“Hari Gini Kok Mau Sih Kerja Sosial? Emang Dapat Apa?”. Begitulah celoteh tanya seorang teman, dia tertawa dan tak habis pikir untuk sebuah cita-cita ideal yang terpatri di benak orang-orang yang berjuang mengorbankan apa yang mereka punya untuk kepentingan orang lain. Ya, orang menyebutnya kerja sosial alias kerja amal. Baginya cita-cita ideal itu non sense diwujudkan, apalagi di jaman yang semakin susah seperti sekarang ini.
Saya selalu terkesan pada mereka yang banyak menghabiskan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk berbagi kepada sesama dalam sebuah kegiatan sosial dan amal. Seakan mereka tak pernah lelah dan kehabisan energi. Terlebih kala mereka sebenarnya bukan datang dari kalangan yang memiliki segalanya. Baik waktu yang lapang, maupun rejeki yang melimpah.
Pastilah begitu banyak tantangan dalam sebuah kerja sosial. Kelelahan fisik, mental, kekurangan dana dan keterbatasan waktu adalah sederet hal yang niscaya. Inilah juga yang sering menjadi alasan orang menyerah menghentikan langkah mulianya. Karena bila memberi dalam keadaan lapang tentu ini hal yang lazim adanya. Namun memberi saat kita ada dalam keterbatasan, rasanya ini menjadi sangat luar biasa. Karena disanalah kesabaran dan mental diuji.
Begitulah kerja sosial, apapun bentuknya. Tak ada imbalan materi yang dikejar, hingga tantangan sebesar apapun harusnya tak akan pernah menyurutkan langkah. Justru hal itu akan melecut semangat untuk membuktikan bahwa apa yang kita lakukan bisa bermanfaat bagi orang banyak.
Kerja sosial akan memfilter siapa yang bersungguh-sungguh dalam berbuat, mengingat begitu terjal jalan yang harus dilalui. Butuh pengorbanan tak hanya fisik dan mental, tapi sekaligus juga moril materil. Mereka yang mudah menyerah akan berguguran ditengah jalan. Kerja sosial tak menimbang penghargaan manusia, hanya ridho Tuhan yang dinanti. Menjadi sebentuk amal jariah yang melengkapi amal fardhu lainnya.
Sesungguhnya keberkahan bisa berbagi manfaat dalam kegiatan sosial tak pernah putus adanya sampai kaki kita lelah sendiri untuk melangkah. Kemudahan dan keberkahan itu akan terus mengalir menjadi energi yang selalu bisa meletupkan dan menumbuhkan semangat baru. Mereka yang mengabdikan dirinya untuk sesama, sejatinya adalah kepanjangan tangan Tuhan dalam menebar manfaat di muka bumi. Keberadaan mereka menjadi cermin yang mampu menginspirasi dan memberi spirit pada orang lain untuk terus berbagi kebaikan.
Hingga tak perlu menunggu kaya untuk bisa memberi. Tak perlu menunggu lapang untuk bisa berbuat. Sekecil apapun itu, meski hanya bisa menggores manfaat melalui sebuah tulisan, setidaknya kita sudah berbagi manfaat dan menebar kebaikan.
Sayapun ingin menjadi bagian dari barisan ini. Semogalah kedua kaki inipun tak pernah surut dalam melangkah, walau jalan yang saya lalui dalam melakoninya pun tak kurang terjalnya. Tersandung, terseok adalah cerita. Yang meski kadang sakit, namun menjadi bagian indah yang bisa dikenang. Menjadi sebuah bekal perjalanan spiritual yang semoga kelak akan Tuhan hitung sebagai amal mulia. Bukankah tak pernah ada cerita merugi dalam berniaga dengan-Nya? Hingga untuk sebuah kerja sosial tak perlu lagi ada pertanyaan, Wani Piro?
Esensi:
Berkegiatan sosial itu ternyata menyenangkan. Selain mengasah kepekaan kita terhadap orang lain, juga mengasah batin dan memperkaya diri dengan pengalaman spiritual. Mungkin ini jawabannya mengapa hingga sekarang saya masih terus melakukannya.
Faisal Ahmad Fani (Ketua Umum Pemuda Peduli Dhuafa Gresik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar