ADOPSI MERUPAKAN
SOLUSI BAGI
ANAK JALANAN
DALAM PRESPEKTIF HAM
Oleh : Widyo Basuki*)
ABSTRACT
Protection
and prosperity of children rights have been included in various existing law
and regulations. However, the numbers of children that can not go to school
still increase since the shortcoming of financial and facilities for school
education in many areas Indonesia. Therefore, it’s important to know whether
the problems of children who loss their chance for education is a political
strategy to grow urban society environment to get the attention of a group of
life of middle society towards impecunious society remaining urban, adoption of
is a solution for public road children to overcome the needs of education
chance in perspective of human rights.
Key Words
:Protection,
Prosperity and Children Rights.
ABSTRAK
Berbagai
peraturan perundang-undangan yang ada perlindungan dan kesejahteraan anak telah
terkaver akan tetapi disisi lain nampak pada kasat mata mengenai penggalangan
di sektor swadaya pendidikan guna menanggulangi perkembangan populasi kehidupan
anak jalanan yang kian hari makin bertambah, maka timbul suatu pertanyaan
apakah ini suatu strategi politik untuk saling menjatuhkan lawan politiknya
atau murni tumbuh di lingkungan masyarakat perkotaan hanya ingin mendapatkan
perhatian sekelompok kehidupan masyarakat menengah keatas terhadap masyarakat
miskin yang tinggal diperkotaan, untuk mengatasi hal ini adopsi merupakan
solusi bagi anak jalanan bagi prespektif HAM.
Kata kunci
:Perlindungan,
Kesejahteraan dan Hak Anak
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gejolak kehidupan bernegara dewasa ini masih menyelimuti gemuruhnya
suasana demokrasi untuk menentukan siapa sebagai calon pemimpin bangsa, dimana
masyarakat menengah ke bawah terpengaruh adanya kenaikan harga bahan pangan yang kian melambung, pengaruh terhadap
masyarakat di kalangan petani didorong oleh
merebaknya isu positif dikalangan usahawan yang mendorong perekonomian
sehingga pergolakan politik tidak menimbulkan kekerasan sehingga pengaruhnya
terhadap masyarakat dapat memikat investasi local maupun asing untuk menanamkan
modalnya.
Sebagai alat pemicu pertumbuhan ekonomi di Indonesia, kesatuan visi dan
misi suatu bangsa dimasa kini dan masa yang akan datang, perlu diciptakan,
untuk itu diperlukan adanya strategi kebijakan dalam pembangunan perekonomian
secara nasional jangka pendek hal ini dapat mempengaruhi pertumbuhan
perekonomian jangka panjang. Disisi lain dalam kehidupan masyarakat perkotaan
terdapat celah kehidupan yang sangat mempriatinkan dengan munculnya kehidupan
anak jalanan yang berkeliaran di persimpangan jalan, keramaian lalulintas yang
tidak memperhatikan keselamatan dirinya, bila dikaitkan dengan substansi
Peraturan Perundang-Undangan tentang Perlindungan dan Kesejahteraan Anak dalam
Pasal 37. pasal 39 ayat 4, Pasal 43 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perbedaan yang sangat menonjol
pembangunan secara fisik tidak diimbangi dengan pembangunan moral bangsa akan
berakibat rusaknya fundamen tatanan kehidupan didalam masyarakat itu sendiri.
Pendidikan di lintas sektoral perlu ditingkatkan guna mengangkat citra bangsa
didunia Internasional bahwa kebangkitan suatu bangsa ditandai dengan pedulinya
masyarakat terhadap kehidupan anak jalanan yang kian hari makin bertambah.
Keberadaan anak jalanan menurut hasil Survey tahun 1999
ADB-Depsos-Universitas Atmajaya pada 12 kota diperkirakan kurang lebih 40.000
anak, dimana 48 % dari mereka merupakan pendatang baru dari hasil penelitiannya
12 % anak jalanan itu perempuan dari keseluruhan 60 % telah meninggalkan bangku
sekolah dan 20 % masih tinggal bersama orang tuanya.2)
Perlunya penggalangan di sektor swadaya pendidikan guna menanggulangi
perkembangan populasi kehidupan anak jalanan yang kian hari makin bertambah,
maka timbul suatu pertanyaan apakah ini merupakan strategi politik untuk saling
menjatuhkan lawan politiknya atau murni tumbuh di lingkungan masyarakat
perkotaan hanya ingin mendapatkan perhatian sekelompok kehidupan masyarakat
menengah ke atas terhadap masyarakat miskin yang tinggal di perkotaan, hal ini
perlu penelitian yang lebih cermat terhadap kehidupan anak jalanan tersendiri.
Dilingkungan masyarakat ekonomi ke bawah pada umumnya melibatkan anak-anaknya
untuk hidup di jalanan kondisi ini sangat memprihatinkan bila tidak
diperhatikan nantinya banyak menimbuilkan permasalahan baru, karena anak jalan
seharusnya menjadi beban negara khususnya pemerintah. Pandangan hidup
dikenmudian hari bagi anak jalanan tidak jelas keberadaannya baik dalam segi
status sosial anak itu sendiri. Banyaknya komunitas di kelompok masyarakat
mampu dan berpendidikan dan kelompok silibritis kurang peduli dengan kehadiran
anak jalanan berpotensial rawan.
B. Pokok Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, dalam pasal 26
sampai dengan pasal 28 UUD 1945 yang sudah di amandemen menjelaskan bahwa:
Bunyi pasal 26 ayat (1)
sebagai berikut: Yang menjadi
warganegara ialah orang–orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain
yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
Bila dikaitkan dengan Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 dengan dihadapkan pada
kondisi anak jalan itu sendiri uraian sebagai berikut :
(1) Cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(2) Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Menurut Hukum adat tentang anak angkat korelasinya dengan anak jalanan
yang perlu diadopsi dan di jadikan pokok
permasalahan yang akan dikaji dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Sejauhmana
substansi Peraturan Perundang-Undangan tentang Perlindungan dan Kesejahteraan
Anak dalam Pasal 37. pasal 39 ayat 4 Pasal 43 ayat 2 Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bila dikaitkan dengan
perlindungan terhadap anak jalanan.
2. Lebih Jauh
pantauan terhadap Undang-undang Hak Asasi Manusia No 39 Tahun 1999 Pasal 56
ayat 2, pasal 57 ayat 2 dan ayat 3. kompensasinya terhadap perlindungan anak
janan.
C. Metode Penelitian
Untuk menulis makalah ini penulis mempergunakan data yang terdiri dari
:
1. Sumber data.
a. Data Primer
Yakni data yang diperoleh
langsung dari sumber pertama antara lain responden adalah anak jalan yang
sehari-hari di KRL yang kurang mendapat perlindungan baik dari aparat petugas
maupun mayarakat sekitar dan hasil pengamatan dan wawancara guna memperoleh
data.
b. Data Sekunder
Data ini diperoleh dari
buku-buku, tulisan-tulisan, pendapat para ahli dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku sekarang ini kurang valid dan data ini diperoleh dengan cara
menggunakan studi melalui perpustakaan atau dokumen, artikel koran dan
internet.
2. Teknik analisa data.
Dalam hal ini penulis menggunakan
metode kualitatif diskriptif, yaitu menggambarkan keadaan obyektif dilapangan
yang dimaksud dengan metode ini adalah bahwa data yang terkumpul akan diolah
dan dihubungkan dengan isi, yang kemudian dianalisa dan diinterpretasikan atas
dasar cara berpikir yang deduktif dalam mendapatkan suatu kesimpulan dimana
disesuaikan dengan peraturan yang ada.
II. ANAK JALANAN DALAM PRESPEKTIF HAK ASASI MANUSIA
A. Perlindungan Bagi Anak Jalanan
Untuk melindungi warga negara sudah diatur dalam Bab X dari pasal 26
sampai dengan pasal 28 UUD 1945 yang sudah di amandemen menjelaskan bahwa:
Bunyi pasal 26 ayat (1) sebagai berikut: Yang menjadi warganegara ialah orang–orang
bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan
undang-undang sebagai warga negara.
Pendidikan diusia anak-anak merupakan kegiatan yang diharapkan oleh
semua orang tua, bangsa maupun negara akan tetapi bagaimana dengan pendidikan
terhadap anak jalanan yang tidak mengenal pendidikan, kegiatan yang digeluti
sehari-hari sangat mempriatinkan, Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan
sebagai berikut:
(1) Tiap-tiap warga negara
berhak mendapat pengajaran.
(2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu system pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.
Anak jalanan adalah bagian dari warga bangsa untuk itu perlu
perlindungan, karena keberadaan anak-anak tersebut bukan dari kemauannya akan
tetapi disebabkan oleh kondisi yang disebabkan kehidupan ekonomi orang tuanya
yang tidak cukup untuk kehidupan keluarganya, sebagai jaminan kelangsungan
hidupnya negara harus membantu mengentaskan kemiskinan sesuai pada bunyi pasal
34 menjelaskan sebagai berikut:
”Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara “
Seperti yang diungkapkan dalam Convention on the right of the
child (Perlindungan hukum
terhadap anak dalam konvensi hak-hak anak tahun 1989)
“States parties undertakes to ensure the child such protection and care as is necessary hor his orang her
well being, taking into account the rights and ducties of his orang her
parents, legal guardians, orang other individuals legally responsible for him
orang her, and, to this end, shall take all appropriate legislative and,
administrative measures.”3)
B. Perlindungan HAM Terhadap Anak.
Menurut perlindungan anak dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia tahun
1999 diatur dalam pasal 52 sampai dengan pasal 66, menurut pasal 56 menjelaskan
sebagai berikut :
“Ayat 1 setiap anak berhak
untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya
sendiri.”
“Ayat 2 dalam hal orang tua
anak tidak mampu membesarkan dan memelihara anaknya dengan baik dan sesuai
dengan Undang-Undang ini maka anak tersebut boleh diasuh atau diangkat sebagai
anak oleh orang lain sesuia dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Menurut Undang-undangan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak dalam pasal 14 menjelaskan sebagai berikut :
“Setiap anak berhak untuk
diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau hukum yang
sah menunjukan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak
dan merupakan pertimbangan terakhir.”
“Menurut pasal 16 ayat 1
setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,
penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.”
“Ayat 3 penagkapan,
penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai
dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.”
Anak menurut Undang-Undang dalam perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
“Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang sah”
Sebagai anak yang sah sudah pasti pendapat perlindungan sepenuhnya
dibawah asuhannya sendiri.
Menurut Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1974 Bab IX pasal 43 ayat 2 sebagai
berikut :
kedudukan ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur dalam peraturan
pemerintah
Menurut (Burgerlijk wetboek) Bab ke dua belas bagian ke satu
tentang anak-anak sah pasal 250 sebagai berikut:
“Tiap-tiap anak yang
dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si suami sebagai
bapaknya.”
Jadi pengertian anak kandung yaitu anak yang lahir dari perkawinan sah
antara ayahnya dan ibunya adalah anak kandung yang sah. Ada kemungkinan dalam
hidupnya ada seorang anak mengikuti ayahnya dan ibu yang melahirkannya, ada
kemungkinan hanya mengikuti ibu kandungnya tanpa ayah kandung, atau mungkin
juga mengikuti ayah kandungnya tanpa ibu kandung.4)
Menurut Undang-Undang Hak Asasi Manusia No 39 tahun 1999 diatur dalam
pasal 52 sampai dengan pasal 66, menurut pasal 56 dalam Perlindungan anak menjelaskan sebagai
berikut :
“Ayat 1 setiap anak berhak
untuk mengetahui siapa orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya
sendiri.”
“Ayat 2 dalam hal orang tua
anak tidak mampu membesarkan dan memelihara anaknya dengan baik dan sesuai
dengan Undang-Undang ini maka anak tersebut boleh diasuh atau diangkat sebagai
anak oleh orang lain sesuia dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Menurut Undang-undangan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak dalam pasal 14 menjelaskan sebagai berikut :
“Setiap anak berhak untuk
diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau hukum yang
sah menunjukan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak
dan merupakan pertimbangan terakhir.”
“Menurut pasal 16 ayat 1
setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,
penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.”
“Ayat 3 penangkapan,
penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai
dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.”
Jadi dalam mengatasi permasalahan perlindungan anak terlantar atau
fakir miskin dalam koridor anak jalanan dengan cara mengadopsi, cara ini juga
masih mempunyai kendala dalam pelindungannya, karena adanya interaksi antara
fenomena yang ada dan saling mempengaruhi. Maka untuk memperhatikan fenomena
yang relevan dalam peran perlindungan anak melalui adopsi, akan menimbulkan
akibat tersendiri dan jangan sampai menimbulkan akibat dikemudian hari, untuk
itu diperlukan suatu aturan perundangan yang jelas karena perlindungan anak
melalui adopsi banyak ragamnya sehingga tidak menimbulkan penyimpangan negatif
karena menyangkut masalah hak pewarisan.
B. Perlunya Adopsi Bagi Anak
Jalanan
Pengertian adopsi yaitu pengakatan anak berusia balita yang dimana
kondisi dalam kelangsungan hidupannya termasuk kondisi keluarga yang tidak
mampu karena salah satu orang tuanya meninggal dunia dan tingkat kehidupan
keluarganya l keluarga tidak mampu.
Menurut Hukum adat adopsi yaitu ambil anak, kukut anak, angkat anak
adalah suatu perbuatan hukum di dalam rangka hukum adat keturunan, bilamana
seseorang diangkat atau didudukan dan diterima dalam suatu posisi, baik biologis
maupun social, yang semula tak padanya. Atau untuk mengambil penulisan ter Haar
: “…. Bahwa dengan jalan suatu perbuatan hukum, dapatlah orang mempengaruhi
pergaulan-pergaulan yang berlaku sebagai ikatan biologis, dan tertentu dalam
kedudukan sosialnya;
Contoh :
Kawin ambil anak atau inlifjhuwelijk. Kedudukan yang dimaksud membawa
dua kemungkinan :
a. Sebagai anak,
sebagai anggota keluarga melanjutkan keturunan, sebagai ahli waris (yuridis)
b. Sebagai anggota
masyarakat )social dan menurut tata cara adat, perbuatan adopsi itu pasti
dilakukan dengan terang atau tunai.
Haar disini bisa diterjemahkan sebagai berikut : Pertama-tama harus
dikemukakan anak yang diambil itu harus benar-benar diluar garis keluarga. 5)
Dengan adanya hukum tersebut yang tidak mengakui adanya adopsi yaitu masyarakat : Minangkabau,
Mandailing, Angkola. Dikalangan masyarakat makasar dan jawa adopsi dikenal
dilingkungan kerabat saja.
Menurut Pasal 12 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun
1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis.
Timbulnya gelandangan dan pengemis diakibatkan oleh tekanan ekonomi,
dengan latar belakang permasalahan yang berbeda-beda di antara yang satu dengan
daerah yang lain, sehingga mereka jadi gelandangan dan pengemis itu dilakukan
dalam keadaan terpaksa satu dan lainnya untuk mempertahankan hidupnya.
Mengingat tujuan utama usah penanggulangan gelandangan dan pengemis adalah agar
mereka kembali menjadi warganegara yang berguna bagi bangsa dan negara Republik
Indonesia, maka Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat melakukan tindakan
terhadap gelandangan dan pengemis berupa :
a. Memasukkan ke
panti sosial menurut pertimbangan;
b. Dikembalikan ke
masyarakat atau kepada orang tuanya atau walinya;
c. Di serahkan
kepengadilan karena melakukan pengelandangan dan pengemis merupakan pekerjaan
mata pencarian agar ada putusan dari hakim sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku. 6)
III. ANALISA ADOPSI BAGI ANAK JALANAN
A. Adopsi Dalam Prespektif Hak
Asasi Manusia
Menurut Adopsi dalam hukum barat yang biasa disebut (BW) yaitu Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) ketentuan yang mengatur adopsi atau
pengangkatan anak, hanya mengatur ketentuan tentang pengakuan anak luar kawin,
diatur dalam buku I BW Bab XII bagian ke 3 pasal 280 sampai 289 . Jadi KUH
Perdata tidak mengenal tentang pengangkatan anak.
Menurut peraturan yang dikeluarkan pemerintah hindia belanda staatsblad
nomor 129 tahun 1917, dari pasal 5 sampai 15 yang khusus mengatur adopsi atau
pengangkatan anak dikalangan masyarakat tionghoa karena, bagi seorang tionghoa
yang mampu dan tidak mempunyai keturunan maka habislah kejayaannya hal ini
menurut aliran kepercayaan yang dianut oleh leluhurnya. Maka diangkatnya anak
diluar garis keturunan darah di kalangan masyarakat tionghoa itu sendiri, untuk
mengembalikan kejayaan yang selama ini di wujudkan.
Menurut hukum adat yang diperlakukan di Indonesia, anak angkat ini
mewarisi yang berhak mendapatkan warisan dan tidak dapat menuntut warisan dari
orang tua angkatnya seperti dikemukakan pada lingkungan masyarakat banjar anak
angkat tidak mendapatkan harta warisan. Maka kedudukan anak angkat bukan
sebagai ahli waris, dalam hal ini kalau pewaris mempunyai anak kandung atau
sama sekali tidak mempunyai anak kadung, anak angkat tidak berhak memperoleh
harta warisan. Akan tetapi jika ada kerelaan dari pewaris untuk memberikan
sebagian hartanya kepada anak angkat dan anak angkat masih berhak mendapatkan
harta warisan dari orang tua kandungnya.
Pasal yang penting dalam memberlakukan sistim hukum di Indonesia yaitu
pasal 131 IS dan 163 IS, pada pasal 131 IS ayat 2 sub a yang merupakan dasar
BW, dengan beberapa penyesuaian dengan keadaan yang ada di Indonesia pada waktu
itu. Azaz yang dikenal dalam pasal 131 ini bisa disebut azaz Konkordansi/Concordantie
Beginsel yang dapat diartikan :
“Terhadap orang Eropa yang berada di Indonesia diberlakukan hukum
perdata asalnya, ialah hukum perdata yang berlaku di negeri Belanda.”
Menurut hukum adat, pengaturan adopsi pada masyarakat primitif maupun
masyarakat maju, kekuatiran pada orang tua terhadap anak-anak kecilnya karena
banyaknya kejadian kasus pencurian anak untuk dijual ke luar negeri. Dalam hal
pengangkatan anak banyak ragam dan bervariasi dalam hal pengangkatan anak
diperlukan dengan mempergunakan upacara.
Kalau di negeri Jepang masalah adopsi adalah ajaran yang diperoleh dari
negeri cina karena bertujuan politik. Anak angkat dalam pewarisan memegang
peranan penting, sedang dalam ajaran agamanya tidak mengatur tentang urusan
adopsi. Akan tetapi di masyarakat smith, mengenai adopsi dijelaskan dengan
mempergunakan kitab undang-undang besar babylonia tidak mengenal adanya adopsi,
seandanya mereka mengadopsi anak karena tidak mempunyai keturunan maka anak
tersebut untuk merawat dihari tuanya atau untuk menerima warisan. Akan tetapi
bila dihubungkan kejadian di Indonesia yang terdiri dari multi etnis maka
adopsi itu tidak begitu banya perbedaan seperti diuraikan diatas.
Menurut Hukum Islam Adopsi dalam undang-undang kesejateraan anak diatur
menurut Undang-undang No 4 tahun 1979
tentang Kesejahteraan Anak. Bahwa masalah adopsi di undang-undang kesejateraan anak ditiadakan
karena bertentangan dengan hukum islam dalam Al Quran surah Al Ahzab ayat 4 dan 5 menjelaskan
sebagai berikut:
“dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu,
panggil anak–anak angkatmu dengan panggilan nama orang tuanya.”
Kajian menurut hukum Islam, adopsi mempunyai pengertian memberlakukan
anak angkat hanya sebagai rasa cinta dengan memberikan makan ataupun memberi
sesuai kebutuhan yang bukan memberlakukan sebagai anak nasabnya sendiri,
hukumnya mubah dan memperbolehkan pengangatan anak itu sendiri.
Dalam prespektif HAM adopsi merupakan jalan terbaik guna menanggulangi
dan mengurangi beban penderitaan masyarakat miskin maupun masyarakat anak
jalanan itu sendiri karena anak-anak merupakan asset bangsa sebagai generasi
penerus dan merupakan potensi sumberdaya
insani bagi pembangunan nasional jangka pendek maupun jangka panjang.
Untuk itu perlunya pembinaan dan memberikan kesempatan kepada anak
bangsa yang terlantar di jalanan, dalam pendidikan kurang mendapatkan
semestinya di usia belajar. Kondisi ini merupakan tugas kewenangan kita bersama
sebagai kepanjangan tangan dari tugas negara untuk mengayomi khususnya
pemerintah dan kita sebagai masyarakat Indonesia yang peduli atas kehadiran
anak-anak tersebut untuk mengenyam pendidikan.
B. Adopsi merupakan Solusi Bagi
Anak Jalanan
Untuk mewujudkan dan mengurangi jumlah anak yang bergerak di jalanan
untuk mencari kebutuhan hidup sehari-harinya, dan anak-anak itu adalah bagian
dari kelompok masyarakat Indonesia yang perlu uluran tangan dan peduli terutama
masyarakat yang mampu dimana harta kekayaannya untuk disimpan di berbagai bank
di dunia alangkah luhur budi pekertinya bila
kita sebagai bangsa Indonesia yang mampu dan berbagai ragam suku, agama,
dan sistim hukum yang berbeda akan tetapi dalam hal adopsi bukan merupakan
hambatan bagi masyarakat majemuk. Bila semua golongan masyarakat yang mampu
memberikan dukungan dalam rangka pelaksanaan untuk mewujudkan dan meningkatkan
kualitas anak serta memberikan ataupun santunan berupa biaya pendidikkan atau
sarana penampungan bagi anak jalanan sebagai wujud kepedulian kita terhadap
anak jalanan itu sendiri, bila hal ini dapat dilakukan disetiap kota dan rasa
peduli yang tinggi terhadap lingkungan masyarakat miskin, tentu anak jalanan
lambat laun akan sirna dan lebih senang tinggal bersama orang tuanya atau
inggal ditempat-tempat penampungan untuk belajar lebih giat lagi. Bila hal ini
dapat berjalan sesuai dengan rencana dari angan-angan maka tindakan ini
merupakan solusi pengadopsian anak jalanan.
IV. PENUTUP
a. Kesimpulan
Sebagai kata akhir dari paparan permasalan tersebut di
atas, kiranya penulis dapat menarik beberapa kesimpulan, antara lain adalah
sebagai berikut:
Dengan adanya kondisi seperti ini
adopsi bagi anak jalanan perlu segera ditangani secara serius dengan
pertimbangan bahwa hak suatu warga negara adalah sama untuk memperoleh
kemerdekaan dalam kehidupan, usia anak yaitu usia pendidikan dan usia belajar
dan bermain, perlunya kasih sayang dan perhatian dalam kehidupannya, maka dari
itu di himbau bagi masyarakat yang mampu untuk mengadopsi bagi anak jalanan,
dimana anak jalanan merupakan bagian dari masyarakat atau warga negara juga
mampunyai hak yang sama dengan anak-anak lainnya, mereka anak jalanan berhak
mendapat hak atas pendidikan dan kesejahteraan untuk hidup layak sebagai
anggota masyarakat. Untuk itu diperlu ada batasan-batasan bagi adopsi itu
sendiri agar tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.
b. Saran-saran.
Mengingat sedikitnya waktu untuk menulis makalah ini,
penulis menyadari bahwa makalah tentang adopsi anak jalanan masih terdapat
beberapa kekurangan yang perlu dilengkapi, dan bagi masyarakat yang mampu agar
dengan hati lapang bersedia untuk menjadi ayah angkat (ayah asuh) dari
anak-anak jalanan, kiranya pembaca berkenan memberikan saran dan bantuannya
bagi kesempurnaan makah ini. Untuk itu kiranya perlu adanya saran-saran dan bantuan
serta permakluman dari pembaca makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Peraturan
Perundang-Undangan tentang Perlindungan dan Kesejahteraan Anak, Penerbit BP.
Panca Usaha Putra, 2002 Jakarta.
Abdurrahaman. 1992. Komplimasi Hukum Islam di Indonesia. Jakarta
: Akademika Pressindo.
Endang Sumiarni,
Chandra Halim, Perlindungan Hukum terhadap Anak Dibidang Kesejahteraan.
Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Gautama, Sudargo. 1992. Hukum Antar Tata Hukum. Bandung :
Penerbit Alumni.
Hadikusuma, Hilman. 1979. Hukum Perjanjian adat. Bandung :
Penerbit Alumni.
Hartono,
Sunarjati. 1991. Dari Hukum Antar Golongan ke Hukum Antar Adat. Bandung
: PT. Citra Aditya Bakti.
Kusuma, Indradi.
2002. Diskriminasi Dalam Praktek. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Forum
Komunikasi Kasatuan Bangsa (DPP-FKKB).
Muhammad, Bushar. 2002. Pokok-Pokok Hukum Adat. Jakarta : PT.
Pradnya Paramita.
Haar, B. Ter, dan
Soebakti Poesponoto. 2001. Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat. Jakarta :
PT. Pradnya Paramita.
Soeroso. 1992. Perbandingan Hukum Perdata. Jakarta : Sinar
Grafika.
Soekanto, Soerjono. 1987. Intisari Hukum Perikatan Adat. Jakarta
: Ghalia Indonesia.
Zaini, Muderis.
1992. Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum. Jakarta : Sinar
Grafika.
*) Staf Subbid Perlindungan
Manula, Bidang Perempuan dan Manula,
Pusat Pengkajian Perlindungan Kelompok
Rentan Badan Penelitian dan Pengembangan HAM Departemen Kehakiman dan HAM RI
2) widyo basuki, drs. Perlindungan Hak Asasi Manusia Bagi Anak Jalanan
Melalui Pendidikan Untuk Masa Depan, hal 40 Jurnal Penelitian Hukum De Jure.
3) Endang
Sumiarni, Chandra Halim, Perlindungan Hukum terhadap Anak Dibidang
Kesejahteraan. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Hal 266
4) Sumiarni Endang, Halim Chandra, Perlindungan Hukum
Terhadap Anak dalam Hukum Keluarga,
Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Hal 3
5) Prof Bushar Muhammad, SH, Pokok-pokok Hukum Adat hal 33.
6) Endang
Sumiarni, Chandra Halim, Perlindungan Hukum terhadap Anak Dibidang
Kesejahteraan. Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Hal 37
Tidak ada komentar:
Posting Komentar