Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Kamis, 17 Oktober 2013

Gerakan Blusukan Nasional

Miris rasanya membaca berita terkait dengan kehidupan si Buyung yang harus mencuri demi melihat kedua adiknya terus sekolah. Setelah ibunya meninggal, ayahnya pun menikah lagi dan melepaskan tanggung jawab begitu saja. Kita semua geram mendengar sikap ayahnya yang tanpa rasa bersalah meninggalkan ketiga anak mereka. Sungguh di Hari akhir nanti sang ayah niscaya akan mendapatkan balasan karena telah menelantarkan anaknya.

Terlepas dari itu semua, sebenarnya ada kegeraman tersendiri yang muncul di hati saya. Kegeraman tatkala melihat telah terkikisnya kepedulian terhadap tetangga kita sendiri. Melihat kasus di atas, justru saya menjadi sangat geram kepada warga desa yang tidak mengetahui (atau mungkin pura-pura tidak tahu) kondisi si Buyung. Mereka seolah menutup mata terhadap kesusahan yang dialami si Buyung. Saya geram kepada kepala desanya. Saya geram kepada ketua RT-nya. Saya pun geram kepada anggota masyarakat yang sudah tidak mau meluangkan waktu untuk blusukan ke lingkungan sekitarnya.

Di Indonesia, masih banyak Buyung lainnya yang akhirnya harus melakukan tindakan melawan hukum setelah putus asa demi bertahan hidup. Saat mereka melakukan pencurian, serta merta kita pun langsung menghakimi mereka tanpa pernah sadar kita pun memiliki peranan sehingga hal itu terjadi. Sungguh mereka tidak akan melakukan pencurian, seperti yang dilakukan si Buyung, jika hidupnya berkecukupan. Nah, disinilah peranan kita sebagai tetangga untuk terus menjalin silaturahmi intensif dengan anggota masyarakat lainnya.

Harus diakui bahwa blusukan atau silaturahmi semakin pudar seiring perkembangan zaman yang identik dengan individualisme. Masing-masing orang hanya memikirkan dirinya. Tidak ada lagi tegur sapa di antara para tetangga. Maka dibuatlah pagar setinggi mungkin. Bahkan kalau bisa mencapai langit. Alhasil, tidak ada lagi chemistry yang terbangun di antara masing-masing orang. Elo... elo... gue... gue!!! Hal ini akan memunculkan ketidakpedulian superhebat. Contohnya kasus Buyung di atas. Kasus ini tidak akan terjadi jika sebagai warga masyarakat rajin melakukan blusukan ke tetangga kita. Pun kasus nenek yang mencuri buah cokelat tidak akan terjadi jika kepala desa, ketua RT, ketua RW, anggota masyarakat lain mau melakukan blusukan.

Jokowi telah mencontohkannya. Gaya blusukan yang dimiliki Jokowi sebenarnya tidak perlu dikritisi seperti yang dilakukan oleh beberapa orang. Justru kita lah yang perlu introspeksi diri terhadap kepedulian kita yang semakin menurun. Justru kitalah yang patut mengevaluasi diri apakah kita sudah pernah blusukan ke tetangga-tetangga kita untuk memastikan mereka sudah makan atau belum.

Lebih jauh, akan sangat miris tatkala kita selalu mengelu-elukan Jokowi yang suka turun ke masyarakat untuk melihat kondisi warganya secara langsung, namun disisi lain ada tetangga kita yang kelaparan dan kita tidak mengetahuinya. Kita memuji Jokowi yang rajin blusukan, namun kita justru tidak pernah mengetahui ternyata ada tetangga kita yang tidur dengan perut lapar.

Jokowi berbuat seperti itu sebenarnya ingin menggelitik hati sanubari kita yang paling dalam sudah sejauh mana blusukan yang kita lakukan. Di banyak berita pun kita selalu membaca dimana Jokowi mengharapkan para kepala dinas, para camat, dan para lurah sering-seringlah blusukan. Kita pun kadang tidak sadar mengeluarkan komentar semisal, “Kadis, camat, dan lurah itu seharusnya memang rajin blusukan untuk mengetahui kondisi warganya“. Padahal, kewajiban untuk blusukan bukan hanya tugas dari pimpinan, tetapi selayaknya setiap anggota masyarakat harus melakukan blusukan untuk membantu masalah yang dihadapi tetangga atau lingkungan kita. Kita membanggakan Jokowi yang selalu rajin turun meninjau masyarakat. Yah… hanya sekedar bangga tanpa pernah sedikitpun meneladani apa yang telah dilakukannya. Jangan-jangan ada seorang anak tetangga yang sedang merintih kelaparan yang justru kita tidak mengetahuinya. Miris…!!!.

Karena itulah, maka saya melontarkan wacana “Gerakan Blusukan Nasional”. Dengan gerakan ini saya yakin, tidak ada lagi warga yang mencuri hanya karena bertahan hidup. Tidak ada lagi Buyung lainnya. Tidak ada lagi nenek yang harus mencuri cokelat. Dengan rajin blusukan, kita akan tahu kondisi tetangga kita. Jika sehat wal afiat, Alhamdulillah. Namun, jika mereka hidup susah, sudah selayaknya kita bantu.

Sekali lagi… kewajiban blusukan bukan monopoli Jokowi, kepala dinas, atau pimpinan lainnya. Namun, blusukan adalah kewajiban setiap orang yang masih mau peduli dengan lingkungannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar