Pemerataan
Kesempatan Memperoleh Pendidikan di Daerah
(Analisis
Aksesibilitas Pendidikan bagi Masyarakat Desa Terpencil
di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi
Banyuasin)
Oleh:
Ketua: Zailani Surya Marpaung, S.Sos., MPA
Anggota: Dwi Mirani, S.IP
Abstrak
This research will raise the issue
of education in remote areas particularly in districts
Bayung Lencir, Musi Banyuasin extremely
limited access.
The method used in this study is a qualitative research method,
but did not rule out using methods
that are used by
the quantitative research.
In the explanatory method researchers used descriptive approach, which
aims to describe certain phenomena in a more concrete
and detailed.
Purpose of this study was to conduct a study analyzing the accessibility of education for isolated rural communities in
Sub District Musi Banyuasin Bayung Lencir
with identifying actors
involved, the policy has been implemented policies
and participation of rural remote village.
Results showed that the accessibility of
education is felt necessary
for the whole community Musi Banyuasin
particularly Bayung Lencir society depends on
two things namely the existence of
the organizers as the provider of services and the public as service
users
A. PENDAHULUAN
Hasil
penelitian World Development Report tahun 2008 menunjukan
bahwa akses rakyat miskin dalam pelayanan publik di Indonesia masih
sangat rendah. Pemimpin Ekonom Kelompok Riset Perkembangan Ekonomi Bank Dunia
Jeffrey S Hammer dan Ekonom Senior Pelayanan Publik untuk Pengembangan SDM Bank
Dunia Deon Filmer mengatakan, akses masyarakat yang sangat rendah terhadap jasa
pelayanan publik yang sulit dijangkau masyarakat miskin ini antara lain
pendidikan, jasa kesehatan, dan air bersih. Rendahnya aksesibilitas pada
layanan publik itu merupakan penyebab sulitnya Indonesia bebas dari kemiskinan.
Seperti diketahui sebagian besar keadaan ekonomi
rakyat Indonesia masih tergolong ekonomi kurang mampu. Mulai Inpres Nomor 10 tahun 1971
tentang pembangunan sekolah dasar dan Inpres, selanjutnya negeri ini telah berusaha memberikan
pendidikan yang mudah dan murah untuk anak bangsanya. Puluhan ribu gedung
sekolah dasar telah dibangun dan puluhan ribu guru dipersiapkan untuk
memberikan pemerataan kesempatan belajar untuk jenjang sekolah dasar dan dapat
dilaksanakan dengan murah. Semua golongan masyarakat dapat memanfaatkan
pendidikan dengan biaya yang murah. Dengan adanya perubahan pola fikir masyarakat terhadap
pendidikan sekarang ini, seharusnya diikuti dengan perubahan pelayanan pendidikan
yang dilaksanakan oleh pemerintah, peningkatan aksesibilitas pendidikan bagi
warga negara merupakan suatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 49 ayat 1
menetapkan bahwa Anggaran pendidikan sebesar dari 20 persen dari Anggaran
Pendapatan Belanja Negara hal ini akan berdampak positif kepada dunia
pendidikan di indonesia. Harapan untuk meningkatkan aksesibilitas pendidikan
akan mudah terwujud dengan baik dari anggaran yang akan dikucurkan.
Penilaian kualitas pelayanan publik di Propinsi
Sumsel dapat dilihat pada hasil Governance Assesment Survey (GAS) 2009 memperlihatkan
beberapa indikator penting. Secara umum aksesibilitas masyarakat masih rendah
terhadap berbagai jenis pelayanan publik, kondisi ini semakin buruk bagi kaum
miskin, karena akses mereka terhadap pendidikan, kesehatan, administrasi
kependudukan, dan modal pada umumnya rendah, sementara pelayanan dasar inilah
yang akan mampu memperbaiki nasib mereka, dapat dilihat berdasarkan hasil
survei yang dirangkum dalam tabel berikut;
Tabel Kualitas Pelayanan Publik bagi
Penduduk Miskin
Propinsi
Sumsel tahun 2009
Kriteria
|
Indikator
|
Pendidikan
|
Kesehatan
|
Administrasi
kependudukan
|
Permodalan
|
Aksesibilitas
|
Rendah
|
47,78
|
50,00
|
48,89
|
63,33
|
Tinggi
|
11,11
|
7,78
|
44,44
|
8,89
|
|
Biaya Pelayanan
|
Murah
|
11,11
|
8,89
|
-
|
-
|
Mahal
|
52,22
|
57,78
|
-
|
-
|
|
Prosedur
Pelayanan
|
Sulit
|
32,22
|
32,22
|
-
|
-
|
Mudah
|
14,44
|
14,44
|
-
|
-
|
|
Kapasitas SDM
|
Rendah
|
58,87
|
52,22
|
-
|
-
|
Tinggi
|
8,89
|
14,44
|
-
|
-
|
Sumber; diolah dari data GAS 2009.
Dari data diatas dapat dilihat bebarapa hal
seperti mahalnya biaya dan sulitnya prosedur termasuk buruknya pelayanan kepada
penduduk miskin, menurut GAS 2006 salah satu disebabkan APBD Sumsel lebih
mengedepankan kepentingan kalangan pejabat birokrasi dan anggota DPRD, daripada
kepentingan publik. Kemampuan aparatur pemerintah dalam menyelenggarakan
berbagai pelayanan publik, baik di bidang pendidikan, kesehatan, maupun
investasi, dalam penilaian pemangku kepentingan tergolong rendah. Temuan bahwa
kualitas SDM penyelenggara pelayanan pendidikan dinilai lebih rendah dari pada
pelayanan Kesehatan.
Otonomi
daerah membawa dampak yang cukup signifikan dalam dunia pendidikan di Kabupaten
Musi Banyuasin, dengan dikeluarkannya peraturan
Bupati Musi Banyuasin tahun 2008 tentang rencana Pembangunan Jangka Menengah
yang memuat tentang Rencana
pembangunan sektor pendidikan meliputi; peningkatan akses masyarakat terhadap
pendidikan melalui peningkatan sarana prasarana, manajemen pendidikan dan
peningkatan kualitas SDM.
Pembangunan
daerah yang cukup pesat di Kabupaten Musi Banyuasin menempatkan
pendidikan sebagai pos terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sekitar 20
Persen dari total 2,1 Triliun dengan anggaran sebesar itu mampu untuk
meningkatkan aksesibilitas pendidikan bagi seluruh masyarakat Musi Banyuasin
secara keseluruhan.
Alokasi yang cukup besar tersebut dilaksanakan
dengan berbagai program mulai dari membangun sekolah-sekolah dasar,
pengembangan sistem pendidikan antara lain pembebasan uang SPP sejak tahun
2004, pembelian buku pelajaran, pendirian pustaka sekolah sampai pemberian bea
siswa kepada murid berprstasi, keinginan Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin
meningkatkan tingkat Pendidikan secara fisik maupun nonfisik cukup luar biasa. Hampir di seluruh desa di
Kabupaten Musi
Banyuasin sudah memiliki sekolah dasar dan Madrasah Diniah
Awaliyah (MDA) sebagai penunjang pelaksanaan Program Wajib Belajar Sembilan
tahun. Sejalan dengan amandemen Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 49 ayat
1 yang menetapkan anggaran sekitar 20
pesen dari Anggaran pendapatan Belanja, Kabupaten Musi Banyuasin
Sudah Memulai melaksanakan ketentuan tersebut. Semua itu ditujukan untuk
meningkatkan aksesibilitas pendidikan bagi masyarakat Musi Banyuasin
secara keseluruhan.
Perkembangan kemajuan tersebut menyisakan masalah
yang cukup menyesakkan bagi kaum marginal yang berada di hampir setiap
Kecamatan termasuk Kecamatan Bayung Lencir terutama daerah terpencil. untuk di
daerah terpencil masyarakat ditemukan terabaikan yang disebabkan jauhnya lokasi
desa terpencil tersebut.
Aksesibilitas pendidikan yang berusaha di tawarkan
oleh Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin dilakukan dengan berbagai program
pendidikan seperti pembebasan SPP, pengadaan buku dan sarana prasarana serta
manajemen pendidikan yang makin membaik diharapkan mampu untuk merubah paradigma
yang nantinya akan menuju kepada kehidupan yang penuh kesejahteraan bagi
mereka. Dengan keterbatasan yang ada, setidaknya mereka memiliki kemampuan
untuk menfaatkan peluang, kesempatan yang mereka miliki untuk memaksimalkan
akses pendidikan yang disediakan pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin.
Adanya permasalahan Pendidikan
bagi masyarakat daerah terpencil ini membuat peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai aksesibilitas pendidikan bagi masyarakat terpencil di Kecamatan Bayung
Lencir sebagai tema kajian penelitian dengan permasalahan yang ada dan
Kecamatan Bayung Lencir Sebagai Objek Penelitian.
B.
Bahan dan Metode Penelitian
b.1. Bahan
Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuisioner, daftar wawancara dan data
dokumentasi berupa peraturan sebagai bahan pembanding, dan studi pustaka.
b.2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, akan
tetapi tidak menutup kemungkinan menggunakan cara-cara
yang digunakan oleh penelitian secara kuantitatif. Dalam metode eksplanasi
peneliti menggunakan pendekatan deskriftif, yang bertujuan menggambarkan
fenomena tertentu secara lebih konkrit dan terperinci. “Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu Pengamatan,
wawancara dan menelaah Dokumentasi.
C. Hasil dan Pembahasan
c.1. Kebijakan Pemerintah
terhadap Akses Pendidikan di
Kecamatan Bayung Lencir.
c.1.1 Gambaran Umum Pendidikan di
Kecamatan Bayung Lencir
Kecamatan Bayung Lencir sebagai salah satu Kecamatan
di Kabupaten Musi Banyuasin mengadopsi kebijakan-kebijakan yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin
untuk melaksanakan program pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang layak
di wilayah kerjanya. Kecamatan Bayung
Lencir berdasarkan data Kecamatan Bayung Lencir dalam angka menjelaskan bahwa
untuk anak yang terdapat sekitar 38,6 % yang
belum tamat Sekolah dasar sedangkan yang tamat Sekolah Dasar sekitar 20,9 %, sedangkan yang tamat SMP berkisar
20,8 % dan tamat SMU terdapat sekitar 15,07 %
Berdasarkan kondisi diatas dapat kita jelaskan
bahwa kondisi pendidikan di Kecamatan Bayung Lencir sangatlah tertinggal
dibandingkan dengan daerah lain yang cukup maju dunia pendidikannya.
Keterbelakangan ini disebabkan sebagian besar karena faktor ekonomi masyarakat
yang masih bisa dkategorikan rendah tak sebanding dengan kebutuhan yang makin
banyak dengan harga yang cukup mahal. Sehingga banyak mereka menjatuhkan
pilihan untuk tidak bersekolah atau hanya sekedar bisa membaca dan tidak
melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi lagi.
Pada tahun 2009 di Kecamatan Bayung
Lencir tercatat jumlah Sekolah Dasar terdapat 5 SDN dan 3 SD swasta. Dengan 107
kelas untuk SDN dan 24 kelas untuk SDS. Dengan jumlah murid secara keseluruhan
sekitar 4108 siswa SD negeri dan 291 untuk SD Swasta. sedangakan untuk tingkat
sekolah menengah antara lain untuk tingkat SMP di Kecamatan Bayung Lencir ada 1
buah SMP negeri dan 4 buah Mts setingkat SMP dengan fasilitas 51 kelas dengan
jumlah siswa 921 untuk siswa SMP negeri dan 707 siswa untuk Mts. Sedangankan
SMA hanya 1 buah yang Negeri dan 2 SMA swasta serta Madrasah Aliyah dan Pondok Pesantren ada 4 buah
dengan fasilitas belajar ada 31 kelas dengan jumlah murid 401 siswa SMA Negeri dan
418 siswa untuk SMA swasta serta 293
siswa untuk Madrasah Aliyah.
c.1.2 Arah kebijakan
pendidikan
Dalam rangka mewujudkan mutu
pendidikan arah kebijakan pendidikan Kecamatan Bayung Lencir mengacu pada
Peraturan Daerah Kabupaten Musi Banyuasin Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2005-2025. Yaitu;
- Menyelenggarakan
Wajib belajar 12 Tahun untuk mewujudkan pemerataan pendidikan yang
bermutu di Kabupaten Musi Banyuasin dalam memenuhi hak dasar sebagai
warga negara.
- Berusaha
menurunkan secara signifikan jumlah penduduk yang buta aksara melalui
peningkatan intensifikasi perluasan akses dan kualitas penyelenggaraan
pendidikan keaksaraan fungsional yang didukung dengan upaya penurunan
angka putus sekolah, khususnya pada kelas-kelas awal jenjang Sekolah
Dasar/MI atau yang sederajat.
- Mengembangkan
budaya baca untuk menghindari buta aksara kembali (relapse iliteracy), dan menciptakan masyarakat belajar.
- Meningkatkan
perluasan dan pemerataan pendidikan menengah jalur formal dan nonformal
baik umum maupun kejuruan untuk mengantisipasi meningkatnya lulusan
sekolah menengah pertama sebagai dampak dari pelaksanan Wajar 9 Tahun.
- Meningkatkan
penyediaan tenaga kerjalulusan pendidikan menengah yang berkualitas
dengan menguatkan relevansi
pendidikan menengah dengan kebutuhan tenaga kerja.
- Meningkatkan
perluasan dan mutu pendidikan tinggi termasuk menyeimbangkan dan
menyerasikan jumlah da jenis program stdi yang disesuaikan dengan
tuntutan kebutuhan pembangunan dan untuk menghasilkan lulusan ynag
memenuhi kebutuhan pasar kerja.
- Meningkatkan
perluasan pendidikan usia dini dalam rangka membina, menumbuhkan dan
mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal.
- Menyelenggarakan
pendidikan non formal yang bermutu untuk memberikan pelayanan pendidikan
kepada warga masyarakat yang tidak terpenuhi kebutuhan pendidikannya
melalui jalur formal terutama bagi masyarakat yang tidak pernah sekolah
atau buta aksara , putus sekolah dan warga masyarakat lainnya.
- Menyelenggarakan
pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan
dalam memperoleh proses pembelajaran, karena adanya kelainan fisik,
emosional, mental, sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa.
- Mengembangkan
kurikulum baik nasional maupun lokal yang disesuaikan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan, tekhnologi, budaya dan seni serta perkembangan global,
regional, nasional dan lokal termasuk pengembangan kinestika dan
integrasi pendidikan kecakapan hiduo untuk meningkatkan etos kerja dan
kemampuan kewirausahaan peserta didik.
- Mengembangkan
pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan multikultural guna menumbuhkan
wawasan kebangsaan dan menyemaikan nilai nilai demokrasi dengan
memantapkan pemahaman nilai pluralisme, toleransi dan inklusif dalam
rangka meningkatkan daya rekat sosial masyarakat.
- Memantapkan
pendidikan budi perkerti dalam rangka pembinaan akhlak mulia termasuk
etika dan estetika sejak dini dikalangan peserta didik dan pengembangan
wawasan kesenian, kebudayaan dan lingkungan hidup.
- Menyediakan materi
dan peralatan pendidikan (teaching
and learning materials) terkini baik yang berupa materi cetak sepeti
buku pelajaran maupun yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi
dan alam sekitar.
- Meningkatkan
jumlah dan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan lainnya serta
meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi pendidik agar
lebih mampu mengembangkan kompetensinya dan mengembangkan komitmen mereka
dalam melaksanakan tugas pembelajaran.
- Pengembangan
teknologi informasi dan komunikasi dibidang pendidikan berbagai ilmu
pengetahuan, alat bantu pengajaran, fasilitas pendidikan, standar
kompetensi, penunjang administrasi pendidikan, alat bantu manajemen serta
pendidikan dan infrastruktur pendidikan.
- Mengembangkan
sistem evaluasi, akreditasi dan sertifikasi termasuk sistem pengujian dan penilaian pendidikan
dalam rangka mengendalikan mutu pendidikan nasional pada satuan
pendidikan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan, serta
evaluasi terhadap penyelenggara pendidikan ditingkat Kecamatan.
- Menyempurnakan
manajemen pendidikan dengan meningkatkan otonomi pendidikan kepada satuan
pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan secara efektif dan efesien,
transparan, bertanggung jawab, akuntabel serta partisifatifyang dilandasi
oleh standar pelayanan minimal serta meningkatkan relevansi pembelajaran
dengan lingkungan setempat.
- Meningkatkan
peran serta masyarakat dalam pembangunan pendidikan termasuk didalamnya
pembiayaan pendidikan, penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat serta
peningkatan mutu layanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan
dan evaluasi program pendidikan.
- Meningkatkan penelitian dan pengembangan pendidikan untuk penyusunan
kebijakan program dan kegiatan pembangunan pendidikan dalam rangka
meningkatkan kualitas, jangkauan (akses) dan kesetaraan pelayanan, efektivitas
dan efesiensi manajemen pelayanan pendidikan termasuk mendukung upaya
menuju wajib belajar 12 tahun.
c.1.3 Upaya peningkatan akses pendidikan
Pemerintah Kabupaten
Musi Banyuasin memprioritaskan pendidikan sebagai hal yang paling utama dengan
menggelontorkan anggaran yang sangat besar dari anggaran Pendapatan Belanja
Daerah, hal ini terwujud dengan adanya program penghapusan SPP, Pembangunan
sarana pendidikan, kesejahteraan guru, dan penunjang pengembangan SDM lainnya. program
yang dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin antara lain: Program pendidikan anak usia dini, Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun,
Program Pendidikan Menengah, Program
peningkatan mutu Pendidikan Tinggi, Program Pendidikan Non Formal, Program peningkatan
mutu pendidik dan tenaga kependidikan, Program pengembangan budaya baca dan
pembinaan perpustakaan, Program peningkatan mutu pengembangan pendidikan, Program
manajemen pelayanan pendidikan, dan Program pendidikan luar biasa.
c.2. Analisis Aksesibilitas
Pendidikan
bagi Masyarakat Desa Terpencil di Kecamatan Bayung Lencir
c.2.1. Kebijakan pembiayaan Pendidikan
Dalam kebijakan anggaran Kabupaten Musi Banyuasin
menempatkan sebagai prioritas terbesar dalam pelaksanaan Pengembangan SDM,
untuk anggaran sektor pendidikan dianggarkan lebih dari 20 % seperti yang
diamanatkan oleh Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 menjelaskan bahwa APBD harus menyediakan Anggaran Minimal 20% dari
anggaran yang disediakan untuk sektor pendidikan, Kabupaten Musi Banyuasin
merencanakan investasi di sektor pendidikan sekitar 1.014,34 juta rupiah ( 1,01
trilyun) dalam kurun waktu 2005-2015 atau rata rata sekitar lebih dari 20%
setiap tahunnya. Penggunaan anggaran
yang cukup besar tersebut untuk dapat meningkatkan akses pendidikan bagi
masyarakat secara keseluruhan termasuk masyarakat desa terpencil.
Dalam Kegiatan Pembangunan Pendidikan
di Kecamatan Bayung Lencir selain meliputi kegiatan pembangunan Fisik juga dilakukan
kegiatan non fisik. Untuk kegiatan fisik meliputi penyediaan sarana prasarana
bangunan, laboratorium pustaka, dan prasarana lain yang menunjang pembelajaran
sedangkan kegiatan non fisik meliputi penyediaan alat alat pembelajaran, buku
buku dan lain sebagainya. Dalam kegiatan belajar mengajar
Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin juga menganggarkan Bantuan Dana rutin
yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan Sekolah. Operasional tersebut
digunakan sepenuhnya untuk membiayai kegiatan operasional seekolah seperti
perawatan sekolah, penyediaan bahan belajar mengajar, alat tulis kantor dan
lain sebagainya.
Ada beberapa persepsi sekolah tentang
penggunaaan dana Batuan Operasional yang datangnya dari APBD maupun Dari APBN.
Anggaran yang telah dipatokan hanya digunakan untuk kepentingan sekolah dalam
belajar mengajar menempati porsi terbesar yaitu 45% untuk kesejahteraan dan
honor guru sekitar 30% untuk Konsumsi Guru 12% untuk Rehab Ringan sebesar 6 %
untuk kegiatan Siswa sekitar 5% dadn untuk lagganan Daya dan Jasa sekitar 2 %.
Tabel
Dana Bantuan Operasional
Sekolah
Pada
Pendidikan dasar Kec.Bayung Lencir tahun 2008
Satuan
Pendidikan
|
Jumlah
Siswa
|
Jumlah
Dana BOS Siswa/ Thn (Rp)
|
Total Dana / Tahun (Rp)
|
Sumber Dana
|
SD
|
4469
|
254.000,-
|
1.135.116.000,-
|
APBN
|
132.000,-
|
589.908.000,-
|
APBD
|
||
SMP
|
921
|
354.000,-
|
326.034.000,-
|
APBN
|
156.000,-
|
143.676.000,-
|
APBD
|
||
MTs
|
707
|
354.000,-
|
250.278.000,-
|
APBN
|
156.000,-
|
110.292.000,-
|
APBD
|
||
JUMLAH
|
-
|
2.555.304.000,-
|
-
|
Sumber : Data Olahan UPTD Dinas
Pendidikan Kec.Bayung Lencir 2008
Dalam kegiatannya dana BOS digunakan
untuk membantu siswa yang kurang mampu untuk membiayai sekolah dan tidak digunakan
untuk bangunan sekolah. Penggunaan dana BOS digunakan untuk membantu
meningkatkan Aksesibilitas masyarakat yang tidak mampu untuk memperoleh
pendidikan yang layak selama wajib belajar 9 tahun.
Di Kecamatan Bayung Lencir khususnya di sekolah
sekitar lingkungan Masyarakat Desa Terpencil Penggunaan Dana BOS bisa dikatakan
sudah berjalan dengan baik akan tetapi pengunaan itu banyak yang kurang tepat
sasaran walaupun sudah dimusyawarahkan dengan Komite sekolah anggaran untuk
siswa sangatlah sedikit sekali dibandingkan dengan anggaran yang digunakan untuk
keperluan lainnya. Penggunaan anggaran
Dana BOS dan Dana Rutin dilakukan dengan pembagian porsi di setiap pengeluaran
yang dilakukan.
c.2.2 Program Peningkatan Aksesibilitas Pendidikan Bagi Masyarakat Desa
Terpencil
Peningkatan Aksesibilitas pendidikan
di Kabupaten Musi Banyuasin secara umum dan secara Khusus di Kecamatan Bayung
Lencir dilakukan dengan berbagai Program yang saling
mendukung seperti program pembebebasan SPP dari Sekolah Dasar
sampai ke Sekolah Menengah Atas, Program Penyediaan Buku teks Pelajaran,
Program pendidikan Luar Sekolah, Penyesuaian Kurikulum yang berbasis
masyarakat.
c.2.3.Sumber Daya Pendidikan sebagai Penunjang Akses
Pendidikan
Dalam Pembangunan Dunia pendidikan selain Anggaran kita juga membutuhkan
sumber daya Pendidikan yang dapat menunjang akses Pembangunan Dunia pendidikan
tersebut. Sumber Daya pendidikan minimal yang harus dimiliki adalah Sumber Daya
manusianya dan Sarana Prasarana yang menunjang Pembangunan Pendidikan tersebut.
- Sumber Daya Manusia Pendidik.
Perkembangan yang terjadi guru-guru di Kecamatan Bayung Lencir sangatlah terbatas
dan banyak yang tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan
untuk mengajar di suatu lembaga pendidikan. perlunya peningkatan kualitas guru
hal itu akan sangat berarti dalam meningkatkan pendidikan secara keseluruhan. Berikut Kondisi guru di Kecamatan
Bayung Lencir di sekolah lingkungan Masyarakat desa terpencil.
Tabel
Kondisi Guru Kecamatan Bayung Lencir
(dilingkungan masyarakat desa tertinggal)
Desa
|
Guru PNS
|
Guru Honor
|
Jumlah Guru
|
1. Muara Merang
2. Mangsang
|
3
5
|
8
11
|
11
16
|
2. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Sarana
pendidikan yang ada di Kecamatan
Bayung Lencir sangat terbatas
sekali, untuk buku berdasarkan hasil observasi hampir 80% sekolah sudah
memiliki buku teks pembelajaran, akan tetapi hanya sedikit sekali sekolah yang
mempunyai buku tambahan diluar buku teks pelajaran yang dimiliki oleh sekolah. Selain
buku pelajaran keterbatasan Media belajar berupa Terbatasnya ketersediaan
Komputer, Over head Proyektor (OHP) dan alat peraga lainnya. membuat guru hanya
menggunakan metode “chalk and Talk”
(tulis dan tutur), sehingga siswa hanya mengerti dengan mengembangkan
imajinasinya (kognitif) akan tetapi kemampuan mengenal langsung atau praktek
sangat jauh dari yang diharapkan. Gedung sekolah yang merupakan prasarana yang
harus ada di setiap lembaga pendidikan haruslah tersedia dengan layak huni dan
belajar di dalamnya.
Selain sarana dan prasarana pendidikan Prasarana
penunjang lainnya sangat mendukung dalam proses aksesibilitas pendidikan di Kecamatan Bayung Lencir Khususnya juga di lingkungan masyarakat desa terpencil. Seperti listrik, akses informasi dan telekomunikasi, televisi,
tidak tersedia dengan cukup baik.
Selain itu, kondisi jalan yang sangat berantakan cukup menghambat
akses masyarakat untuk mencapai lokasi pendidikan. masih ada siswa yang pergi
sekolah dengan menggunakan perahu seperti pada gambar. 2 untuk menjangkau
sekolah mereka
3. Responsivitas penyelenggara terhadap masyarakat desa
terpencil
Melihat
kondisi di Kecamatan Bayung Lencir hal yang terjadi sekolah sudah cukup baik
menjalankan komunikasi dengan pihak masyarakat akan tetapi komunikasi yang
dibangun hanya sebatas hubungan sekolah dengan Komite sekolah yang merupakan
syarat wajib yang harus ada di setiap sekolah. Masyarakat hanya bertemu dengan
pihak sekolah ketika mengambil rapor
bagi siswa saja. Dalam merumuskan kebijakan sekolah komite jarang sekali
dilibatkan. Komunikasi
yang baik antara masyarakat dengan sekolah terlihat ketika sekolah mengadakan
kegiatan sekolah seperti yang terjadi pada kegiatan hari guru di sekolah sekolah
hampir seluruh sekolah sekolah dilingkungan masyarakat desa terpencil
mengikutsertakan masyarakat dalam setiap kegiatan perayaan disekolah mereka.
Selain
membangun komunikasi, informasi tentang penyelenggaraan pendidikan juga
dirasakan perlu, masyarakat perlu mendapatkan dan memberikan informasi yang
menjadi masukan dan kajian kepada sekolah. Hampir 85 % sekolah tidak mempunyai
sarana penyampaian informasi kepada orang tua wali murid tentang perkembangan
pendidikan putra mereka, dan hampir semua sekolah juga tidak memiliki kotak
saran, maupun layanan pengaduan dari masyarakat
c.3 Prilaku dan Kemampuan Masyarakat Desa Terpencil dalam Aksesibilitas Pendidikan
c.3.1 Persepsi masyarakat desa terpencil terhadap
pendidikan
Masyarakat desa terpencil mempunyai
persepsi yag berbeda beda terhadap sekolah hal ini ditemui di beberapa informan
yang berbeda beda latar belakang sosial ekonominya mereka cenderung menempatkan
pendidikan sebagai investasi jangka panjang akan tetapi masyarakat desa
terpencil yang mempunyai ekonomi yang agak lemah menganggap hanya bisa
memanfaatkan kebutuhan akan pendidikan mumpung disediakan gratis oleh Kabupaten
Musi Banyuasin. Masyarakat desa terpencil biasanya mengejar target pendidikan secara
lateral dengan arti kata pendidikan yang didapat anak-anak mereka hanyalah untuk memasuki dunia kerja
secara langsung sesuai dengan pendidikan yang di dapatinya. Pendidikan bagi masyarakat desa terpencil bukanlah
suatu kewajiban dan lebih banyak diikuti oleh laki-laki ketimbang perempuan. Keadaan ini di dukung dengan budaya patrelinial yang mengangap kaum laki
laki lebih dominan disegala sektor dibanding dengan kaum perempuan.
c.3.2 Faktor yang mempengaruhi Motivasi masyarakat desa
terpencil mengakses pendidikan.
Aksesibilitas pendidikan sangat tergantung
dengan motivasi masyarakat terhadap pendidikan itu sendiri yang dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti, keharusan bekerja untuk membantu orang tua,
kebudayaan, dan akses untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.
c.3.3 Kemampuan masyarakat desa terpencil dalam
pembiayaan pendidikan
Walaupun SPP telah digratiskan oleh Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin
mulai dari sekolah Dasar sampai Dengan sekolah Menengah keatas masyarakat hanya
mampu untuk menyekolahkan anak mereka sebatas sekolah dasar saja. Hal ini
karena keterbatasan ekonomi yang dimiliki mereka. Penghasilan yang mereka dapatkan hanya untuk makan sehari-hari untuk biaya tambahan
dirasakan sangat sulit bagi mereka. Kondisi penghasilan keluarga seperti ini membuat mereka
menempatkan pendidikan sebagai kebutuhan yang tidak wajib bagi masyarakat
mereka, walaupun dilapangan ditemukan beberapa orang yang berfikiran agak maju
menempatkan pendidikan sebagai hal yang penting tapi jumlahnya relatif kecil sekali.
D.
Kesimpulan
Aksesibilitas pendidikan yang dirasakan perlu bagi
seluruh masyarakat Musi Banyuasin khususnya masyarakat Bayung Lencir sangat
tergantung pada dua hal yaitu adanya pihak penyelenggara sebagai pihak penyedia
layanan dan pihak masyarakat sebagai pengguna layanan. Hal ini dapat kita simpulkan bahwa aksesibilitas
yang disediakan oleh pemerintah meliputi berbagai hal antara lain:
a.
Penyelenggaraan Pendidikan yang berorientasi pada
peningkatan aksesibilitas Pendidikan meliputi beberapa hal antara lain; Kebijakan Pembiayaan
pendidikan, Program peningkatan aksesibilitas pendidikan bagi masyarakat desa
terpencil, sumber daya pendidikan dan Responsivitas penyelenggara pendidikan
bagi masyarakat desa terpencil;
b. Prilaku dan Kemampuan Masyarakat dalam
Aksesibilitas pendidikan,
meliputi persepsi masyarakat terhadap pendidikan, faktor yang mempengaruhi
motivasi masyarakat untuk memperoleh pendidikan dan kemampuan masyarakat dalam
pembiayaan pendidikan.
E.
Daftar Pustaka
Azra, Azyumardi. 2002, Paradigma Baru Pendidikan
Nasional, Rekontruksi
dan Demokrasi, kompas. Jakarta
Danim, Sudarwan, 2004, Ekonomi Sumber Daya Manusia, Pustaka
Setia, Bandung.
Dwiyanto, Agus (Editor), 2005, Mewujudkan
Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Dwiyanto, Agus, 2002, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Pusat Studi Kpendudukan
dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Hasbullah, 2006, Otonomi Pendidikan,
Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Jalal, Fasli dan Supriadi, 2001, Reformasi Pendidikan dalam Konteks
Otonomi Daerah, Adicita
Karya Nusa, Yogyakarta.
Juliantara, Dadang, 2005, Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Dalam Pelayanan Publik, Pembaruan,
Yogyakarta
Mastuhu, 2003, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional
dalam Abad 21, Safiria Insania
Press,Yogyakarta
Mahmudi, 2005, Manajemen
Kinerja Sektor Publik, Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.
Nawawi, Hadari, 2005, Metode
Penelitian Bidang Sosial,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Subasono, AG, 2005. Analisis
Kebijakan Publik. Konsep, Teori dan Aplikasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Sukardi, MS, 2006, Penelitian Kualitatif Naturalistik dalam
Pendidikan, Usaha
Keluarga, Jogjakarta
Tilaar,
H.A.R, 2006, Standardisasi Pendidikan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta
Widodo, Joko, 2001, Good Governance telaah dari dimensi
Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada era Desentralisasi dan Otonomi Daerah,
Insan Cendikia, Surabaya
Winarno, Budi, 2002, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media Pressindo, Yogyakarta.
PERUNDANG-UNDANGAN:
1.
Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945
2.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
3.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen.
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
5.
Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi
6.
Permendiknas
Nomor. 23/2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan Satuan Pendidikan,
7.
Keputusan Mendiknas Nomor 44/U/2002
tentang Pembentukan
Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah.
SUMBER LAIN:
Kompas, edisi Selasa, 23 September 2003, Bank Dunia: Akses Pelayanan
Publik di Indonesia Rendah
Kompas, edisi Kamis, 05 Agustus 2004, Kemiskinan dan Kesempatan Memperoleh Pendidikan
Kompas, edisi Kamis, 09 November 2006, Watak Politik-Pendidikan Pemerintah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar