Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Rabu, 09 Oktober 2013

Bagaimana Nasib Anak Miskin, Yatim dan Terlantar ?

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang berjuang dengan pembebasan kebutuhan dasar pendidikan bagi warga negaranya. Upaya untuk meningkatkan kualitas hidup melalui perbaikan kualitas sumber daya manusia dilakukan secara terus menerus dan terencana. Mulai dengan program pendidikan dasar bebas biaya bagi siswa SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA hingga pemberian berbagai bantuan (BOS, BOMM dan lain-lain) untuk meringankan beban biaya pendidikan yang ditanggung oleh peserta didik. 

Perbaikan kualitas pendidikan pun dilakukan secara bertahap dan terus menerus dengan melaksanakan berbagai evaluasi, pengawasan mutu sekolah, dan pemberian golongan sekolah berstandar nasional, rintisan sekolah bertaraf intetrnasional hingga sekolah bertaraf internasional.

Perbaikan mutu pendidikan ini direspon baik oleh peserta didik dengan meningkatkan kualitas pengetahuan mereka dengan mengikuti beberapa program bimbingan belajar sehingga para peserta didik di sekolah mampu mengikuti, mengembangkan kualitas pendidikan di sekolahnya, dan mampu bersaing untuk memperebutkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. 

Disamping itu peserta didik juga pada umumnya mempunyai keinginan yang kuat untuk memiliki kemampuan dalam berbahasa asing, baik Inggris, Mandarin, Arab, atau lainnya. Mereka sangat bersemangat untuk menghadiri lembaga-lembaga kursus kebahasaan untuk mewujudkan keinginannya agar mampu berbahasa asing, yang kelak akan sangat bermanfaat.

Dinamisme dan semangat dalam memperbaiki kualitas pendidikan ini sangat jelas terlihat dan dapat kita rasakan ketika kita berdialog dengan pelajar yang bertempat tinggal di perkotaan atau kota-kota besar dan mempunyai kemampuan finansial. Ironi justru dapat kita temukan di tengah-tengah lingkungan masyarakat pesisir, yang kehidupannya dihabiskan di tengah laut luas, lingkungan pertambakan, dan persawahan. Dimana mereka pada umumnya terjebak dalam lingkaran kemiskinan dan keterbelakangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
  
Lebih jauh lagi ketika kita melihat kehidupan anak-anak yatim, anak-anak terlantar, dan anak-anak yang tinggal dengan keluarga-keluarga miskin, dimana mereka tidak mempunyai akses pendidikan yang memadai karena memiliki keterbatasan ekonomi yang sangat akut. Kondisi tersebut telah membangun mata rantai kemiskinan dan keterbelakangan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang tak pernah putus ketika kepedulian kita terhadap perbaikan kualitas pendidikan dan kehidupan mereka tidak terbentuk.

Bila kita menyelami lebih jauh kehidupan anak-anak yatim, anak-anak terlantar, dan anak-anak yang tinggal dengan keluarga-keluarga miskin maka kita akan menemukan berbagai kenyataan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan, terjebak dalam kelaparan yang entah kapan akan usai. Mereka menangis karena uang saku yang mereka dapatkan dari orang tuanya tidak cukup untuk menambal rasa laparnya ketika berada di sekolah. Mereka mengalami kesulitan untuk menghadiri lembaga kursus kebahasaan dan lembaga bimbingan belajar karena keterbatasan keuangan yang sangat akut. Bagaimanakah si miskin, yatim, dan anak terlantar mengumpulkan semua energi sehingga mereka memiliki kemampuan bersaing dengan mereka yang terlahir dengan berbagai keuntungan dan kemudahan ?.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar