Tiap tahun dalam bulan Dzulhijjah menjadi sangat istimewa bagi setiap umat muslim. Di dalam bulan ini dimana kita sering mendengarkan khutbah dan ceramah tentang pengorbanan Nabi Ibrahim as atas anaknya Ismail as. Dari sinilah ibadah haji dan kurban bermula serta diteruskan oleh Nabi Muhammad SAW, hingga apa yang kita lakukan dalam berhaji semata-mata melaksanakan perintah Allah SWT melalui syariat yang dicontohkan Rasulullah. Ibadah haji adalah salah satu dari lima pilar islam yang telah digariskan oleh Allah SWT sebagai amalan wajib yang harus seorang muslim lakukan. Tentu saja pelaksanaannya pun sesuai dengan apa yang telah Rasulullah ajarkan. Ritual haji dalam banyak riwayat dijelaskan memiliki kelebihan yang luar biasa, sehingga tidak heran banyak dari kita memiliki cita-cita untuk dapat menunaikannya. Haji menjadi sangat istimewa dan dapat dikatakan menjadi puncak spiritualitas seorang muslim, dimana lewat haji-lah seorang muslim dapat merasa "bertemu" dengan Sang Pencipta. Selain itu secara sosial masyarakat, haji menjadi gelar sosial yang dicari banyak orang. Inilah berbagai keistimewaan haji yang telah sering kita dengarkan. Seiring dengan haji, ada satu amalan sunnah yang juga mengandung nilai yang tak kalah luar biasa yaitu kurban. Berangkat dari filosofi pengorbanan Nabi Ibrahim, kurban menjadi amalan sunnah yang sangat tinggi nilainya di sisi Allah SWT. Kurban pun dapat dilakukan oleh mereka yang tidak berada di tanah suci hingga terasa sangat spesial.
Sesungguhnya dalam amalan haji dan kurban terkandung nilai yang sangat tinggi serta pelajaran berharga yang harusnya didapatkan oleh mereka yang melakoninya. Orang yang berangkat haji pasti akan meminta doa kepada kerabat dan berharap pada Allah SWT untuk menjadi haji yang mabrur atau berhasil. Begitupun dengan kurban, baik itu berkurban sapi, domba, kambing, dan hewan ternak lainnya, tentu saja mengharap agar kurban yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT dengan nilai keikhlasan didalamnya.
Indonesia sebagai sebuah negeri yang mayoritas penduduknya beragama islam dan tiap tahunnya menyumbang jamaah haji dalam jumlah besar, yang bahkan sampai membuat daftar antrian jamaah karena tidak semuanya dapat berangkat pada tahun yang sama. Seharusnya menjadi kekuatan baru untuk dapat "memabrurkan" negeri ini. Belum lagi mereka yang juga dapat melakukan kurban tiap tahunnya, tentu juga menjadi aspek yang dapat membangkitkan negeri ini. Tak dipungkiri bahwa, mereka yang dapat naik haji dan berkurban adalah orang dengan tingkat ekonomi menengah keatas. Namun tak sedikit mereka yang ada di golongan ekonomi kebawah, atas izin Allah SWT dapat juga melakukan haji dan kurban. Akan tetapi, apa yang kita banyak jumpai saat ini adalah justru apa yang mereka lakukan di tanah suci hanyalah sekedar ritual haji tanpa makna di sisi Allah SWT. Mabrur tidaknya seorang berhaji adalah predikat yang Allah SWT sematkan pada yang bersangkutan. Namun kita juga dapat menilai berdasarkan apa yang telah para ulama sampaikan, apakah orang yang ber-haji telah menjadi haji yang mabrur atau tidak.
Bukannya bersu'udzon atas niat haji yang telah dilakukan, namun gambaran mereka yang berhaji di negeri ini sesungguhnya justru sangat jauh dari nilai mabrur yang mereka harapkan sendiri. Tidak sedikit dari kalangan selebritis, pengusaha, politikus, negarawan, akademisi bahkan rakyat biasa yang ketika selesai menunaikan ibadah haji tidak mendapatkan predikat mabrur. Hal ini tercermin dari perilaku dan tindakan mereka yang sering kita saksikan melalui berbagai media. Tak sedikit para selebritis yang tidak dapat menjaga tingkah laku mereka setelah berhaji dimana masih banyak diantara mereka yang bermaksiat pada Allah SWT dengan tidak menutupi aurat mereka, bertingkah laku bebas dan sebagainya. Tidak sedikit juga para negarawan dan politikus yang telah bergelar haji tersandung kasus korupsi, kolusi, nepotisme serta masih tidak peka terhadap masyarakat. Dan bahkan tidak sedikit dari masyarakat biasa, bahkan akademisi yang notabene berpendidikan yang telah selesai melaksanakan ibadah haji justru menjadi gila hormat, dimana mereka akan tersinggung jika mereka tidak dipanggil atau ditambahkan namanya dengan gelar "haji". Lebih repotnya lagi, mereka yang "gagal" dalam hajinya adalah mereka yang banyak dijadikan contoh oleh masyarakat dan juga mereka yang mengurusi urusan masyarakat sehingga membuat citra "haji mabrur" menjadi rusak.
Melihat kenyataan ini disekitar kita sungguh sangat disayangkan. Potensi mereka yang berhaji dan berkurban harusnya dapat menjadi indikator perubahan sosial masyarakat menjadi lebih baik (islami), dimana mereka yang ber-haji biasanya menjadi orang yang dicontoh dan menjadi orang yang dapat memberikan contoh yang baik. Harusnya mereka memahami doa mereka sendiri untuk menjadi haji mabrur. Padahal dalam ritual haji dan kurban terdapat pelajaran yang luar biasa dimana mereka yang berhaji tentu saja harus mengorbankan harta dan tenaga yang besar untuk mendapatkannya. Namun begitu sungguh disayangkan jika apa yang mereka korbankan menjadi tanpa nilai disisi masyarakat apalagi di sisi Allah SWT. Haji mengajarkan para pelakunya untuk semakin mendekatkan diri pada Allah SWT, untuk semakin membuat diri mereka berguna bagi masyarakat, dan untuk memabrurkan lingkungan mereka. Dalam haji dan kurban terdapat kesalehan individu dan dapat menular dalam masyarakat, hingga mereka dapat menjadi kontrol terhadap lingkungan sosialnya hingga dapat mewujudkan kesalehan sosial. Ditambah lagi dengan mereka yang juga mampu berkurban, kurban juga mengajarkan pada para pelakunya untuk ikhlas dan siap berkorban dengan ikhlas dalam memberikan tenaga dan materinya terhadap sesama.
Dari sini kita berharap dan selalu mendoakan agar mereka yang berangkat haji benar-benar menjadi haji yang mabrur dan juga kita berdoa agar kita juga dapat berangkat haji dan benar-benar mendapatkan predikat haji mabrur. Semoga ritual haji yang telah dilakukan oleh mereka yang berangkat (utamanya petinggi di negeri ini) dapat menyadarkan mereka agar dapat memperoleh kesalehan individu dan kesalehan sosial terhadap masyarakat yang mereka atur. Dan semoga haji tidak dinegasikan menjadi kesalahan individu dan kesalahan sosial.
Sumber: Dikutip dari beberapa sumber
Oleh: Faisal Ahmad Fani (Pemuda Peduli Dhuafa Gresik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar