Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Selasa, 03 September 2013

Pemberdayaan UKM dengan Menggunakan Pendekatan Model Ekonomi

PEMBERDAYAAN UKM DENGAN MENGGUNAKAN
PENDEKATAN MODEL EKONOMI DI SUMATERA UTARA

Parulian Simanjuntak
ABSTRACTS
After the economic crisis in 1997, the growth of Big and Medium Scale Industries (MBI) have been slowing down. The perspective of business returns to Cooperation and Small Scale industries (CSI). Meanwhile, the problems of CSI, some of them, have been known as slow technology innovation, slow output growth (productivity) and lack of working capital. To maintain the competition in the market, CSI must accompany some strategies, in order to survive in the market and having a bargaining position. This paper just made a recommendation of a model to optimize the growth of CSI. The spread and diffusion of MBI as a leader to CSI as follower can be done by making some assumptions which must be done by both parties. By doing this, CSI could enhance their function in the economy and thus, CSI will have a secure market to support the economy and sustainability of economic growth. To increase the parameters of productivity can be implemented in some ways. The growth of investment, return of capital, working hours, and the growth of human resources quality can be maintain as the engine of growth for CSI. To perform this, CSI could do through raised of the saving, lower inflation and real costs through government’s policy.  The development of industry should not be imposed only through MBI. The participation of CSI should be in the perspective of the government. As it has been mentioned above, the sustainability growth of CSI must be integrated with the growth of MBI. The government should realize that most of Indonesia population works in this sector, therefore the growth of this sector will be the locomotive engine of people’s economy.
     --------------
Keywords : Cooperation and Small Scale Industries, Medium and Big Industries, Technology, Innovation.

LATAR BELAKANG
Keterpurukan ekonomi Indonesia pada tahun 1997/1998, yang kemudian dikenal dengan nama krisis ekonomi, membuat banyak perusahaan-perusahaan besar terpuruk dan bahkan banyak yang gulung tikar (menutup usahanya) karena tidak mampu untuk bersaing di pasar dan memenuhi pertambahan modalnya. Pada saat sekarang ini, semakin dirasakan tuntutan yang lebih tinggi dan lebih tajam bagi persaingan usaha, baik dari segi tekhnologi, informasi dan permodalan. Dengan dasar ini, mendirikan perusahaan berskala besar tidak lagi menjadi tujuan utama (populer), akan tetapi mendirikan usaha-usaha yang berskala kecil dan menengah (small and medium business) yang lincah, fleksibel dan cepat bergerak mengikuti keinginan pasar menjadi tujuan yang lebih menarik. Dengan kecenderungan sepertt ini, maka akan membuat banyak UKM (Usaha Kecil dan Menengah) menjadi ujung tombak perekonomian di daerah.
UKM adalah industri yang memiliki jumlah tenaga kerja yang terbatas[1], bukan hanya dalam kuantitas melainkan juga dalam kualitasnya. Berdasarkan penggolongannya, maka UKM dapat digolongkan berdasarka UKM Modern dan UKM Tradisional. UKM Modern menggunakan teknologi proses madia dan dilibatkan dalam proses produksi industri besar. Sedangkan UKM tradisional menggunakan teknologi yang sederhana dan pemasarannya sangat terbatas. Pembagian UKM juga dapat dilakukan berdasarkan beberapa kriteria lainnya, misalkan dengan menggolongkannya berdasarkan modal yang dimilikinya.
Dalam perjalanannya, UKM masih banyak memiliki kelemahan, walaupun UKM juga memiliki beberapa keunggulan dibandingkan industri besar.[2] Berdasarkan kondisi UKM di atas, maka pemerintah harus mencurahkan perhatiannya pada UKM, baik dalam pembinaan maupun dalam pemenuhan kebutuhannya.  Pengembangan dapat juga dilakukan secara bersama-sama antara pemerintah dan swasta besar terhadap UKM. Usaha-usaha kemitraan pemerintah dan swasta dalam membantu UKM dapat dilakukan dengan (a) menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi UKM, (b) menciptakan pola kemitraan sehingga UKM dapat juga berpartisipasi dalam perdagangan besar, (c) membantu meningkatkan kualitas SDM dengan memberikan bantuan pelatihan dan pendidikan, (d) membantu manajemen UKM sehingga dapat diandalkan untuk melakukan tugas-tugas yang lebih berat pada masa mendatang.
Kenyataan menunjukkan bahwa UKM telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi (pendapatan daerah) maupun dalam penyediaan lapangan pekerjaan. Inilah yang menjadi tantangan bagi pemerintah untuk mengoptimalkan tenaga kerja yang tidak tertampung pada perusahaan-perusahaan besar agar mampu untuk mengembangkan diri melalui UKM. Kemudian, menindaklanjutinya dengan berbagai usaha untuk meningkatkan kemampuan, produktifitas maupun penerimaannya. Pengembangan UKM, selain memiliki tujuan di atas, juga memiliki beberapa tujuan lain, yaitu (a) UKM dapat mendayagunakan semua sumberdaya yang ada di daerah sehingga dapat mendayagunakan potensi daerah yang ada dan menghemat devisa, (b) UKM dapat mempekerjakan banyak tenaga kerja yang berpendidikan relative rendah, yang hingga saat ini sangat besar jumlahnya, (c) UKM dapat mengurangi kesenjangan pendapatan antar kelompok yang berpendapatn tinggi dan rendah, dan (d) UKM dapat memperkaya pengalaman tenaga kerja dalam menuju industri yang lebih maju.
Sejalan dengan keadaan yang ada, UKM merupakan usaha yang menyentuh masyarakat banyak dalam meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidupnya. Faktor strategis dalam pengembangan UKM adalah permodalan yang dimiliki. Tidak dapat dipungkiri bahwa kendala pengembangan usaha dari UKM akan terbentur pada modal kecil yang dimilikinya sehingga mengakibatkan kurangnya kemampuan dalam mengelola dan mengembangkan usahanya. Kemampuan mendapat modal tambahan merupakan hal yang sangat perlu mendapatkan perhatian besar dari pemerintah dan pemodal (Bank, Bapak Angkat dan yang lainnya) sehingga dapat membantu UKM dalam meningkatkan permodalannya.
Dilihat dari jumlah pelaku UKM yang sangat banya, maka persoalan UKM tidak dapat diabaikan begitu saja. Disisi lain, usaha perbankan mengamanatkan bahwa tujuan perbankan Indonesia adalah untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Sehubungan dengan hal di atas, maka perbankan tidak dapat begitu saja mengabaikan keberadaan UKM walaupun kecenderungan bank untuk melayani nasabah besar dapat dimengerti, akan tetapi bank jangan sampai melupakan keberadaan dan pelayanan terhadap UKM. Dengan demikian, maka bank seharusnya melayani semua proses ekonomi di segmen pengusaha UKM (baik di pedesaan maupun perkotaan) meliputi segala sesuatu yang menyangkut tabungan dan pembiayaan usaha/kredit.
Pada saat ini, banyak lembaga keuangan, baik bank maupun non-bank yang ingin menyalurkan pembiayaan usaha/kredit kepada UKM, baik berdasarkan anjuran pemerintah mapun kesadarannya sendiri. Akan tetapi, UKM memiliki beberapa keterbatasan (kelemahan), antara lain adalah tidak mampunya UKM untuk menyusun studi kelayakan dalam melakukan peminjaman dana ke bank.  Pada saat ini, studi kelayakan bisnis merupakan keharusan bagi dunia usaha yang akan melakukan permintaan pembiayaan usaha/kredit. Keterbatasan yang dimiliki oleh UKM ini kemudian akan dikonsultasikan kepada pemerintah yang merupakan ‘orang tua angkat’ bagi UKM. Akan tetapi, kelemahan yang sama juga didapati pada unsur pemerintah yang banyak ditemui oleh UKM. Dimana seharusnya mereka mampu membantu permasalahan UKM dalam pembuatan studi kelayakan UKM tersebut,  akan tetapi mereka tidak mampu untuk membantu memfasilitasi UKM dengan pembuatan studi kelayakan yang benar. Disinilah salah satu letaknya kegagalan banyak UKM untuk berkonsultasi dengan pemerintah dalam berbagai bidang yang tujuannya adalah membantu UKM dalam peningkatan modal dan usahanya.
Disamping itu, walaupun pemerintah mampu untuk membantu UKM dalam bidang studi kelayakannya, maka seringkali, pemerintah juga akan terbentur kepada prasyarat dalam membuat studi kelayakan yaitu ketersediaan data yang dimiliki oleh UKM. Hal-hal seperti inilah yang sering dijumpai di kenyataan. Dengan demikian, maka keberadaan UKM itu sendiri dan pemerintah, pada saat ini, haruslah saling berbenah diri sehingga pada masa yang akan datang akan saling melengkapi satu dengan yang lain. UKM dalam menghadapi tantangan dan persaingan yang makin tajam dapat memperbaiki dirinya dengan mempersiapkan data dan laporan yang lebih baik, sementara di sisi lain, pemerintah dalam mewujudkan kondisi good governance haruslah memiliki kemampuan yang cukup sehingga dapat menolong masyarakat untuk berkembang. Pemerintah sebagai lembaga pengayom, hendaklah berfungsi sebagaimana mestinya dan mampu untuk mengembangkan dirinya dalam membantu UKM dalam pengembangan usahanya. Fakta empiris menunjukkan bahwa jumlah usaha besar dan menengah (UMB) di Sumatera Utara pada tahun 2006 menunjukkan jumlah yang cukup besar yaitu 1.056.553 unit dengan jumlah tenaga kerja yang diserap sebanyak 2.279.367 orang (Sumatera Utara Dalam Angka 2007).  Sementara itu jumlah usaha yang tidak berbadan hukum atau usaha kecil (UK) sebanyak 503.397 unit dan jumlah tenaga kerja yang terserap sebanyak 1.104.196 jiwa. Melihat perbandingan jumlah perusahaan dan jumlah tenaga kerja yang diserap maka terlihat bahwa perbandingan yang lebih besar terletak pada UK.
Pemberdayaan UKM dan Koperasi sebagaimana diatur dalam Inpres No. 6/2007 meruapakan suatu langkah maju dalam pembangunan ekonomi di Indonesia umumnya dan di Sumatera Utara khususnya. UK terlihat memiliki kontribusi yang cukup nyata dalam perekonomian Sumatera Utara, akan tetapi perbandingan nilai produktifitas tenaga kerja, UK masih lebih rendah. Model alternative pemberdayaan UKM dan Koperasi di Sumatera Utara adalah eksplorasi usaha-usaha atau kebijakan-kebijakan yang akan mendorong pertumbuhan output dan produktifitas  UKM dan Koperasi. Pemberdayaan UKM dan Koperasi meruapakn suatu usaha untuk mengurangi pengangguran dan pengentasan kemiskinan. Keterpaduan antara konsep dan fakta empiris dalam pemberdayaan UKM dan Koperasi akan memberikan jawaban terhadap permasalahan UKM dan Koperasi. Model yang akan diberikan ini bertujuan untuk mengeksplorasi parameter-parameter pemberdayaan UKM dan Koperasi di Sumatera Utara.
MODEL EKONOMI PEMBERDAYAAN UKM DAN KOPERASI
Pandangan teoritis dan fakta empiris yang telah ditunjukkan pada latar belakang mengidentifikasi bahwa kendala utama yang dihadapi oleh UKM dan Koperasi adalah peningkatan pertumbuhan output dan produktifitas. Pandangan teoritis sebagai salah satu model alternatif pemberdayaan UKM dan Koperasi yang akan ditawarkan pada tulisan ini adalah model diffuse teknologi. Diffusi teknologi dan produksi dalam proses produksi merupakan factor penting dalam pemberdayaan UKM dan Koperasi. Pengalaman dan berbagai tulisan telah menunjukkan bahwa telah banyak Negara yang berhasil dalam pemberdayaan industri karena difusi atau penyebaran teknologi. Negara China berhasil melakukan pemberdayaan industrinya dengan mengadopsi teknologi dari Hongkong (Romer, 1992; Gulhati and Nallari, 1990 dan Bowman, 1991).
Penyebaran atau difusi teknologi dari UB sebagai pemimpin (leader) terhadap UKM dan Koperasi sebagai pengikut (follower) dapat dilakukan. Tingkat teknologi yang  berhubungan dengan jumlah dan jenis produk antara atau input dari pemimpin adalah NL. Pengikut tidak menemukan jumlah dan jenis produk antara atau input akan tetapi dapat meniru produk antara atau input yang dihasilkan pemimpin. Hal ini dapat terjadi apabila ada asumsi yang menyatakan bahwa produk akhir akan dapat diperdagangkan secara bebas antara pemimpin dan pengikut. Sebaliknya, produk antara atau input tidak dapat diperdagangkan secara bebas. Penjelasan di belakang model ini adalah bahwa bantuan ahli dari UB melalui jaminan kebijakan pemerintah dalam difusi atau penyebaran teknologi sangat diperlukan dalam usaha pemberdayaan UKM dan Koperasi. Optimasi  perilaku, baik UB maupun UKM dan Kopreasi akan menghasilkan parameter pemberdayaan UKM dan Koperasi.
Parameter pemberdayaan produktifitas adalah perbaikan produktifitas atau penurunan biaya-biaya riil. Parameter produktifitas juga menjelaskan aspek kebijakan pemerintah dalam difusi teknologi (Harbeger, 1998). Parameter pemberdayaan produktifitas dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, peningkatan pertumbuhan investasi, tingkat pengembalian stok modal, jam kerja TK, dan peningkatan kontribusi stok capital atau kualitas rata-rata TK UKM dan Koperasi. Upaya yang dapat dilakukan adalah penurunaninflasi dan peningkatan tabungan UKM dan Koperasi, penurunan biaya-biaya riil melalui kebijakan pemerintah. Kedua, akumulasi modal manusia melalui peningkatan kontribusi TK. Upaya yang dapat dilakukan adalah investasi dalam tingkat pendidikan dan pelatihan. Ketiga, eksternalitas melalui perbaikan pendidikan dan pelatihan modal manusia. Upaya yang dapat dilakukan adalah menjamin eksternalitas dari UB terhadap UKM dan Koperasi melalui kebijakan pemerintah. Keempat, pemanfaatan skala ekonomis dengan cara menjamin  penurunan biaya-biaya riil. Kelima, identifikasiUKM dan Koperasi yang memiliki potensi skala ekonomis melalui suatu survey. UKM dan Koperasi yang  tidak memiliki skala ekonomis disarankan untuk bergabung dengan yang memiliki skala ekonomis.
Parameter pemberdayaan jumlah dan jenis produk antara atau input merupakan penyediaan jumlah dan jenis produk antara atau input sehingga harga menjadi relative lebih murah. Pemberdayaan parameter ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, stabilisasi inflasi untuk menurunkan harga relative produk antara atau input. Kedua, peningkatan tingkat perlindungan efektif terhadap UKM dan Koperasi melalui kebijakan pemerintah dalam intervensi harga dan kredit atau pembiayaan modal. Ketiga, penurunan pajak, penghapusan kuota, penyederhanaan perijinan dan bantuan permodalan dan pembiayaan produk antara. Keempat, privatisasi UKM dan Koperasi, perlindungan hak kepemilikan dan hak ekonomi lainnya serta konsensus politik.
Suatu usaha banyak yang dilahirkan dari sebuah mimpi atau keinginan dan angan-angan seseorang. Beberapa diantaranya bermimpi memperoleh kebebasan ekonomi dan memiliki keamanan dalam keuangannya apabila dapat mendirikan usaha.  Orang-orang seperti ini, kebanyakan, bukan memperuntukkan impiannya untuk menghasilkan ide-ide baru ketika mereka memperoleh kesempatan atau peluang yang baik melainkan hanya untuk kemapanan keuangannya saja. Yang lain, mimpi-mimpi itu terletak antara peolehan ide-ide dan bagaimana menyatakan dan mengimple-mentasikan ide-ide tersebut pada suatu usaha. Tetapi, apapun mimpi-mimpi tersebut, membuat suatu usaha dengan segala rencananya sehingga dapat memenuhi tujuan-tujuan yang telah dimimpikan, merupakan suatu hal yang memerlukan pemikiran dan kerja yang sangat keras. Dengan dasar pemikiran inilah maka banyak bermunculan UKM di perekonomian. Dengan dasar ini, mendirikan perusahaan berskala besar tidak lagi menjadi tujuan utama (populer), akan tetapi mendirikan usaha-usaha yang berskala kecil dan menengah (small and medium business) yang lincah, fleksibel dan cepat bergerak mengikuti keinginan pasarmenjadi tujuan yang lebih menarik. Dengan kecenderungan sepertt ini, maka akan membuat banyak UKM (Usaha Kecil dan Menengah) menjadi ujung tombak perekonomian di daerah.
Kegiatan UKM dan Koperasi di Indonesia pada saat ini dan dalam perkembangannya, merupakan kegiatan ekonomi nyata yang makin berkembang secara luas dan perlu dibina dan dilindungi agar tumbuh menjadi unsur kekuatan ekonomi yang handal, mandiri dan maju serta dapat berperan dalam menciptakan kesempatan berusahan dan lapangan pekerjaan. Merupakan suatu konsepsi yang nyata bahwa perekmbangan di bidang ekonomi sampai saat ini masih tetap menjadi titik pusat dari pembangunan jangka panjang sehingga peran UMKM dan Koperasi menjadi bertambah penting karenanya. Hal ini telah teruji dengan bertahannya banyak industri kecil di Indonesia pasca krisis moneter. Dalam kondisi ekonomi yang tidak stabil, UKM dan Koperasi mampu bertahan karena kemampuan mengadaptasi keadaan, permodalan yang rendah, meliputi kebutuhan banyak orang dan faktor kewirausahaan yang cukup baik.
Pembangunan industri bukan hanya menitikberatkan pada pembangunan industri besar saja, melainkan pembangunan UKM dan Koperasi harus menjadi pertimbangan penting bagi pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Peningkatan kemampuan UKM dan Koperasi merupakan bagian terpenting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Pembangunan industri harus dikembangkan secara bertahap dan terintegrasi antar skala industri dan antar sektor industri. Pemerintah harus menyadari bahwa dalam perjalanan waktu, peran UKM dan Koperasi sudah teruji dengan penyediaan lapangan pekerjaan bagi banyak lapisan masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Disamping itu, peran UKM dan Koperasi juga terlihat dalam meningkatkan produksi dalam negeri dan menjadi penopang bagi kebutuhan industri berskala besar sehingga keseimbangan ekonomi menjadi teratasi.


DAFTAR PUSTAKA

Bangs, David H. Jr. 1995.  “Pedoman Langkah Awal Menjalankan Usaha”. Seri Usaha Kecil. Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta.
Barro, R. J and X. Sala-I-Martin. 1995. “Economic Growth”. International Edition. Mc-Graw Hill. Singapore.
Baumol, William J.  and Allan S. Blinder. 2005. “Economics : Principles and Policy”. 9th Edition. SW Learning. Chicago.
Boyd, Harper W., Ralph Westfall and Stanley F. Stasch. 2004.  “Marketing Research : Text and Cases.” 7th Edition. Richard D. Irwin Inc. Illinois.
Churchill, Gilbert A and Dawn Iacobucci. 2005. “Marketing research Methodological Foundations. 9th Edition. Thomson South-Western.
Douglas, K. Hoffman, et al. 2005. “Marketing Principles and Best Practices”. 3rd Edition. SW-Thomson Learning. Chicago.
Ethier, W. J. 1982. “National and International Return To Scale in The Modern Theory of International Trade.” American Economic Review 72 : p. 389-405.
Gaither, Norman and Greg Frazier. 2002. “Operation Management”. 9th Edition. SW-Thomson Learning. Chicago.
Gomez-Meija, Luis R, David B. Balkin, and Robert L. Cardy. 1998. Managing Human Resources”. 2nd Edition. Prentice Hall. New Jersey.
Harberger, A. C. 1998. “A Vision of the Growth Process.” The American Economic Review. 88, p. 1-32.
Harper, Stephen C. 2003. “Starting Your Own Business : A Step by Step Blueprint for the first time Entrepreneur”. 2nd Edition. McGraw-Hill. New York.
Kuncoro, Mudrajad. 2003. “Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi : Bagaimana meneliti dan menulis tesis.” Erlangga. Jakarta.
Louise, E. Boone and David L. Kurtz. 2005. “Contemporary Marketing 2005”. 11th Edition. SW-Thomson Learning. Chicago.
Mankiw, N. Gregory. 2003. “Macroeconomics”. 5th Edition. Worth Publishers. New York.
McDaniel, Carl dan Roger Gates. 2001. “Riset Pemasaran Kontemporer”. Salemba Empat. Jakarta.
Romer, P. M. 1990. “Endogenous Technological Change.” Journal of Political Economy 98, p. S71-S102.
Romer, P. M. 1992. “Two Strategies for Economic Development : Using Ideas and Producing Ideas.” Annual Conference in Economic Development. World Bank. Washington D. C.
Romer, P. M. 1993. “Idea Gaps and Object Gaps in Economic Development. Journal of Monetary Economics 32, p. 543-573.
William, Chuck. 2005. “Management”. 3rd Edition. SW Learning. Chicago.
Zikmund, William G. 2003. “Exploring Marketing Research with Websurveyor Certificate and InfoTrac. 8th Edition. Thomson South Western.







[1] Menurut BPS,  Industri kecil adalah industri yang memiliki jumlah tenaga kerja antara 5 – 19 orang dan industri menengah adalah industri yang memiliki tenaga kerja antara 20 – 100 orang.
[2] Kekuatan  UKM adalah padat karya, hanya membutuhkan pendidikan yang rendah, produk bernuansa kultur lingkungan, menggunakan bahan baku di sekelilingnya dan cukup menggunakan modal sendiri. Sementara beberapa kelemahan UKM adalah dalam bidang permodalan, kewirausahaan, keterbatasan teknologi, SDM, Bahan baku dan pemasaran produk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar