolah, dan pemberian golongan sekolah berstandar nasional,
rintisan sekolah bertaraf intetrnasional hingga sekolah bertaraf internasional.
Perbaikan mutu pendidikan ini direspon baik
oleh peserta didik dengan meningkatkan kualitas pengetahuan mereka dengan
mengikuti beberapa program bimbingan belajar sehingga para peserta didik di
sekolah mampu mengikuti, mengembangkan kualitas pendidikan di sekolahnya, dan
mampu bersaing untuk memperebutkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada
jenjang yang lebih tinggi.
Disamping itu peserta didik juga pada umumnya
mempunyai keinginan yang kuat untuk memiliki kemampuan dalam berbahasa asing,
baik Inggris, Mandarin, Arab, atau lainnya. Mereka sangat bersemangat untuk
menghadiri lembaga-lembaga kursus kebahasaan untuk mewujudkan keinginannya agar
mampu berbahasa asing, yang kelak akan sangat bermanfaat.
Dinamisme dan semangat dalam memperbaiki
kualitas pendidikan ini sangat jelas terlihat dan dapat kita rasakan ketika
kita berdialog dengan pelajar yang bertempat tinggal di perkotaan atau
kota-kota besar dan mempunyai kemampuan finansial. Ironi justru dapat kita
temukan di tengah-tengah lingkungan masyarakat pesisir, yang kehidupannya
dihabiskan di tengah laut luas, lingkungan pertambakan, dan persawahan. Dimana
mereka pada umumnya terjebak dalam lingkaran kemiskinan dan keterbelakangan
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Lebih jauh lagi ketika kita melihat kehidupan
anak-anak yatim, anak-anak terlantar, dan anak-anak yang tinggal dengan keluarga-keluarga
miskin, dimana mereka tidak mempunyai akses pendidikan yang memadai karena
memiliki keterbatasan ekonomi yang sangat akut. Kondisi tersebut telah
membangun mata rantai kemiskinan dan keterbelakangan dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi yang tak pernah putus ketika kepedulian kita terhadap perbaikan
kualitas pendidikan dan kehidupan mereka tidak terbentuk.
Bila kita menyelami lebih jauh kehidupan
anak-anak yatim, anak-anak terlantar, dan anak-anak yang tinggal dengan
keluarga-keluarga miskin maka kita akan menemukan berbagai kenyataan bahwa
mereka mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan, terjebak dalam
kelaparan yang entah kapan akan usai. Mereka menangis karena uang saku yang
mereka dapatkan dari orang tuanya tidak cukup untuk menambal rasa laparnya ketika
berada di sekolah. Mereka mengalami kesulitan untuk menghadiri lembaga kursus
kebahasaan dan lembaga bimbingan belajar karena keterbatasan keuangan yang
sangat akut. Bagaimanakah si miskin,
yatim, dan anak terlantar mengumpulkan
semua energi sehingga mereka memiliki kemampuan bersaing dengan mereka yang terlahir
dengan berbagai keuntungan dan kemudahan ?.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar