Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Senin, 14 Oktober 2013

Anak Jalanan

Siapa Anak Jalanan?

Anak jalanan adalah anak yang sebagian besar waktunya berada di jalanan atau di tempat-tempat umum. Anak jalanan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut, anak yang belum berusia 18 tahun, melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan. Penampilan mereka kebanyakan kotor sering-sering tidak begitu menyenangkan. Banyak yang menjadi pedagang surat kabar, mainan, penjual jasa, pengamen, pengemis atau gembel. 


Kenapa Ada Anak Jalanan?

            Ada banyak faktor penyebab anak turun ke jalan untuk mencari uang, main-main atau hidup di jalan. Di negeara berkembang seperti Jakarta, anak jalanan pada umumnya berasal dari keluarga yang kurang mampu. Salah satu alasannya adalah; krisis moneter yang berlanjut dengan krisis ekonomi, kemudian akhirnya mengakibatkan semakin banyak anak-anak yang terlantar. Akhirnya, mereka tidak bersekolah lagi, karena orang tua mereka tidak mampu menyekolahkan.

            Meskipun krisis ekonomi bukan satu-satunya penyebab terbengkalainya pendidikan anak-anak usia sekolah, namun ada hubungan kuat semakin luasnya krisis ekonomi diikuti pula oleh makin banyaknya anak-anak yang tidak berada di ruang sekolah. Pada saat jam sekolah, mereka berkeliaran di jalanan atau anak-anak turun ke jalan karena ada desakan ekonomi keluarga sehingga justru orang tua mereka menyuruh anaknya untuk turun ke jalan guna mencari tambahan untuk keluarga. Disamping faktor kemiskinan ini banyak juga terjadi, misalnya, karena diusir orang tuanya, kurangnya pemenuhan hidup baik fisik, psikis, dan kekurang harmonisan keluarga seperti selalu bertengkar dengan orang tua, salah satu orang tua berselingkuh dan kebiasaan buruk lainnya. Ini bisa membuat rumah tangga terlantar kemudian  membuat anak tidak betah di rumah, akhirnya masalah keretakan keluarga bisa menjadi salah satu faktor pendorong untuk anak turun ke jalan. Masalah urbanisasi juga salah satu penyebab, karena banyak orang muda berharap untuk pergi ke kota untuk mengadu nasib. Tetapi, karena pendidikan mereka rendah dan kurang ketrampilan membuat mereka tidak bisa bekerja, maka mereka harus turun ke jalan juga. 

            Sampai saat ini belum ada kebijaksanaan sosial untuk anak jalanan. Belum ada kebijakan mengenai anak jalanan, baik dari Pemda maupun Departmen Sosial menyebabkan penanganan anak jalanan tidak terkoorinasi dengan baik.  Sebenarnya, anak jalanan berada di luar sistem sosial dan mereka tidak mempunyai Kartu Tanda  Penduduk (KTP) dan kartu keluarga untuk memperoleh berbagai pelayanan dari lembaga seperti untuk mengikuti pendidikan atau  kursus kerja. Peran masyarakat masih sangat kurang dan lembaga-lembaga organisasi sosial belum berperan untuk menyelesaikan masalah anak jalanan.


Kegiatan atau perilaku anak jalanan

Salah satu tindakan pertama yang diambil oleh anak bila memulai hidup di jalanan adalah menggunakan nama baru. Ini membuat mereka memperoleh suatu identitas baru sebagai identitas jalanan. Sebagai anak muda yang tidak punya ketrampilan, aktivitas yang bisa dilakukannya sebagai sumber penghasilan sangat terbatas. Kebanyakan memilih untuk mengamen. Namun, diantara pekerjaan yang biasa dilakukan adalah sebagai penyemir sepatu, pemulung, pencuci kaca mobil, pekerja seks dan sebagainya. Upah yang mereka dapat bergantung kepada si pemberi/pemakai jasa. Seperti yang bisa dibayangkan, penghasilannya tidak banyak.

Mereka berkelompok di fasilitas umum, persimpangan jalan, pasar dan tempat-tempat keramaian lain. Kota-kota besar pastinya mempunyai anak-anak jalanan. Semakin besar kotanya, semakin tertarik anak jalanan ke kota itu. Ada juga dari, anak jalanan yang berjudi. Uang yang bisa didapat dari judi jika menang relatif banyak berbanding dengan penghasilan dari mengamen dan pekerjaan lain yang dibuat anak anak ini. Minum minuman keras juga merupakan satu aktivitas mereka. Ini biasanya untuk menghilangkan rasa gengsi bila mengamen ataupun untuk menghadapi kekerasan hidup di jalanan.

Selain alkohol, anak-anak ini sering juga memakai narkoba. Inilah cara-cara mereka untuk menghilangkan tekanan akibat dari bekerja sepanjang hari. Umumnya mereka tidak ada jam berkerja tertentu tetapi sudah tentu mereka bekerja lama setiap hari. Di kalangan anak-anak ini, ada yang lebih pandai dan mendapat penghasilan dengan menjual  obat-obatan kepada anak-anak lain. Sesudah biasa hidup di jalanan, anak-anak jalanan ini sering mengadakan hubungan seksual dengan bebas. Kebanyakan anak-anak jalanan perempuan terdiri dari ABG (anak baru gede) atau remaja berusia 12 hingga 18 tahun. Kalau mereka tidak aktif, mereka sekurang-kurangnya pernah melakukan hubungan seksual. Ada di antara anak jalanan perempuan yang untuk mendapat uang, menjadi pekerja seks.

Akitivitas-aktivitas lain yang sering dilakukan oleh anak-anak ini adalah perkara-perkara sepele lain seperti menggores mobil, bergaul dengan pelacur, menikmati filem porno, merokok, mabuk dan lain-lain. Akhirnya, mereka terlibat dalam aktivitas yang biasanya dipandang negatif oleh masyarakat. Terdapat juga di antara mereka yang punya kencenderungan untuk bermain musik. Mereka sering berkumpul dalam kelompok untuk beryanyi dan bermain musik.

Rasional disebalik budaya atau perilaku anak jalanan.

            Anak-anak yang memilih untuk hidup di jalanan seringkali adalah untuk meninggalkan rumah dan sekaligus meninggalkan masalah. Meninggalkan rumah, menanggalkan masa lalu. Karena itu, mereka cenderung menggantikan nama. Ini digunakan untuk menjaga jarak dengan masa lalu sekaligus memasuki dunia jalanan dengan nama barunya. Perasaan kawatir hadir bila ada orang lain yang mengetahui siapa dirinya. Anak-anak dari daerah pedesaan menggantikan nama dengan nama-nama yang dianggap “modern” seperti nama bintang sinotren atau yang biasa didengarnya seperti Andi, Roy dan sebagainya. Nama “Mohammad” juga digantikan karena pada anggapan mereka, “Mohammad” itu nama nabi, tidak sesuai digunakan di jalanan di mana terdapat banyak tindakan haram.

            Kekerasan hidup di jalanan ditambah dengan situasi di mana mereka harus bertahan hidup memaksa mereka menjadi dewasa sebelum sampai waktunya. Setiap hari mereka menghadapi teman-teman yang lebih besar yang sering meminta uang darinya dan ini memaksa mereka menjadi anak dewasa yang keras yang ditunjukkan oleh sikapnya yang selalu membantah. Yang pasti, sifat-sifat “kedewasaan” penting diadopsi untuk mengarungi kehidupan jalanan.

Anak-anak jalanan menggunakan tubuh sebagai sarana, untuk ekspresi dan sekaligus subversi. Sekali pandang, jelas pada tingkat permukaan ditunjukkan perbedaan-perbedaan oleh mereka yang sekaligus seperti menegaskan pertentangan dengan negara dan masyarakat di sekitarnya. Tubuh digunakan sebagai sumber produksi, sumber penghasilan dan aktivitas komunikasi kepada komunitas. Pencarian dan tingkah laku yang berbeda adalah cara anak jalanan ini dengan sengaja mennujukkan bahwa mereka membangkang, dan mensub-versi nilai-nilai utamanya.

Berjudi, seks bebas, obatan terlarang, narkoba, mengutil, mencopet, semua aktivitas dan sifat yang tidak senonoh dipandang oleh masyarakat, lalu sengaja dilakukan oleh anak-anak jalanan sebagai tanda membangkang dari masyarakat yang telah menggagalkan mereka.

Di jalanan mereka tidak mau lagi dianggap sebagai anak kecil dan mengadopsi sifat dan perilahu dewasa. Semua aktivitas yang biasanya tidak bisa dilakukan oleh anak kecil, dan biasanya dilakukan oleh orang dewasa, semua menjadi kegemaran mereka untuk menunjukkan bahwa mereka tidak mau lagi dianggap anak kecil. Karena sebagai anak kecil, mereka tidak pernah gembira, tidak pernah rasa bebas dan tidak pernah disayangi. Hasilnya, mereka meniru aktivitas orang dewasa, maka aktivitas seperti berjudi, minum alkohol, dan seks bebas menjadi kebiasaan. Lebih-lebih lagi, jika dilarang membuat sesuatu, maka seperti disuruh. Itulah bagian dari identitas pembangkangan yang mana, jika mereka menolak dianggap anak kecil.

Aktivitas seperti mengambil obat dan menegak alkohol juga merupakan strategi ekonomi bagi anak-anak jalanan. Obat dan alkohol bisa menimbul rasa cuek bila mereka pergi mengamen atau menyemir, karena mereka rasa gengsi untuk jadi pengamen. Mereka mabuk sebelum mengamen untuk menghilangkan rasa malu bila tiba di jalanan. Selain itu, alkohol digunakan untuk menciptakan kondisi nyaman untuk menghilangkan tekanan dalam dirinya. Di dalam masyarakat modern, jalan keluar yang mudah dari situasi yang menekan individu adalah dengan penyalahgunaan obat-obatan, tidak berbeda bagi anak-anak ini. 

Gaya pakaian dan dandanan tubuh mereka adalah hasil dari budaya dan pengalaman di jalanan. Pengalaman seseorang anak jalanan, A, yang pada suatu hari mendapat cukup uang dari mengamen pergi membeli kaos dan celana baru dan dengan pakaian baru itu pergi mengamen. Jelas dengan pakaian yang baru dan bersih, tidak banyak yang mahu memberi uang kepadanya. Ini menunjukkan hal yang bertentangan. Masyarakat umum tidak senang melihat anak-anak ini yang berpakaian buruk dan kotor, tetapi bila berpakaian baru dan bersih, masyarakat tidak mau memberi uang kepada mereka. Berpakaian kumal menghasilkan uang yang cukup banyak.

Karena pakaian berpengauh terhadap penghasilan, mereka mengadopsi cara berpakaian pengamen dewasa, turis asing atau dari filem dan majalah yang dilihat. Ini membina suatu “identitas” jalanan yang menyatakan kepada masyarakat umum bahwa mereka orang jalanan, maka masyarakat bisa mengenal orang jalanan dari cara mereka berpakaian.

Solusi Untuk Masalah Dengan Anak Jalanan

            Pandangan masyarakat tentang anak jalanan kebanyakan kurang baik bahkan dianggap sebagai trouble maker, atau anak-anak yang memprihatiankansekali dan memerlukan asuhan dan perlindungan. Tetapi hingga sekarang, belum ada cukup tindakan untuk membantu anak jalanan. Mungkin mereka berpendapat yang paling bertanggung jawab terhadap anak jalanan itu adalah pihak pemerintah, di samping orang tua.

            Bagaimana pemerintah menangani anak jalanan? Sekarang, masalah ini lebih sering didekati dengan razia atau pembersihan. Pemerintah seharusnya memberikan payung hukum penanganan anak jalanan. Ini perlu diterbitkan sebagai implementasi undang-undang tentang gelandangan, yang mengatur teknis pelaksanan, koordinasi, monitoring dan evalusi penanganan anak jalanan serta tanggung jawab keluarga dan masyarakat. Pemerintah juga seharusnya memenuhi apa yang menulis di Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk pendidikan dan kebudayaan, sebagai berikut: 
Pasal 31
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.
Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara
(2) Negara mengembangkan sistem jaringan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan
martabat kemanusiaan.
(3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak.

Masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) harus bekerja bersama untuk menangani masalah anak jalanan dengan cara diberikan bimbingan pendidikan, ketrampilan dan penyediaan kesempatan kerja; ada juga bisa peningkatkan kondisi sosial ekonomi keluarga anak jalanan, sehingga mampu menarik anaknya dari jalanan.  Tetapi, ada beberapa kasus-kasus bahwa anak yang disekolahkan dan ditanggung biaya hidupnya pun kembali ke jalanan. Setelah ditanyakan alasan kembalinya mereka karena lebih mudah memperoleh uang di jalan dari pada bekerja atau kembali ke sekolah. Mereka harus mengubah pikiran ini untuk bisa menjadi seorang berguna di masyarakat dan bukan menjadi beban. Ada kampanye di Indonesia, “Stop beri uang, beri kami kesempatan” untuk anak jalanan, mengharap bisa benar-benar merubakan nasib mereka. Kampanye itu menjelaskan bahwa lebih baik jika anak-anak ini diberi “kesempatan” dari uang yang hanya, dalam jangka masa panjang, memperburuk situasi mereka. “Kesempatan” yang diadakan oleh kampanye itu adalah seperti berikut:
*dipetik dari http://www.stopberiuang.or.id/campaign.php
  • Pendampingan. Karena perlakuan keluarga maupun lingkungan menyebabkan anak jalanan terkadang merasa bahwa mereka adalah anak yang tersingkirkan dan tidak dikasihi, olehnya kita dapat memulihkan percaya diri mereka. “Uang” kita dapat dialihkan dengan waktu yang kita berikan untuk mendampingi mereka. Dengan sikap “Penerimaan kita” tersebut dapat mengatasi “luka masa lalu” mereka.
  • Bantuan Pendidikan. Kita dapat membantu mereka dalam pendampingan bimbingan belajar, memberikan kesempatan mereka untuk sekolah lagi dengan Beasiswa, Bimbingan Uper (Ujian Persamaan) untuk anak yang telah melewati batas usia sekolah. “Uang” kita dapat gantian dengan “Beasiswa” (memang pemerintah telah membebaskan uang SPP untuk sekolah negeri, Namun hal tersebut digantikan dengan pungutan lainnya bahkan lebih mahal dari pada uang SPP yang telah dihapuskan dengan mengatas namakan “uang buku”, “uang kegiatan” dan lain-lainnya.
  • Bantuan Kesehatan. Dengan latar belakang pendidikan yang rendah serta lingkungan yang tidak sehat mengakibatkan mereka terhadap penyakit. Pada kondisi sekarang mereka bukanlah tidak memiliki uang untuk berobat namun kesadaran akan mahalnya kesehatan sangat rendah dalam lingkungan mereka. Uang kita dapat kita rubah menjadi penyuluhan kesehatan, pemeriksaan kesehatan, subsidi obat-obatan serta subsidi perawatan kesehatan.
  • Penyediaan Lapangan Pekerjaan. Sebagai contoh yang baik, Carrefour melakukan terobosan yang sangat bagus dengan menerima 4 anak jalanan yang cukup umur untuk bekerja di perusahaannya. Langkah ini merupakan salah satu obat mujarab terhadap penyakit masyarakat yang menjangkit bahkan telah mulai membusuk dalam bangsa ini. Bayangkan jika terdapat “Carrefour” yang lainnya dapat membuka kesempatan tersebut, mungkin jalanan akan sepi dengan anak anak jalanan karena orang tua mereka telah mulai bekerja. Profile keluarga dikembalikan seperti semula, orang tua menjadi penopang keluarga
  • Bantuan Pangan. Dengan tingginya harga sembako membuat rakyat jelata tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bahkan “Uang” dapat kita uban menjadi bantuan pangan dengan mengadakan Bazaar sembako murah, kembali kita tidak boleh memberikan kepada mereka secara gratis.

Penulis: Chee Kha King Andrew, Tanubrata Karina Hemindra

Tidak ada komentar:

Posting Komentar