Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Senin, 14 Oktober 2013

Permasalahan dan Tantangan Guru dalam Konteks Perubahan

Permasalahan dan Tantangan Guru dalam Konteks Perubahan
Evi Dihanti, M.Pd

Abstrak
Pada abad ke-21, permasalahan yang dihadapi manusia semakin kompleks dan ruwet: krisis ekonomi global, pemanasan global, terorisme, rasisme, penyalahgunaan obat, perdagangan manusia, masih rendahnya kesadaran multikultural, kesenjangan mutu pendidikan antar kawasan, dan lain sebagainya. Konteks ini tak pelak menjadi suatu yang berpengaruh bagi pengembangan mutu guru. Mutu (kualitas) pendidikan amat ditentukan oleh mutu gurunya. Membangun pendidikan yang bermutu, harus dengan upaya peningkatan proses pengajaran dan pembelajaran yang berkualitas, yaitu proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan dan mencerdaskan. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh guru yang bermutu. Guru harus berubah cara berpikirnya. Dari berfikir asal bekerja rutin menjadi berfikir lateral dan konstruktif demi anak didik (peserta didik)-nya. Guru dituntut mampu mengubah kultur lingkungan kerja (sekolah/lembaga-lembaga pendidikan) yang statis menjadi kultur kerja dalam atmosfir yang dinamis dan inovatif.


A.    Pendahuluan
Abad ke-21 adalah abad yang sangat berbeda dengan abad–abad sebelumnya. Perkembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa disegala bidang.pada abad ini, terutama bidang Information and Communication Technology (ICT) yang serba sophisticated membuat dunia ini semakin sempit. Karena kecanggihan  teknologi ICT  ini beragam informasi dari berbagai sudut dunia  mampu diakses dengan instant dan cepat oleh siapapun dan dari manapun. Komunikasi antar personal dapat dilakukan dengan mudah, murah kapan saja dan di mana saja.
Namun demikian, pada abad ke-21 ini permasalahan yang dihadapi manusia semakin complicated dan ruwet: krisis ekonomi global, pemanasan global, terorisme, rasisme, drug abuse, trafficking, masih rendahnya kesadaran multikultural, kesenjangan mutu pendidikan antar kawasan  dan lain sebagainya. Setiap masalah  tersebut membutuhkan pemecahan  yang harus dilakukan masyarakat secara bersama sama (collaboration). Kompleksitas permasalahan pada abad ini juga terletak pada tidak berdayanya manusia mencari sumber dan penyebab permasalahannya secara tepat dan cepat. Di samping itu juga kapan timbulnya permasalahan sering tidak mampu diprediksi (unpredictable) dan tidak terduga sebelumnya. Pada akhirnya banyak permasalahan masyarakat tidak mampu diselesaikan secara efektif dan efisien.
Era ini juga ditandai semakin ketatnya persaingan diberbagai bidang antar negara, dan antar bangsa. Terutama yang bisa diamati setiap saat adalah persaingan pemasaran produk–produk  industri. Pasar didesain sedemikian rupa menjadi sebuah sistem perdagangan yang terbuka (free trade). Perilaku persaingan modern ini benar-benar merupakan praktek perilaku “survival for the fittest” yang kejam. Siapa kuat dialah yang akan menjadi pemenang, sebaliknya siapa yang tidak berdaya dialah yang akan kalah dan termarginalkan.
Negara–negara maju (advanced countries) yang telah memiliki sumber daya manusia yang unggul akan semakin jauh meninggalkan negara negara berkembang (developing countries) dan negara–negara terbelakang (under developing countries). Sebuah artikel yang ditulis oleh Parag Kahnna di New York Times Magazine (21/1/2008) dengan jelas mengatakan bahwa dunia pada abad ke-21 akan dikuasai oleh BIG THREE, yaitu Amerika Serikat, Uni Eropa, dan China. Adapun negara-negara lain yang sering disebut emerging market disebutnya sebagai second world yang bernasib sebagai tempat persaingan dan pertarungan BIG THREE tersebut.
Mulai dari kemajuan Information and Communication Technology dan beragam dampak positif negatifnya, semakin kompleksnya permasalahan manusia, dan kita berada pada era kompetitif yang semakin ketat pada abad ke-21 ini, dibutuhkanlah persiapan yang matang dan mantap baik konsep maupun aplikasinya untuk membentuk sumber daya manusia (human resources) yang unggul. Dan yang paling bertanggungjawab dalam menyiapkan sumber daya manusia yang unggul adalah lembaga–lembaga pendidikan di mana guru sebagai unsur yang berperan paling dominan dan menentukan. Ini yang membuat guru memikul tanggung jawab yang tidak ringan  dalam upaya peningkatan sumber daya manusia.

B.     Permasalahan Pendidikan Secara Umum
Kualitas pendidikan Indonesia dianggap oleh banyak kalangan masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator, yang di antaranya sebagai berikut.
Pertama, lulusan dari sekolah atau Perguruan Tinggi yang belum siap memasuki dunia kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki. Menurut pengamat ekonomi Dr. Berry Priyono, bekal kecakapan yang diperoleh dari lembaga pendidikan tidak memadai untuk dipergunakan secara mandiri, karena yang dipelajari di lembaga pendidikan seringkali hanya terpaku pada teori, sehingga peserta didik kurang inovatif dan kreatif (Kompas, 4 Desember 2004).
Kedua, peringkat Human Development Index (HDI) Indonesia yang masih rendah (tahun 2004 peringkat 111 dari 117 negara dan tahun 2005 peringkat 110 di bawah Vietnam dengan peringkat 108).
Ketiga, laporan International Educational Achievement (IEA) bahwa kemampuan membaca siswa SD Indonesia berada di urutan 38 dari 39 negara yang disurvei.
Keempat, mutu akademik antarbangsa melalui Programme for International Student Assessment (PISA) 2003 menunjukkan bahwa dari 41 negara yang disurvei untuk bidang IPA, Indonesia menempati peringkat ke-38. Sementara untuk bidang Matematika dan kemampuan membaca menempati peringkat ke-39 jika dibandingkan dengan Korea Selatan, peringkatnya sangat jauh, untuk bidang IPA menempati peringkat ke-8, membaca peringkat ke-7 dan Matematika peringkat ke-3.
Kelima, laporan World Competitiveness Yearbook tahun 2000, daya saing Indonesia dalam SDM berada pada posisi 46 dari 47 negara yang disurvei.
Keenam, posisi Perguruan Tinggi Indonesia yang dianggap favorit, seperti Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada berada pada posisi ke-61 dan 68 dari 77 Perguruan Tinggi di Asia (Asia Week, 2000).
Ketujuh, ketertinggalan bangsa Indonesia dalam bidang IPTEK dibandingkan dengan negara tertangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Indikator rendahnya kualitas pendidikan Indonesia di atas lebih memprihatinkan lagi dengan data Kementerian Pemuda dan Olahraga yang menyatakan bahwa sebanyak 37,06 persen pemuda Indonesia hanya lulus Sekolah Dasar (SD). Dari 217 juta penduduk Indonesia jumlah pemuda diperkirakan 97 juta orang. Diasumsikan pemuda adalah mereka yang berusia 15-35 tahun. Dengan kondisi tersebut sulit mengharapkan mereka menjadi agen perubahan sosial, sebagaimana yang diharapkan masyarakat luas (Media Indonesia, 22 Desember 2005).

C.    Permasalahan Guru Saat Ini
Beberapa permasalahan dalam pengembangan profesionalisme guru saat ini di antaranya adalah bahwa: 
1.      jumlah guru  yang  sangat besar  yaitu 2.783.321 orang,  termasuk  sekitar 477.000 orang adalah guru di bawah Kementerian Agama, 
2.      pendataan  guru  yang  belum  sepenuhnya  selesai  sehingga  sulit  untuk mengetahui  supply  and demand
3.      distribusi guru belum merata, di kota berlebih dibanding di desa kekurangan, 
4.      guru yang belum memiliki kualifikasi akademik S1/D-IV cukup besar, yaitu sekitar  sebanyak 63,1% dari 2.783.321 orang, 
5.      banyak guru berkompetensi rendah, dan belum semua guru mendapatkan program peningkatan kompetensi, 
6.      cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga membutuhkan kompetensi (ICT) bagi para guru, 
7.      guru  akan  pensiun  pada  tahun  2010  s/d  2015  sebanyak  ±  300.000  dan  memerlukan penggantinya, dan  
8.      desentralisasi  pengelolaan  guru,  namun  kasus-kasus  guru  selalu  dikirim  ke  pusat  untuk menyelesaikannya. 

D.    Tantangan-Tantangan Masa Kini
Tantangan yang masih membentang dihadapan kita dalam upaya peningkatan mutu guru  dan mutu pendidikan secara menyeluruh di antaranya sebagai berikut.
1.      Tantangan Terkait Guru
Tantangan yang dihadapi pemerintah terkait dengan kondisi guru adalah sebagai berikut.
a.       Jumlah guru di kota-kota besar berlebih. Jumlah kebutuhan guru di sekolah dapat dihitung dengan cara: rombel dikalikan beban kurikulum/minggu dibagi tugas mengajar  24 jam. Kelebihan jumlah guru di sekolah-sekolah di kota-kota besar bisa mencapai 50%.
b.      Banyak guru sebagai  istri/suami pejabat yang berpindah-pindah, tapi tidak mengajar atau jumlah jam mengajarnya kurang dari 24 jam. 
c.       Tidak lengkap mengisi berkas hasil sertifikasi untuk SK Dirjen PMPTK tentang  Penetapan Guru Penerima Tunjungan Profesi Pendidik. Contoh ketidaklengkapan berkas antara lain:
1)      Belum ada Keterangan Kepala Sekolah mengajar 24 jam/minggu.
2)      Belum ada daftar gaji pokok terakhir (gaji berkala terakhir).
3)      Belum ada Nomor Rekening Bank.
4)      Belum ada hasil Inpassing dan Surat Pengangkatan Guru Tetap Yayasan (GTY/Non PNS).
5)      Pengisian Form A1 sebagian besar tidak bisa terbaca scanner komputer, dan 
6)      Pengisian Form A2 tidak lengkap.

d.      Banyak Guru PNS yang mengajar kurang dari 24 jam/minggu, bahkan banyak guru  yang mengajar hanya 9 jam/minggu. Hal ini berakibat pada rasio guru murid tidak seimbang. Contoh rasio guru terhadap murid di negara lain adalah: Jepang 1 : 15, dan Korea 1 : 20.
e.       Banyak guru honor yang tidak memenuhi syarat dan tidak mengajar 24 jam/minggu minta diangkat PNS.

2.      Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
Tantangan yang dihadapi pemerintah terkait dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota  adalah sebagai berikut.
a.       Formasi guru untuk PNS digunakan staf non guru hampir 30%;
b.      Formasi guru digunakan untuk guru namun setelah menjadi guru pindah ke struktural;
c.       Guru adalah sasaran empuk dalam kegiatan Pilkada, banyak  janji-janji calon kepala daerah, namun setelah calon tersebut menjadi kepala daerah terpilih, guru tersebut tidak diperhatikan;  
d.      Di suatu kabupaten, anggota DPRnya ± 70% dari guru tahun 2001;
e.       Kurangnya  sosialisasi  program  sertifikasi  guru  dalam  jabatan  oleh  Dinas  Pendidikan Kabupaten/Kota kepada guru. Kurang terjadi sharing pembiayaan sosialisasi.

3.      Dinas Pendidikan Provinsi
Tantangan yang dihadapi  pemerintah  terkait  dengan  Dinas  Pendidikan  Propinsi  adalah  sebagai berikut.
a.       Ada provinsi yang tidak mau mengangkat guru bantu yang sudah terikat kontrak dan sudah lulus tes.
b.      Banyak  guru  yang  pindah  profesi  jadi  Kepala Dinas  di  luar  pendidikan,  tapi  gajinya masih tetap diterima sebagai guru. Guru tersebut tidak mengundurkan diri dari  jabatan guru, dan
c.       NIP-nya  tetap diawali dengan angka 13 yang merupakan dua angka awal untuk pegawai di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional.
d.      Tim  Sertifikasi  Tingkat  Dinas  Pendidikan  Provinsi  kurang  optimal  dalam  melaksanakan tugasnya.  Contoh  kasus:  terdapat  guru  belum  terima  Tunjangan  Profesi  Pendidik  tidak menginformasikan ke Pusat.

4.      LPTK
Tantangan  yang  dihadapi  pemerintah  terkait  dengan  Lembaga  Pendidikan  Tenaga  Kependidikan (LPTK) adalah sebagai berikut.
a.       Kesiapan  LPTK  menghadapi  tugas  baru  di samping  tugas  pokoknya.  Tugas  baru  tersebut adalah:
i.  Sertifikasi dan PLPG;
ii.  Pendidikan Profesi;
b.      Penyusunan Laporan hasil sertifikasi belum tepat waktu.
c.       Manajemen Guru perlu dibenahi, seperti Teacher’s Supply and Demand yang masih belum berimbang. Dengan demikian ke depan setiap LPTK hanya boleh melakukan pendidikan S-1/D-4 untuk guru sesuai dengan kebutuhan.
d.      Tahun 2015 diharapkan  semua guru  telah memiliki Sertifikat Pendidik. Berarti  semua guru akan  mendapat  tunjangan  profesi  pendidik. Hal  ini  akan  berdampak  pada  peningkatan jumlah  anggaran  pendapatan  dan  belanja  negara  (APBN)  dan  anggaran  pendapatan dan belanja Daerah (APBD) untuk pendidikan. Diperkirakan, pada tahun 2015 akan memerlukan dana pendidikan sebesar Rp. 57 triliun hanya untuk  pengeluaran Tunjangan Profesi Pendidik, diharapkan APBN untuk pendidikan mencapai 20%, atau  +  224 triliun ditahun 2009, tidak akan kembali ke posisi sebelumnya. Dengan demikian LPTK memegang peranan penting dari  investasi pemerintah dalam bentuk peningkatan kualitas dan kinerja guru. Jadi program Sertifikasi Guru dalam jabatan dan Pendidikan Profesi untuk guru pra-jabatan harus benar-benar memperhatikan aspek kualitas dan  akuntabilitas,  agar  investasi  pemerintah dalam pembangunan pendidikan tidak menjadi sia-sia.


E.     Beberapa Solusi Alternatif
Berbicara masalah kualitas pendidikan, guru merupakan pihak yang paling sering dituding sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap kualitas pendidikan, karena hitam putihnya proses belajar-mengajar di dalam kelas banyak dipengaruhi oleh mutu guru (Tilaar, 2004). Mutu (kualitas) pendidikan amat ditentukan oleh mutu gurunya. Mantan Mendiknas, Abdul Malik Fadjar menyatakan dengan tegas bahwa: “Guru yang Utama” (Republika, 10 Januari 2003). Belajar bisa dilakukan di mana saja, tetapi guru tidak dapat digantikan oleh siapa atau alat apapun jua. Untuk membangun pendidikan yang bermutu, yang paling penting bukan membangun gedung sekolah atau sarana dan prasarana, melainkan harus dengan upaya peningkatan proses pengajaran dan pembelajaran yang berkualitas, yaitu proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan dan mencerdaskan. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh guru yang bermutu.
Guru yang bagaimanakah kiranya guru yang bermutu tersebut? Bagaimanakah kiranya guru yang mampu menghadapi permasalahan dan tantangan seperti di atas? Jawabannya  adalah guru yang profesional yang memiliki kualifikasi akademik dan memiliki kompetensi–kompetensi: kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial yang kualifaid.

Kompetensi profesional sekurang-kurangnya meliputi :
  1. Menguasai subtansi bidang studi dan metodologi keilmuannya
  2. Menguasai struktur dan materi kurikulum bidang studi
  3. Menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran
  4. Mengorganisasikan materi kurikulum bidang studi
  5. Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas
Kompetensi pedagogik sekurang-kurangnya meliputi :
  1. Memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisik, sosial, kultural, emosional, dan intelektual
  2. Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat peserta didik dan kebutuhan belajar dalam konteks kebhinekaan budaya
  3. Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik
  4. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik
  5. Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaranYang mendidik
  6. Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran
  7. Merancang pembelajaran yang mendidik
  8. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik
  9. Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran
Kompetensi  kepribadian sekurang-kurangnya meliputi :
  1. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa
  2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan sebagai teladan bagi peserta didik dan masyarakat
  3. Memiliki sikap, perilaku, etika, tata cara berpakaian, dan bertutur bahasa yang baik
  4. Mengevaluasi kinerja sendiri
  5. Mengembangkan diri secara berkelanjutan
Kompetensi sosial sekurang-kurangnya meliputi :
  1. Berkomunikasi secara efektif dan empatik dengan peserta didik, orang tua peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan dan masyarakat
  2. Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di sekolah dan masyarakat
  3. Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di tingkat lokal, regional, nasional dan global
  4. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri
  5. Memiliki sikap, perilaku, etika, tata cara berpakaian dan bertutur bahasa yang baik

Guru yang profesional selain memiliki empat kompetensi tersebut di atas, menurut Prof.Dr.Haris Supratno memiliki ciri-ciri profesional sebagai berikut:
  1. Memiliki wawasan global holistik
  2. Memiliki daya ramal ke depan
  3. Memiliki kecerdasan, kreatifitas, dan inovasi
  4. Memiliki kemampuan bermasyarakat
  5. Menguasai IPTEK
  6. Memiliki jiwa dan wawasan kewirausahaan
  7. Memiliki akhlakul karimah
  8. Memiliki keteladanan
  9. Bekerja secara efisien dan efektif
  10. Menguasai bahasa asing

F.     Simpulan
Upaya peningkatan profesionalisme guru dari waktu ke waktu harus ditingkatkan dalam rangka mencapai pendidikan yang berkualitas (the high quality of education) baik oleh lembaga pemerintah dan masyarakat.Di negara kita komitmen pemerintah dalam melaksanakan Undang-undang Guru dan Dosen (UU RI Nomor 14 Tahun 2005) masih kita nantikan. Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan outcome yang memiliki kemampuan untuk menghadapi era abad ke-21 yang serba kompetitif. Era perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) yang sophisticated dan era munculnya perubahan–perubahan yang tidak bisa diprediksi (un predicatable) diberbagai bidang kehidupan termasuk munculnya permasalahan–permasalahan yang bersifat lokal maupun global yang complicated adalah wahana kehidupan yang harus dihadapi anak didik kita.
Guru sebagai garda terdepan dalam penyiapan sumber daya manusia (human resources) yang unggul, senantiasa dituntut secara sadar untuk mau menyiapkan diri meningkatkan kompetensi, inovasi, dan kreatifitasnya dalam pembelajaran. Dengan bekal kompetensi-kompetensi yang memadai guru diharapkan mampu mentransformasikan ilmu dan kompetensi yang dimilikinya kepada diri peserta didiknya melalui Pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM).
Guru harus berubah cara berpikirnya. Dari berfikir asal bekerja rutin menjadi berfikir lateral dan konstruktif demi anak didik (peserta didik)-nya. Guru dituntut mampu mengubah kultur lingkungan kerja (sekolah/lembaga-lembaga pendidikan) yang statis menjadi kultur kerja dalam atmosfir yang dinamis dan inovatif. Ingat pesan Albert Einstein: “The world we have created is a product of our thinking. It can’t be changed without changing our thingking”.
Selanjutnya dapat dipertegas di sini bahwa untuk meningkatkan kualitas Pendidikan diperlukan peningkatan profesionalisme guru dan pembaharuan pendidikan, terutama untuk menghadapi tantangan global yang terus berubah.


Daftar Pustaka
Bafadal, Ibrahim. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar: Dari Sentralisasi Menuju Desentralisasi. Jakarta: Bumi Aksara.


Peraturan Pemerintah RI No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Peraturan  Menteri  Pendidikan  Nasional  No.  16  tahun  2007  tentang  Standar  Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

Peraturan  Menteri  Pendidikan  Nasional No.18 tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru Dalam Jabatan.

Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang RI No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Umaedi. 1999. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menegah, Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar