Minta tolong, rumah hadiah, bedah rumah, dll. Acara televisi yang mengangkat “realitas” orang miskin. Kemiskinan,
ketidakmampuan dijadikan objek televisi yang mengaharu biru dengan bungkus
kepedulian sosial.
Dalam acara minta tolong, yang katanya ingin
menumbuhkan rasa kepedulian terhadap sesama, atau lebih spesifiknya ingin
mengetes kepedulian seseorang yang ada di jalanan. Kemudian jika ada yang
menolong maka ia mendapatkan sejumlah hadiah atas kerelaan dalam membantu.
Kebanyakan yang diminta pertolongan adalah orang yang secara ekonomis juga
orang tidak mampu. Kebanyakan dari mereka menolak untuk menolong. Bagi saya sendiri yakin bahwa banyak diantara mereka punya niat menolong tapi keterbatasan
ekonomi menjadikan mereka menolaknya. Ini bisa menjadi sesuatu yang bahaya atau membentuk stereotype bahwa orang-orang tersebut adalah orang-orang yang
tidak mempunyai rasa kepedulian.
Namun perlu diingat, bahwa kemiskinan
tersebut memiliki makna-makna yang keluar dari apa yang diharapkan ketika ia menjadi
acara televisi (objek tontonan), misal ingin menumbuhkan rasa kepedulian,
empati, simpati, tapi dalam konteks yang
lain ia hanyalah menjadi objek tontonan hiburan.
Pertanyaannya, walaupun media memiliki niat
mulia untuk membantu, mestikah ia dijadikan objek tontonan ? Dimana penonton
merasa terhibur, larut haru biru dalam kepedulian, tertawa ketika melihat si
objek melakukan hal yang dianggap kampungan (contoh ini bisa dicermati dalam
banyak episode bedah rumah, ketika si objek diajak menginap di hotel dan makan-makan di restoran, si objek disorot raut mukanya ketika menghadapi sesuatu yang baru
atau ketika si objek yang kikuk menggunakan sendok dan garpu). Saya sendiri
tidak kuat melihatnya, bukan tidak kuat melihatnya dan kemudian tertawa tetapi
ada perasaan iba, tidak tega melihat si objek jadi bahan tontonan dan bahan
tertawaan. Tegakah kita merasa terhibur diatas penderitaan dan kekikukan si
objek ? Untuk media jika punya niat tulus ingin menolong, peduli, dan membantu. Tolonglah mereka secara langsung tanpa perlu si objek dijadikan objek tontonan.
Meskipun bagi media hal ini bukan sebagai bentuk riya', namun lagi-lagi kemiskinan
hanyalah sebuah tontonan hiburan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar