DESENTRALISASI PENDIDIKAN DI ERA OTONOMI DAERAH
(Studi
Pada Pendidikan Berbasis Sekolah di SMK N 1 Pesisir Tengah
Kabupaten Lampung Barat)
Atus Sundari*
& Rahayu
Sulistiowati**
*Sarjana Jurusan Administrasi Negara
**Dosen Jurusan Administrasi Negara
FISIP Universitas Lampung
Email ; yayu61@unila.ac.id
ABSTRAK
This
article aims to describe and analyze an idea
of decentralization of education based on local excellence through the implementation of school-based management in SMK N 1 Pesisir
Tengah. The results of this research showed that the implementation of school-based
management in SMK N 1 Pesisir Tengah has
not been going well. This
can be seen from yet
successful implementation of decentralization functions
by the Ministry of National Education to the school. Such as planning and program evaluation, management of curriculum, the management of equipment
and supplies, Management of
curriculum, teaching process management functions, management of financial, the school and
community relations. From several functions that
have not run optimally
which mentioned above, SMK N 1
Pesisir Tengah is good enough in
carrying out the functions workforce management, student services and the management of school
climate. Meanwhile, community
participation in the educational practices at SMK N 1 Pesisir Tengah
only visible on the financing of
honorary staff.
Keywords : School-Based
Management, School Autonomy,
Public Participation.
PENDAHULUAN
Desentralisasi
dimulai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, dimana sejumlah kewenangan telah diserahkan oleh
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk melakukan kreasi, inovasi, dan
improvisasi dalam upaya pembangunan daerahnya, termasuk juga dalam bidang
pendidikan. Desentralisasi pendidikan secara resmi dimulai dengan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Menurut Hasbullah (2007:66) bentuk otonomi dalam bidang pendidikan berbeda
dengan otonomi dibidang lainnya. Otonomi dibidang pendidikan tidak berhenti
pada daerah tingkat kabupaten/kota tetapi sampai pada tingkat sekolah sebagai
ujung tombak penyelenggaraan pendidikan. Dengan adanya pengalihan kewenangan
pada level sekolah, maka sekolah diharapkan mampu menentukan arah pengembangan
program yang sesuai dengan kondisi dan potensi daerah yang ada.
Menurut Umiarso dan Gojali (2010:28) Konsep penyelenggaraan pendidikan yang
bersifat desentralisasi dikenal dengan manajemen berbasis sekolah yang
merupakan perubahan paradigma pengelolaan pendidikan yang semula berpusat pada
pemerintah pusat beralih ke pengelolaan pendidikan pada pola manajemen dimana
sekolah tersebut yang mengelolanya.
Menurut Danim (2006: 28), kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah di Indonesia
baru dimulai sejak tahun 1999/2000 ,
yaitu dengan peluncuran dana bantuan yang disebut dengan Bantuan Operasional
Manajemen Mutu (BOMM). Dana
tersebut disetor langsung ke rekening
sekolah, tidak melalui alur birokrasi
pendidikan di atasnya (Dinas
Diknas).
Menurut Umiarso dan Gojali (2010:81) adapun Kementerian Pendidikan Nasional
mendeskripsikan bahwa tujuan pelaksanaan MBS adalah meningkatkan mutu
pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola serta
memberdayakan sumber daya yang ada yang tersedia; meningkatkan kepedulian warga
sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan
keputusan bersama; meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua,
masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; serta meningkatkan kompetisi
yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.
Menurut Umiarso dan Gojali (2010:19) Konsep dasar manajemen berbasis
sekolah adalah pengelolaan peningkatan mutu pendidikan yang dilakukan sekolah
secara mandiri dengan melibatkan semua pihak yang terkait dengan pendidikan
yang biasa disebut dengan otonomi pendidikan atau sekolah. Sehingga
dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi mutu pendidikan di sekolah
mampu melibatkan stakeholder sekolah,
karena esensi MBS adalah otonomi sekolah dan pengambilan keputusan partisipasif
untuk mencapai sasaran mutu pendidikan di sekolah.
Menurut Hasbullah (2007:54-55) dalam bidang pendidikan,
otonomi akan memberdayakan aparat tingkat daerah dan lokal sehingga memberikan
hasil yang lebih baik. Dibidang pendidikan sendiri otonomi diberikan sampai
pada tingkat sekolah. Otonomi persekolahan diharapkan memperbaiki pelayanan,
menata organisasi sekolah, mencari, mengembangkan dan mendayagunakaan sumber
daya pendidikan yang tersedia, serta memperbaiki kinerja sekolah dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan sekolah yang bersangkutan.
Menurut Kemendiknas dalam
Sujanto (2007:36) fungsi-fungsi yang dapat didesentralisasikan ke sekolah
adalah:
1. Perencanaan dan evaluasi program sekolah.
Sekolah diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan
kebutuhannya, misalnya kebutuhan untuk meningkatkan mutu sekolah. Sekolah juga
diberi wewenang untuk melakukan evaluasi, khususnya evaluasi internal atau
evaluasi diri.
2. Pengelolaan
kurikulum. Sekolah dapat mengembangkan, namun tidak boleh mengurangi isi
kurikulum yang berlaku secara nasional yang dikembangkan oleh Pemerintah Pusat.
Sekolah juga diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal. Menurut Hasbullah (2007:22) Kurikulum kelembagaan pendidikan yang baik
adalah kurikulum kelembagaan pendidikan yang berkembang dari dan untuk
masyarakat, yaitu kelembagaan pendidikan yang bersandarkan pada komunitas
masyarakat.
3. Pengelolaan proses belajar
mengajar. Sekolah diberi kebebasan untuk memilih strategi, metode dan teknik
pembelajaran dan pengajaran yang paling efektif sesuai dengan karakteristik
mata pelajaran, karakteristik siswa, karakteristik guru dan kondisi nyata
sumber daya yang tersedia di sekolah.
4. Pengelolaan ketenagaan. Pengelolaan
ketenagaan mulai dari analisis kebutuhan perencanaan, rekrutmen, pengembangan,
penghargaan dan sangsi, hubungan kerja hingga evaluasi kinerja tenaga kerja
sekolah dapat dilakukan oleh sekolah kecuali guru pegawai negeri yang sampai
saat ini masih ditangani oleh birokrasi di atasnya.
5. Pengelolaan
peralatan dan perlengkapan. Pengelolaan fasilitas seharusnya dilakukan oleh
sekolah mulai dari pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan hingga
pengembangannya. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa sekolahlah yang paling
mengetahui kebutuhan fasilitas baik kecukupan, kesesuaian dan kemutakhirannya
terutama fasilitas yang sangat erat kaitannya secara langsung dengan proses
belajar mengajar.
6. Pengelolaan
keuangan. Pengelolaan
keuangan, terutama pengalokasian/penggunaan uang sudah sepantasnya dilakukan
oleh sekolah. Sekolah juga harus diberi kebebasan untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang mendatangkan penghasilan, sehingga sumber keuangan tidak
semata-mata tergantung pada pemerintah.
7. Pelayanan siswa. Pelayanan siswa mulai dari
penerimaan siswa baru, pengembangan, pembinaan, pembimbingan, penempatan untuk
melanjutkan sekolah atau untuk memasuki dunia kerja hingga pengurusan alumni
dari dulu telah didesentralisasikan. Yang diperlukan adalah peningkatan intensitas
dan ekstensitasnya. Menurut Umiarso dan Gojali
(2010: 98) Manajemen kesiswaan merupakan salah satu bidang operasional
manajemen berbasis sekolah. Manajemen kesiswaan adalah seluruh proses kegiatan
yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja serta pembinaan secara
berkelanjutan terhadap seluruh peserta didik agar dapat mengikuti proses
belajar mengajar dengan efektif dan efisien.
8. Hubungan sekolah
dan masyarakat. Esensi hubungan sekolah dan masyarakat adalah untuk
meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan dan dukungan dari
masyarakat, terutama dukungan moral dan finansial yang dari dulu telah
didesentralisasikan. Yang diperlukan adalah peningkatan intensitas dan
ekstensitasnya. Menurut Mulyasa (2009:50)
hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakikatnya merupakan suatu sarana yang
sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi siswa di
sekolah.
9. Pengelolaan iklim
sekolah. Iklim sekolah yang kondusif-akademik merupakan prasyarat bagi
terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif. Lingkungan sekolah yang
aman dan tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari warga sekolah,
kesehatan sekolah dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa adalah contoh
iklim sekolah yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Iklim sekolah
sudah merupakan kewenangan sekolah dan yang diperlukan adalah peningkatan
intensitas dan ekstensitasnya.
Desentralisasi pendidikan memberikan kewenangan kepada sekolah yang dikenal
dengan otonomi pendidikan atau sekolah. Kewenangan tersebut memberikan ruang
gerak yang lebih luas kepada sekolah untuk mengelola sumber daya alam dan
sumber daya manusia sesuai dengan potensi daerah yang ada.
Kabupaten Lampung Barat mempunyai panjang garis pantai 260 Km, dengan luas
laut 912,21 mil, potensi kelautan yang bisa dimanfaatkan seperti perikanan
laut, pariwisata, dan pertambangan. Kabupaten Lampung Barat dengan
produktivitas penangkapan ikan laut pada tahun 2007 mencapai 8.817,1 ton
dengan wilayah tangkapan sepanjang pantai pesisir Lampung Barat. Potensi perikanan laut dengan nilai proyeksi potensi
maksimum lestari yang dimiliki mampu mencapai 17.000 ton/tahun. (www.lampungbarat.go.id, dimuat tanggal
06 November 2009. Diakses tanggal 08 Oktober 2009).
Melihat potensi alam yang ada di Kabupaten Lampung Barat, pemerintah daerah
mempunyai kewenangan yang besar dalam pengelolaan pendidikan berbasis
keunggulan lokal. Mengacu pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal
50 ayat 5 yang menyatakan pemerintah kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar
dan menengah, serta pendidikan berbasis keunggulan lokal. Dengan melihat
potensi Kabupaten Lampung Barat di sektor kelautan, maka didirikan SMK (Sekolah
Menengah Kejuruan) Pelayaran yang berdiri pada tanggal 24 Juni 2003. SMK
Pelayaran dibentuk berdasarkan Keputusan Bupati Lampung Barat nomor
B/98/KPTS/IV.07/2003 dengan pertimbangan untuk menyiapkan sumber daya manusia
dibidang kelautan yang terampil dan siap pakai.
Namun faktanya, SMK N 1 Pesisir Tengah belum beroperasional dengan baik.
Sarana dan prasarana sekolah yang masih kurang dan tidak memadai (seperti
kapal-kapal besar), lokasi sekolah yang kurang strategis, kurangnya kerjasama
sekolah dengan masyarakat untuk menyukseskan pendidikan berbasis kelautan
(hasil observasi dan wawancara tanggal 18 maret 2010).
Hal inilah yang menarik perhatian peneliti untuk mengkaji lebih dalam
bagaimana pelaksanaan manajemen berbasis sekolah pada SMK N 1 Pesisir Tengah
sebagai ujung tombak penyelenggaraan pendidikan. Manajemen berbasis sekolah
sebagai suatu pendekatan pengelolaan pendidikan dalam rangka desentralisasi
pendidikan yang memberikan kewenangan lebih luas kepada sekolah untuk mengelola
sumber-sumber daya pendidikan dan membuka ruang yang luas untuk partisipasi
masyarakat sesuai dengan kerangka kebijakan pendidikan nasional dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah adalah sebagai
berikut: “bagaimana pelaksanaan manajemen berbasis sekolah di era otonomi
pendidikan pada SMK N 1 Pesisir Tengah Kabupaten Lampung Barat”.
PEMBAHASAN
Manajemen Berbasis Sekolah dapat diartikan sebagai model pengelolaan yang
memberikan otonomi (kewenangan dan tanggung jawab) lebih besar kepada sekolah,
memberikan fleksibilitas kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara
langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah
berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta perundang-undangan yang
berlaku. (Kemendiknas, 2007:12). Berdasarkan hasil penelitian dan data yang didapat
dari lapangan mengenai pelaksanaan manajemen berbasis sekolah di era otonomi
pendidikan di SMK N 1 Pesisir Tengah. Di bawah ini adalah pemaparan mengenai
pelaksanaan manajemen berbasis sekolah (MBS) tentang fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah.
1.
Perencanaan dan Evaluasi Program
Manajemen berbasis sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah upaya
memandirikan sekolah dengan memberdayakan sumber daya yang ada di sekolah. Hal ini tentunya mengharuskan
sekolah untuk lebih kreatif lagi menganalisis apa yang menjadi sumber daya dan
kondisi lingkungan untuk kemudian menjadi perencanaan suatu program.
Perencanaan yang dilakukan oleh SMK N 1 Pesisir Tengah saat ini adalah upaya
memperbaiki citra diri sebagai sekolah kejuruan yang memiliki kompetensi yang
berkualitas. Hal ini dikarenakan dari tahun berdirinya SMK N 1 Pesisir Tengah
pada tahun 2003 masih dianggap sebagai sekolah yang tidak berkualitas. Dalam
konteks evaluasi program, SMK N 1 Pesisir Tengah yang dilakukan oleh SMK N 1
Pesisir Tengah baru sebatas mengatasi kekurangan baik dari gedung, ruang
belajar bahkan peralatan praktek yang belum memadai dan juga dikarenakan mulai
meningkatkan siswa yang masuk ke SMK N 1 Pesisir Tengah ini.
Berdasarkan pengamatan peneliti, ada beberapa hal
yang membuat perencanaan dan evaluasi program belum berjalan dengan baik. Pertama, SMK N 1 Pesisir Tengah masih
banyak kekurangan mengingat penyelenggaraan pendidikan yang baru berjalan tujuh
tahun. Hal ini tentunya masih terdapat kekurangan yang perlu dibenahi dan
menbutuhkan waktu. Kedua, sumber daya
yang ada di sekolah (tenaga pendidik dan potensi daerah yang memadai) belum
didukung oleh pasilitas penunjang seperti ketersediaan sarana kapal, pelabuhan,
dan tempat perbaikan kapal. Untuk menghasilkan output yang berkualitas tentu lembaga pendidik yang bertugas
mecetak sumber daya manusia yang berkualitas harus didukung dengan fasilitas di
daerahnya agar output yang dihasilkan
tidak menjadi sa-sia. Ketiga,
belum adanya partisipasi masyarakat
dalam proses penyelenggaraan pendidikan baik secara perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi tentang proses pendidikan. Keempat,
kurangnya perhatian yang dari Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat sebagai
fasilitator pendidikan untuk menyukseskan pendidikan berbasis kelautan sehingga
nantinya juga berdampak pada tingkat kesejateraan masyarakat.
2.
Pengelolaan Kurikulum
Awal berdiri pengelolaan kurikulum SMK N 1
Pesisir Tengah dikelola oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten
Lampung Barat, namun hasilnya belum berjalan dengan optimal dikarenakan fungsi
ganda yang dijalani oleh DKP Kabupaten Lampung Barat serta jauhnya jarak tempuh
antara SMK N 1 Pesisir Tengah dengan kantor DKP Kab. Lampung Barat.
Saat pengelolaan kurikulum SMK N 1 Pesisir Tengah
telah berjalan baik dengan adanya tenaga pengajar yang benar-benar lulusan
pelayaran. Kurikulum yang berlaku di SMK N 1 Pesisir Tengah sesuai dengan Dasar
Kompetensi Kejuruan dan Kompetensi Kejuruan Sekolah
Menengah Kejuruan dari Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah. Namun jika diamati lebih silabus yang ada di SMK N 1 Pesisir Tengah
dengan Dasar Kompetensi Kejuruan
dan Kompetensi Kejuruan Sekolah Menengah Kejuruan, ada beberapa standar
kompetensi yang belum diterapkan di SMK N 1 Pesisir Tengah seperti menerapkan
manajemen kapal penangkap ikan, melaksanakan kegiatan di pelabuhan perikanan
dan lain-lain. Hal ini terkendala oleh tidak tersedianya fasilitas penunjang di
Kecamatan Pesisir Tengah sendiri berupa kapal, pelabuhan dan tempat perbaikan
kapal dapat menghambat kemajuan kualitas pendidikan.
3. Pengelolaan Proses Belajar
Mengajar
MBS memberikan kewenangan yang luas kepada
sekolah untuk mengembangkan sumber daya sekolahnya sehingga sekolah mampu
menciptakan lulusan yang siap pakai. Jurusan NKPI
merupakan jurusan yang memiliki 2 keahlian. Adapun 2 keahlian yang harus
dikuasai oleh siswa adalah nautika kapal dan kapal penangkap ikan. Nautika
kapal diharapkan agar siswa memiliki keahlian untuk mengoperasikan kapal,
sedangkan kapal penangkap ikan agar siswa memahami cara teknik penangkapan ikan
dengan kapal besar. Oleh sebab itu, jurusan NKPI dikelola oleh tenaga pengajar
yang benar-benar sesuai dengan keahliannya. Proses belajar mengajar juga sangat
mempengaruhi tingkat kelulusan siswa yang siap pakai di dunia kerja.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti dalam proses belajar
mengajar di SMK N 1 Pesisir Tengah belum berjalan dengan baik. Walaupun penyampaian materi oleh pengajar
khususnya jurusan NKPI sudah berjalan sesuai dengan silabus dan dasar
kompetensi sekolah menengah kejuruan. Namun untuk meningkatkan mutu pendidikan
yang baik tentunya proses belajar mengajar harus didukung dengan sarana yang
lain. Sarana yang mendukung seperti
gedung untuk praktek dan alat praktek. Dalam hal ini, SMK N 1 Pesisir Tengah
masih mengalami kesulitan.
4. Pengelolaan Ketenagaan
Dalam MBS, sekolah memiliki kewenangan untuk
mengelola ketenagaan mulai dari analisis kebutuhan perencanaan, rekrutmen,
pengembangan, penghargaan dan sangsi, hubungan kerja hingga evaluasi kinerja
tenaga kerja sekolah kecuali guru Pegawai Negeri Sipil. Untuk kemajuan sekolah,
sekolahlah yang memahami kebutuhannya, begitu juga dengan kebutuhan tenaga
pendidiknya. Untuk pembiayaannya, sekolah bekerjasama dengan komite sekolah dan
masyarakat agar proses penyelenggaraan pendidikan berjalan dengan baik. Dalam
pengelolaan ketenagaan, sekolah melibatkan masyarakat terutam yang tergabung
dalam komite sekolah untuk memusyawarahkan kenutuhan akan ketenagaan honorer.
5. Pengelolaan Peralatan dan
Perlengkapan
Sebagai sekolah yang mengutamakan keahlian, maka
sekolah tentunya memerlukan peralatan dan perlengkapan untuk praktek. Jurusan
NKPI yang mengajarkan siswanya tentang bagaimana pelayaran, tentu alat praktek
yang digunakan juga alat praktek yang khusus. Pengadaan alat-alat praktek
sendiri salah satunya masih bersumber
pada dana dari APBD yaitu melalui Program Bantuan Dana Penyelenggara Pendidikan
(BDPP).
Kualitas pendidikan selain dilihat dari proses
belajar mengajar tetapi juga harus didukung dengan sarana penunjang seperti
alat praktek yang baik, lengkap dan memadai. Alat praktek untuk jurusan NKPI memang masih
kurang dari segi jumlah dan jenis. Jurusan NKPI (nautika kapal penangkap ikan)
yang didalam jurusan ini harus memiliki keahlian dalam mengoperasikan kapal dan tehnik penangkapan ikan dengan kapal besar.
Idealnya SMK N 1 Pesisir Tengah memiliki peralatan dan perlengkapan berupa
kapal.
Pelaksanaan manajemen berbasis sekolah terdapat
peran serta pihak stakeholder untuk
kemajuan penyelenggaraan pendidikan.
Berdasarkan pengamatan peneliti mengenai pengelolaan peralatan dan
perlengkapan belum melibatkan pihak stakeholder
seperti pihak Mariana Pratama Group yang
ikut andil di SMK N 1 Pesisir Tengah dalam praktek kerja industri siswa.
6. Pengelolaan Keuangan
Pengelolaan keuangan, terutama
pengalokasian/penggunaan uang sudah sepantasnya dilakukan oleh sekolah. Persoalan dana merupakan
persoalan yang paling krusial dalam perbaikan dan pembangunan sistem
pendidikan. Dana juga merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan
keberhasilan penyelenggaraan pendidikan.
Anggaran SMK N 1 Pesisir Tengah menyatakan SMK N 1 Pesisir Tengah mendapat
bantuan dari program Pemerintah Daerah Kebupaten Lampung Barat yaitu BDPP
(Bantuan Dana Penyelenggaraan Pendidikan) Kabupaten Lempung Barat dan masyarakat.
Dana yang berasal dari masyarakat dipergunakan untuk pembiayaan tenaga honorer
baik tenaga pengajar maupun tenaga administrasi. Dalam konteks manajemen
berbasis sekolah, SMK N 1 Pesisir Tengah belum mampu mengelola sumber daya yang
ada dan keterampilan yang ada untuk dijadikan salah satu usaha sebagai sumber
dana bagi SMK N 1 Pesisir Tengah.
Menurut Sagala dalam Umiarso
dan Gojali (2010:103) jika pembiayaan pendidikan tidak terpenuhi maka secara
nasional akan ditemukan dampak berupa
terjadinya erosi kualitas sehingga kontribusinya terhadap pembangunan rendah.
Hal ini juga didasari oleh kenyataan bahwa sekolah sendiri yang paling memahami
akan kebutuhannya, sehingga desentralisasi pengalokasian pembiayaan sekolah
berkewajiban menghimpun, mengelola, dan mengalokasikan dana untuk mencapai
tujuan sekolah. Dengan otonomi pendidikan, SMK N 1 Pesisir Tengah seharusnya
lebih jeli melihat peluang bisnis agar anggaran pendidikan tidak hanya berasal
dari dana APBD. Keterlibatan masyarakat pun seharusnya bukan hanya sekedar
pembiayaan tenaga honorer. Sekolah bisa mengajak masyarakat untuk bekerja sama
untuk membuka usaha untuk menghasilkan keuntungan seperti pengelolaan hasil
laut.
7. Pelayanan Siswa
Pelayanan siswa mulai dari penerimaan siswa baru,
pengembangan, pembinaan, pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah
atau untuk memasuki dunia kerja hingga pengurusan alumni dari dulu telah
didesentralisasikan.
Pelayanan siswa diberikan sejak penerimaan siswa baru hingga mereka lulus
dari SMK N 1 Pesisir Tengah. Selain pelayanan siswa yang diberikan oleh sekolah
melalui kegiatan ekstrakurikuler berupa kesamaptaan yang berguna untuk
menciptakan sifat kedisiplinan juga pelayanan dari segi dukungan moral berupa
motivasi kepada siswa. SMK N 1 Pesisir Tengah juga memberikan pelayanan kepada
siswa hingga mereka lulusan dan mengantar lulusan untuk pelatihan di Bali. Sejak berada di bawah kepemimpinan
Hatriopar, SMK N 1 Pesisir Tengah cukup banyak
prestasi yang diraih siswa. Hal ini membuktikan bahwa dibawah
kepemimpinannya, beliau mampu mengelola pelayanan siswa.
Manajemen kesiswaan ini tentunya dilakukan terus menerus agar sekolah mampu
menciptakan suasana yang kondusif. Menurut Umiarso dan Gojali (2010: 98)
Manajemen kesiswaan merupakan salah satu bidang operasional manajemen berbasis
sekolah. Manajemen kesiswaan adalah seluruh proses kegiatan yang direncanakan
dan diusahakan secara sengaja serta pembinaan secara berkelanjutan terhadap
seluruh peserta didik agar dapat mengikuti proses belajar mengajar dengan
efektif dan efisien. Oleh karena itu, manajemen kesiswaan bukan hanya berbentuk
pencatatan data peserta didik tersebut dari suatu sekolah, melainkan aspek yang
lebih luas yang secara operasional dapat membantu upaya pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik melalui proses pendidikan di sekolah.
8. Hubungan Sekolah dan
Masyarakat
MBS adalah model manajemen yang membuka luas
ruang partisipasi masyarakat. Hubungan yang dilakukan SMK N 1 Pesisir Tengah
bukan hanya kepada masyarakat (orang tua siswa) saja tetapi SMK N 1 Pesisir
Tengah dengan sekolah menengah pertama dalam bentuk sosialisasi. Selain itu
juga, hubungan sekolah dengan masyarakat selain pembiayaan tenaga honorer,
bentuk partisipasi masyarakat kepada sekolah dengan memberikan kesempatan bagi
siswa-siswa SMK N 1 Pesisir Tengah untuk prakerin.
Menurut Mulyasa (2009:50) hubungan sekolah dengan
masyarakat pada hakikatnya merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam
membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi siswa di sekolah. Sekolah dan
masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah
atau pendidikan secara efektif dan efisien. Sebaliknya sekolah harus menunjang
pencapaian tujuan atau pemenuhan kebutuhan masyarakat, khususnya kebutuhan
pendidikan. Oleh karena itu, sekolah berkewajiban untuk memberikan penerangan
tentang tujuan-tujuan, program-program, kebutuhan serta keadaan masyarakat.
Sebaliknya, sekolah juga harus mengetahui dengan jelas apa kebutuhan, harapan
dan tuntutan masyarakat terutama terhadap sekolah. Oleh karena itu, antara sekolah dan masyarakat
harus dibina hubungan yang harmonis.
Hubungan yang harmonis antara sekolah dan
masyarakat ini semakin dirasakan pentingnya pada masyarakat yang telah
menyadari dan memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka. Namun tidak
berarti pada masyarakat yang masih kurang menyadari pentingnya pendidikan,
hubungan kerjasama ini tidak perlu dibina. Pada masyarakat yang kurang
menyadari akan pentingnya pendidikan, sekolah dituntut lebih aktif dan kreatif
untuk menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis. Jika hubungan sekolah dan
masyarakat berjalan dengan baik, maka rasa tanggung jawab dan partisipasi
masyarakat untuk memajukan pendidikan akan baik dan tinggi juga. Agar tercipta
hubungan dan kerjasama yang baik antara sekolah dan masyarakat, masyarakat
perlu mengetahui dan memiliki gambaran yang jelas tentang SMK N 1 Pesisir
Tengah.
9. Pengelolaan Iklim
Iklim sekolah yang kondusif-akademik merupakan
prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif.
Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari
warga sekolah, kesehatan sekolah dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa
adalah contoh iklim sekolah yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa.
SMK N 1 Pesisir Tengah dalam hal pengelolaan
iklim dilakukan secara ketat mengingat SMK N 1 Pesisir Tengah belum dilengkapi
dengan fasilitas pagar. Dilihat dari lokasi memang SMK N 1 Pesisir Tengah
berada jauh dari keramaian sehingga suasana
yang hening mampu menciptakan suasana penyelenggaraan pendidikan yang
tenang. Namun ketenangan tersebut tidak didukung oleh prasarana yang lain
seperti pagar yang belum ada. Hal tersebut membuat siswa SMK N 1 Pesisir Tengah
bisa dengan bebas keluar dari lingkungan sekolah.
Kegiatan ekstrakurikuler berupa kesamaptaan yaitu
kegiatan kedisplinan yang di aplikasikan dengan kegiatan baris berbaris
dilaksanakan untuk membangun jiwa disiplin siswa. Adapun sanksi yang
diberlakukan sekolah untuk siswa yang melanggar adalah sanksi teguran dan
pemanggilan orangtua siswa. Sampai saat ini belum ada siswa yang dikeluarkan
dari sekolah akibat kenakalan siswa.
Iklim sekolah yang dikelola oleh SMK N 1 Pesisir
Tengah adalah sikap kekeluargaan antara guru dan siswa. Selain itu juga, hasil
yang diperoleh adalah prestasi belajar siswa yang dapat dilihat pada bulan
November 2010 SMK N 1 Pesisir Tengah mengirim siswanya untuk mengikuti Lomba
Kompetensi Siswa (LKS) se- Lampung Barat dan SMK N 1 Pesisir Tengah
mendapatkan prestasi yang bagus. Dengan prestasi yang baru saja diraih oleh
siswa membuktikan bahwa SMK N 1 Pesisir Tengah mampu mengelola iklim sekolah.
10. Partisipasi Masyarakat dalam
Pendidikan
Partisipasi masyarakat sangat diperlukan dalam pendidikan. Untuk
mengikutsertakan masyarakat dalam pembangunan pendidikan di sekolah, sepatutnya
manajer pendidikan melalui tokoh–tokoh masyarakat aktif menggugah perhatian
masyarakat. Dalam usaha membina hubungan dan kerjasama antara sekolah dan
masyarakat ada badan yang dapat menjadi tempat partisipasi masyarakat untuk
kemajuan pendidikan di daerah yaitu komite sekolah. SMK N 1 Pesisir Tengah
sebagai lembaga pendidikan.
Partisipasi masyarakat bersama komite SMK N 1 Pesisir Tengah terlihat dalam
pembiayaan tenaga honorer. Adanya musyawarah dalam menentukan besaran biaya
yang harus dikeluarkan oleh orangtua siswa mengidentifikasikan adanya hubungan
yang baik antara SMK N 1 Pesisir Tengah dengan masyarakat. Tugas komite sekolah
juga untuk mengawasi siswa yang berkeliaran pada waktu jam sekolah. Masyarakat
atau komite sekolah sudah menjadi kewajiban untuk menyampaikan tingkah laku
siswa selam siswa tersebut memakai pakaian SMK N 1 Pesisir Tengah.
Menurut Hasbullah (2007:57) menyatakan bahwa
sekolah menjadi tanggung jawab masyarakat, sekolah yang bekerja sendirian tanpa
melibatkan masyarakat akan sulit untuk maju. Oleh karena itu, perlu adanya pendekatan yang
terus menerus dikembangkan. Adapun pendekatan yang dapat dibangun oleh SMK N 1
Pesisir Tengah adalah pendekatan partisipatif, dimana masyarakat khususnya
orang tua siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk ikut serta dalam masalah
pendidikan. Masyarakat seharusnya dilibatkan untuk menganalisis seluruh
infrastruktur yang ada di sekolah, baik menyangkut sumber daya manusia,
kurikulum, sarana dan prasarana, sistem informasi dan semua yang dianggap
berkaitan. Namun faktanya, baik SMK N 1
Pesisir Tengah maupun masyarakat belum bekerjasama dengan baik.
KESIMPULAN
pelaksanaan MBS di SMK N 1 Pesisir
Tengah yang belum berjalan dengan baik adalah pertama, perencanaan dan evaluasi program. Perencanaan dan evaluasi
program dalam MBS di SMK N 1 Pesisir
Tengah belum sepenuhnya melibatkan masyarakat. Saat ini, SMK N 1 Pesisir Tengah
memfokuskan pada perbaikan citra diri, sarana dan prasarana yang masih belum
memadai serta kurang peran serta masyarakat dalam proses penrencanaan proses
pendidikan. Seharusnya dalam MBS, masyarakat dapat berperan serta baik dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi proses pendidikan.
Kedua, fungsi pengelolaan kurikulum berdampak pada fungsi pengelolaan proses
belajar mengajar. Dalam implementasi pengelolaan kurikulum dan proses belajar
mengajar yang diterapkan SMK N 1 Pesisir Tengah belum berjalan cukup baik.
Walaupun jika dilihat dari output SMK
N 1 Pesisir Tengah yang bisa terserap di dunia kerja. Pengelolaan kurikulum dan
proses belajar mengajar tidak sepenuhnya didukung oleh fasilitas seperti
peralatan dan perlengkapan yang memadai. Kecamatan Pesisir Tengah merupakan
wilayah pesisir yang menyimpan potensi sumber daya alam berupa hasil laut.
Untuk peningkatan kualitas pendidikan berbasis keunggulan lokal ini perlu
adanya perhatian yang lebih besar dari Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung
Barat dalam menfasilitasi peralatan dan perlengkapan. Hal ini mengingat bahwa
tujuan awal terbentuknya SMK N 1 Pesisir Tengah sendiri untuk menciptakan
peserta didik yang memiliki keahlian di bidang kelautan. Namun faktanya,
lulusan SMK N 1 Pesisir Tengah yang dibekali keahlian nautika kapal penangkap
ikan tidak terserap di daerah Lampung Barat
sendiri.
Ketiga, MBS menekankan kemandirian sekolah dalam penyelenggaraan proses
pendidikan salah satunya adalah pengelolaan keuangan. Faktanya, SMK N 1 Pesisir Tengah belum mampu mengelola keuangan secara
mandiri. Sumber keuangan SMK N 1 Pesisir Tengah berasal dari APBD dan
masyarakat. Seharusnya SMK N 1 Pesisir Tengah mampu mengelola sumber keuangan
secara mandiri dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk dijadikan
sumber anggaran.
Keempat, pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat SMK N 1
Pesisir Tengah dinilai belum berhasil. Hubungan yang dilaksanakan oleh SMK N 1
Pesisir Tengah saat ini berupa hubungan sekolah dengan lembaga pendidikan lain
dan hubungan sekolah dengan masyarakat (untuk prakerin siswa) tetapi untuk
jurusan NKPI belum terlihat. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan hubungan
sekolah dan masyarakat harusnya
bersinergi. Peran serta masyarakat tidak hanya sekedar bantuan finansial
tetapi lebih dari itu. Hubungan sekolah
yang dibangun oleh SMK N 1 Pesisir Tengah saat ini belum berjalan optimal
dikarenakan kondisi sosial ekonomi masyarakat Krui yang rendah. Jika masyarakat
bersikap pasif maka SMK N 1 Pesisir Tengah yang mengugah semangat masyarakat
akan pentingnya pendidikan.
Kelima, Salah satu keberhasilan desentralisasi pendidikan yang berwujud pada MBS
adalah kemampuan sekolah untuk mengajak masyarakat berpartisipasi dalam
mendukung penyelenggaraan pendidikan. Dalam penyelenggeraan pendidikan
partisipasi masyarakat diwakili melalui komite SMK N 1 Pesisir Tengah. Namun
dalam pelaksanaan fungsi yang didesentralisasikan ke sekolah, SMK N 1 Pesisir
Tengah belum mampu mengelola keterlibatan masyarakat secara optimal.
Keberhasilan manajemen berbasis sekolah di SMK N 1 Pesisir Tengah adalah
pengelolaan ketenagaan, pengelolaan fungsi pelayanan siswa dan pengelolaan
iklim sekolah. SMK N 1 Pesisir Tengah dalam penyelenggaraan proses pendidikan
diperlukan pengelolaan tenaga pendidik yang sesuai dengan bidang keahliannya.
Dalam pengelolaan ketenagaan di SMK N 1 Pesisir Tengah terlihat adanya peran
serta masyarakat dalam pembiayaan tenaga honorer baik tenaga pendidik maupun
tenaga kependidikan. Pelayanan siswa
yang diberikan SMK N 1 Pesisir Tengah telah mengupayakan kegiatan yang berpusat
pada pengembangan diri siswa. Hal ini terbukti dengan kegiatan kesamaptaan yang
bertujuan untuk menciptakan sifat kedisplinan siswa.
Selain itu, pengelolaan iklim sekolah, walaupun dengan keterbatasan prasarana yang ada SMK N 1
Pesisir Tengah mampu mengatasinya. Upaya
meminimalisir keluar masuknya siswa saat proses belajar mengajar, SMK N
1 Pesisir Tengah memantau secara ketat dengan adanya satpam. Selain itu, iklim
sekolah yang dikelola oleh SMK N 1 Pesisir Tengah adalah sikap kekeluargaan
antara guru dan siswa. pengelolaan iklim sekolah yang kondusif tentunya
menghasilkan suatu prestasi. Pada masa kepemimpinan Drs. Hatriopar prestasi
yang telah dicapai oleh SMK N 1 Pesisir Tengah cukup membanggakan.
Sekolah sebagai ujung tombak penyelenggaraan pendidikan tentunya perlu
menarik perhatian yang lebih baik dari kalangan masyarakat maupun Pemerintah
Daerah Kabupaten Lampung Barat untuk bersama-sama menyukseskan pendidikan yang
berbasis kelautan. SMK N 1 Pesisir Tengah menjadi SMK N kejuruan pada umumnya
jika tidak mampu mencetak sumber daya manusia yang bermanfaat bagi daerahnya
sendiri. Dalam penelitian ini, SMK N 1 Pesisir Tengah tidak lagi menjadi
sekolah yang berbasis keunggulan lokal. Hal
ini dikarenakan SMK N 1 Pesisir Tengah terdapat jurusan-jurusan yang lain yang
tidak lagi mengarah pada keunggulan lokal. Padahal kewenangan berupa manajemen
berbasis sekolah yang diterapkan pemerintah dimaksudkan agar sekolah mampu
meng-eksplor potensi daerahnya dengan
membuka program pendidikan yang sesuai dengan potensi daerah tersebut.
Peran serta yang aktif dari masyarakat dalam
proses pendidikan tentu sangat diperlukan. Keterlibatan masyarakat dalam proses
pendidikan baik bantuan berupa finansial dan pemikiran tentunya akan
meningkatkan kualitas pendidikan. Selain itu, peningkatan kualitas pendidikan
tentunya harus ada hubungan yang sinergi antara pemerintah daerah selaku
fasilitator pendidikan, sekolah dan masyarakat. Untuk menciptakan sumber daya
manusia yang berkompeten di bidang kelautan tentunya perlu adanya tindak lanjut
baik oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat, SMK N 1 Pesisir Tengah dan
juga masyarakat.
Selain itu, perlu adanya perhatian yang lebih besar dari Pemerintah Daerah
Kabupaten Lampung Barat yang harus lebih menunjang penyelenggaraan pendidikan
berbasis kelautan. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat sebagai
fasilitator pendidikan seharusnya memberikan perhatian yang lebih berupa
fasilitas penunjang (kapal, pelabuhan, dan tempat perbaikan kapal) kepada
sekolah yang berbasis pada keunggulan lokal. Fasilitas penunjang dalam
pendidikan berbasis keunggulan lokal tidak hanya berdampak bagi mutu
pendidikan, tetapi juga berpengaruh pada
kesejahteraan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan. 2006. Visi Baru Manajemen Sekolah
dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik. PT Bumi Aksara: Jakarta.
Dedidwitagama. Pendidikan
Berbasis Keunggulan Lokal Global. Dimuat
tanggal 07 November 2007. http://www.dedidwitagama.wordpress.com. Diakses pada
tanggal 28 Oktober 2009.
Hasbullah. 2007. Otonomi Pendidikan: Kebijakan Otonomi
Daerah Dan Implikasinya Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan. PT Raja Grafindo
Persada: Jakarta.
Hasibuan. 2006. Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah. PT. Bumi
Aksara: Jakarta.
Hermawan, Dedy. 2005. Buku Ajar Manajemen Strategi.
Universitas Lampung. Bandar Lampung
http://www.lampungbarat.go.id.
Diakses pada tanggal 08 Oktober 2009.
Lukita, BM Grahadyarini. Menyikapi Kemelut Perikanan.
www.targetmdgs.org/index.php.
Diakses tanggal 15 mei 2010
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian
Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya: Bandung.
Mulyasa. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah. PT
Remaja Rosdakarya: Bandung.
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. PT Gralia Indonesia:
Bogor.
Pidarta, Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia.
PT Rineka Cipta: Jakarta.
Rizal, Achmad. Strategi Kebijakan Untuk Mendorong
Kinerja Sektor Kelautan. Dimuat tanggal 13
Desember 2009. http://resources.unpad.ac.id. Diakses tanggal 13 Desember 2009.
Rosyada, Dede. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis
Sebuah Model Pelibatan Masayarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan.
Kencana: Jakarta.
Salam, Dharma Setyawan. 2007. Otonomi Daerah: Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai Dan Sumber Daya.
Djambatan: Jakarta.
Siagian, Sondang P. 2007. Manajemen Stratejik. PT.
Bumi Aksara: Jakarta.
Sirozi, 2005. Politik Pendidikan. PT Raja Grafindo:
Jakarta.
Solihin, Ahmad. 2007. Partisipasi
Publik dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan (Studi Tentang Peran Komite Sekolah pada Madrasah
Aliyah Negeri 1 Bandar Lampung). (Skripsi). Universitas Lampung: Lampung.
Sujanto, Bedjo. 2007. Manajemen Pendidikan Berbasis
Sekolah; Model Pengelolaaan Sekolah di Era Otonomi Daerah. CV. Sagung Seto:
Jakarta.
Suryosubroto. 2004. Manajemen Pendidikan di Sekolah.
PT Rineka Cipta: Jakarta.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif ,
Kualitatif dan R&D. Alfabeta: Bandung.
Tangkilisan. 2005. Manajemen Publik. PT Grasindo:
Jakarta.
Terry & Rue. 2009. Dasar-Dasar Manajemen. PT. Bumi Aksara: Jakarta.
Tilaar. 2000. Paradigma Baru Pendidikan Nasional.
Rineka Cipta: Jakarta.
Umiarso dan Gojali, Imam. 2010. Manajemen Mutu Sekolah
di Era Otonomi Pendidikan. IRCiSoD:
Jogjakarta.
Zen, Mohammad. Desentralisasi Setengah Hati. http://bataviase.co.id.
Dimuat tanggal 13 Desember 2009. Diakses pada tangal 13 Desember 2009.
Peraturan
Perundang-Undangan
Undang-Undang No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang
No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-Undang
No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah.