Apa makna peringatan hari guru? Tentunya hari guru yang diperingati bertepatan dengan lahirnya organisasi PGRI pada 25 November 1945, atau 100 hari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tersebut, memiliki makna yang besar. Karena, dari "rahim" para guru inilah, lahir para pemimpin bangsa, pemikir, cendekiawan, dan orang-orang pintar lainnya. Eksistensi guru ini menjadi katalisator bagi kemajuan peradaban suatu bangsa. Para guru ini pun merupakan pilar untuk menegakkan masa depan bangsa ini. Masa depan bangsa, akan bergantung dari out-put dan out-come dari dunia pendidikan yang di dalamnya merupakan pengaruh langsung dari tangan-tangan para guru.
Dalam perspektif pedagogis guru merupakan suatu konsep yang menggambar sosok pribadi mulia yang menjalankan peran mengajar. Dalam tulisan ini mengajar mempunyai dua arti yaitu transfering dan transforming. Mengajar dalam arti transfering yaitu “memindahkan” informasi yang disebut ilmu pengetahuan kepada para siswa yang diajarnya, sedangkan mengajar dalam arti transforming yaitu menamkan nilai budaya positif kepada para siswa yang diajarnya. Dalam menjalankan peran kedua, guru tidak hanya mengajarkan tetapi sekaligus menjadi suri tauladan bagi siswanya. Kedua peran ini diekspresikan secara puitik dalam lirik Hymne Guru, “Engkau sebagai pelita dalam kegelapan. Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan”. Tentunya saja kita tidak bisa, atau bahkan tidak berhak menilai bahwa peran transfering lebih penting daripada peran transforming, atau sebaliknya peran transforming lebih penting daripada peran trasnfering. Keduanya mempunyai peran yang setara karena membentuk keseimbangan antara kompetensi nalar dan kompetensi kepribadian bagi para siswa. Keduanya terangkum dalam hasil pendidikan yang sekarang ini menjadi topik pembicaraan yaitu siswa berkarakter.
Dalam konotasi guru seperti yang diketengahkan di atas, maka sosok guru tidak hanya berarti figur yang berdiri di depan ruang kelas dalam suatu lembaga yang disebut dengan sekolah, tetapi juga mereka yang melakukan fungsi mengajar meskipun tidak berada di dalam gedung sekolah. Mereka adalah tutor yang bertugas mengajar anak-anak yang terdaftar pada Kelompok Belajar (Kejar) Paket A dan B. Mereka yang mengajar anak-anak jalanan juga berhak mendapat predikat sebagai guru meskipun mereka melaksanakan tugas mengajarnya di bawah kolong jembatan. Predikat guru juga berhak disandang oleh mereka yang mengajar anak-anak dengan berkebutuhan khusus. Perbedaan konteks tempat mengajar tidak membedakan predikat mereka sebagai guru. Hal ini lain menjadikan mereka sama-sama berhak menyandang predikat sebagai guru karena dua faktor yaitu dedikasi dan profesionalisme. Dedikasi tidak hanya diukur dengan waktu yang dicurahkan untuk mengajar, tetapi pada kesetiaan mereka untuk melakukan peran mengajar.
Sayangnya, besarnya jasa ujung tombak kemajuan bangsa tersebut masih belum sepadan dengan kesejahteraan yang diterima mereka. Bagi para guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) tentu kesejahteraan dalam arti upah tidak terlalu masalah. Dengan perhatian pemerintah yang saat ini semakin besar, kesejahteraan mereka pun terus meningkat. Apalagi bagi guru yang telah bersertifikasi, mereka bisa mempunyai penghasilan bahkan lebih besar dibanding PNS biasa. Namun, tidak demikian dengan guru-guru sukarelawan atau honorer, terutama yang berada di pelosok-pelosok daerah, di lereng-lereng gunung. Saat ini, masih ada guru-guru honorer yang digaji hanya beberapa puluh ribu rupiah setiap bulannya. Ironinya, jumlah guru honorer ini mencapai jutaan orang. Rendahnya kesejahteraan guru honorer ini menjadi potret buram pendidikan Indonesia, yang harus segera dituntaskan. Di saat bangsa ini bertekad meningkatkan kualitas pendidikan masyarakatnya, ternyata kaum pendidik yang berstatus ini tidak terperhatikan. Padahal keberadaan mereka sangat dibutuhkan.
Esensi:
Kini, sudah saatnya pemerintah memberikan perhatian lebih kepada para guru ini. Karena hanya dengan guru yang profesional bisa menghasilkan peserta didik yang berkualitas, yang menjadi awal peningkatan kualitas bangsa sehingga bisa bersaing dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia. Di lain pihak, sebagai pilar masa depan bangsa, sudah seharusnya para guru terus meningkatkan kualitas dirinya, guru jangan sekadar jadi "kuli" pendidikan yang bekerja tanpa memberi makna dalam membangun dan membesarkan anak bangsa. Pengabdian tanpa henti merupakan kata kunci yang harus dicanangkan. Selamat ulang tahun Bapak dan Ibu guru, pengabdianmu tak lekang oleh waktu.
Faisal Ahmad Fani (Ketua Umum Pemuda Peduli Dhuafa Gresik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar