Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Senin, 14 Oktober 2013

Pelatihan Pemanfaatan Resin untuk Pembuatan Souvenir dalam Meningkatkan Perspective Taking pada Remaja Punk

ABSTRAK



PELATIHAN PEMANFAATAN RESIN UNTUK PEMBUATAN SOUVENIR DALAM MENINGKATKAN PERSPECTIVE TAKING PADA KOMUNITAS REMAJA PUNK SURABAYA

KEGIATAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT



Punk adalah sekelompok atau komunitas remaja/pemuda yang biasanya mencirikan diri secara fisik dengan dandanan yang khas dan rambut di cat dengan potongan ke atas mirip rambut orang Indian, ditambah aksesoris anting-anting, rantai bahkan gembok tergantung di pinggang. Mereka biasa berkumpul di beberapa titik keramaian pusat kota dan memiliki gaya dengan ciri khas, seni dan kebebasan. Remaja Punk identik dengan remaja liar, penuh kekerasan dan selalu membuat onar. Tetapi dibalik perilaku agresif tersebut mereka sebenarnya kelompok yang menghargai seni, tertama musik, dan memiliki kreativitas tinggi. Mereka membutuhkan dukungan untuk mengubah egosentrisme remaja mereka dan memiliki perspective taking. Upaya untuk mengajak mereka mempunyai pilihan-pilihan dalam mengambil keputusan salah satunya adalah dengan mengajarkan keterampilan. Pelatihan pemanfaatan resin untuk pembuatan souvenir ini ditujukan agar remaja punk meningkatkan cara yang lebih konstruktif dalam pilihan-pilihan beraktivitasnya dan tidak lagi ke arah negatif. Kegiatan ini direspon sangat positif oleh peserta, mereka merasa puas, materi pelatihan menurut mereka sangat menarik dan mereka mau mengajarkan kepada temana-teman sesama remaja Punk lainnya.


Kata Kunci : Punk, perspective taking, resin, pelatihan pembuatan  souvenir







PENDAHULUAN
Punk adalah sekelompok atau komunitas remaja/pemuda yang biasanya mencirikan diri secara fisik dengan dandanan  khas  dan rambut dicat dengan potongan ke atas mirip rambut orang Indian, ditambah aksesoris anting-anting, rantai bahkan gembok tergantung di pinggang. Mereka biasa berkumpul di beberapa titik keramaian pusat kota dan memiliki gaya dengan ciri khas, “seni dan kebebasan” (Ludy, 2010). Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik. Gerakan anak muda yang diawali oleh anak-anak kelas pekerja ini dengan segera merambah Amerika yang mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh kemerosotan moral oleh para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun kadang-kadang kasar, irama lagu atau beat yang cepat dan menghentak.
Pada konteks perkembangan remaja, Punk adalah sekelompok remaja yang sedang berkembang menuju proses kematangan menuju fase dewasa. Ada satu ciri dari perkembangan khas remaja yang unik yaitu dilihat dari aspek perkembangan kognitif. Yaitu muncul egosentrisme khas masa remaja, ada jenis pemikiran khas mereka, yaitu penonton khayalan ( imagery audience) dan dongeng pribadi (personal fable.) Penonton khayalan adalah ciri berpikir khas remaja yaitu : keyakinan remaja bahwa orang lain memperhatikan dirinya sebagaimana halnya dirinya sendiri.  Ada keinginan untuk tampil di atas pentas, diperhatikan dan terlihat.  Di sisi lain jika ada cacat kecil pada bajunya ia merasa semua orang memperhatikannya. Sedangkan dongeng pribadi adalah bagian dari egosentrisme remaja yang meliputi perasaan unik seorang remaja. Mereka merasa bahwa tidak seorang pun dapat memahami bagaimana perasaaan mereka sebenarnya. Untuk mempertahankan rasa unik dari dirinya,  mereka akan mengarang cerita tentang diri sendiri yang dipenuhi fantasi, jauh dari realitas misalnya di buku hariannya (Santrock, 2002).  
            Beberapa ahli perkembangan juga menengarai bahwa kesembronoan  beberapa remaja pada perilaku melanggar norma seperti penggunaan obat-obatan, pemikiran-pemikiran bunuh diri, dan kehamilan tidak diinginkan berasal dari karakteristik keunikan dan kekebalan yang egosentris (Dolcini, Elkind dalam Satrock, 2002). Artinya pemikiran egosentrisme remaja dapat membawa mereka kepada perilaku yang ceroboh tersebut.
            Kekhasan komunitas Punk ada baiknya dilihat sebagai bagian dari tahapan perkembangan remaja yang memang membutuhkan proses pendampingan serius agar mereka sampai kepada kondisi kematangannya. Perlu upaya intervensi untuk mendukung mereka mencapai fase kedewasannya dengan baik. Memberi mereka cap “nakal” ,  membawa mereka ke penjara, membawa mereka ke tempat penampungan ketika mereka sedang kongkow-kongkow tanpa ada intervensi komprehensif tentu tidak akan banyak berhasil mengubah perilaku-perilaku (yang kita anggap) negative mereka.
Sebaya PKBI Daerah Jawa Timur, lembaga swadaya masyarakat (LSM)  yang bergerak di bidang Pusat Informasi dan Pelayanan Remaja sudah memulai untuk mendampingi remaja Punk di Surabaya tersebut. Remaja Punk yang didampingi oleh LSM ini ada beberapa tipe, yaitu tipe yang telah memiliki komunitas tersendiri dan tipe yang tersebar di beberapa wilayah. Komunitas yang tersebar terdiri dari individu-individu dengan atribut Punk yang belum terlalu jelas, dalam arti mereka kebanyakan figur yang mengalami kebingungan identitas, punya permasalahan keluarga, dan sebenarnya tidak terlalu memahami ideologi Punk itu sendiri. Mereka memahami Punk hanya sebatas tampilan fisik dan karena mereka ingin dianggap berbeda dan itu merupakan ciri dari  egosentrisme mereka, egosentrisme remaja.
            Egosentrisme remaja dalam hal ini yang diasumsikan terjadi pula pada komunitas Punk haruslah diarahkan, agar ke depan ia dapat melakukan perubahan dalam perspective taking (pengambilan perspective). Jika seorang remaja melakukan kenakalan, bergaya tampil beda, adalah sebagai bentuk perwujudan egosentriseme dan keterbatasan pengambilan perspective. Dalam kondisi ini remaja harus diberi kesempatan seluas-luasnya agar ia dapat menglaami kemajuan dalam pola pikir dan sudut pandang pengambilan keputusan, untuk itu lingkungan sekitar amat berpengaruh.  (Lapsey dan Murphy dalam Santrock, 2007). Caranya adalah memberi kesempatan pada remaja berinteraksi seluas-luasnya dengan orang lain, meningkatkan keterampilan, sehingga  meningkatkan wawasan mereka.

METODE KEGIATAN
Berdasarkan  analisis masalah di atas maka data diidentifikasi masalah seperti di bawah ini :
1.      Remaja Punk adalah komunitas remaja yang identik dengan dandanan khas, menarik perhatian, tidak umum, perilaku dipersepsi mengarah kepada tindak kekerasan, sehingga seringkali memiliki stereotype “ remaja nakal” dan perlu dientas berbagai permasalahannya.
2.      Di sisi lain banyak tulisan terkait yang mengatakan kekhasan kelompok ini adalah kebutuhan untuk melakukan sesuatu yang tidak umum dilakukan pada remaja lainnya yang sebenarnya bisa diarahkan kepada eksplorasi kreativitas remaja Punk itu sendiri.
3.      Punk sendiri terdiri dari individu remaja yang sedang mengalami berbagai proses perkembangan menuju kematangan individu dewasa. Dalam proses menuju kedewasaan tersebut membutuhkan pendampingan dari lingkungan agar proses tersebut berjalan dengan baik. Sedangkan Punk sendiri adalah Crowds yang memang menjadi kelompok yang diikuti anggotanya yang merasa terabaikan di lingkungan rumah/sosialnya sendiri.
4.      Salah satu aspek yang sedang berkembang adalah pemikiran kognitif. Remaja memiliki egosentrisme pemikiran yaitu personal fable dan  imagery audience, di mana mereka belum bisa melihat pentingnya sudut pandang orang lain (perspective taking).
5.      Perlu upaya untuk mengarahkan mereka untuk bisa melakukan perspective taking diantaranya adalah dengan melakukan intervensi untuk perubahan pemikiran yang nantinya membawa konsekuensi perubahan perilaku.
6.      Perlunya situasi pendukung terbentuknya perubahan-perubahan dalam perspective taking atau pengambilan perspektif (sudut pandang pikiran). Caranya adalah memberi kesempatan pada remaja berinteraksi seluas-luasnya dengan orang lain, meningkatkan keterampilan, sehingga  meningkatkan wawasan mereka.
7.      Pengabdian masyarakat ini yang akan dilakukan adalah peningkatan ketrampilan  pada komunitas remaja Punk. Keterampilan yang diajarkan adalah pembuatan souvenir dari bahan dasar resin sesuai dengan kebutuhan anak Punk yang menyukai kegiatan pembuatan pernak-pernik symbol identitas mereka.

Dari identifikasi masalah tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana cara melatihkan pembuatan souvenir/kerajinan dari Resin kepada komunitas remaja Punk sebagai bentuk pemberian keterampilan dalam upaya meningkatkan kemampuan mereka dalam perspective taking?
2.      Bagaimana cara menyebarkan keterampilan pembuatan souvenir/kerajinan dari Resin kepada anggota komunitas remaja Punk yang lain sehingga semakin banyak anggota kelompok Punk yang memiliki pengetahuan dan keterampilan tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Evaluasi yang dilakukan oleh Tim Pelaksana PKM dibagi dua yaitu: evaluasi karya yang dihasilkan peserta dan evaluasi proses pelatihan secara keseluruhan yang diperoleh dari angket peserta dan pengamatan Tim Pelaksana PKM.  Secara keseluruhan hasil karya peserta pelatihan bagus dan sudah memenuhi standar desain dan pencampuran bahan
Proses pencampuran bahan dan langkah pencetakan dilakukan dengan sempurna oleh semua peserta. Kerapian dalam karya juga menjadi salah satu kategori dalam penilaian karya karena yang bagus pasti ditunjang dengan kerapian.
Hasil angket menunjukkan peserta 100% menyukai pelatihan ini dan merasa puas secara keseluruhan. Materi yang sampaikan instruktur juga menarik begitu dan memberikan pengetahuan baru, penjelasannya mudah dipahami oleh peserta. Bahan dan alat yang disediakan Tim Pelaksana PKM dianggap cukup memadai bagi peserta sehingga peserta berkeinginan menerapkankannya di rumah dan bersedia mengikuti pelatihan seperti ini dikemudian hari.  Sebanyak 14,3 % atau 2 orang peserta yang menggangap pelatihan ini sulit dan. Secara lengkap hasil angket peserta dapat dilihat pada lampiran.
         Melalui pengamatan yang dilakukan oleh Tim Pelaksana PKM selama berlangsungnya kegiatan, pelatihan ini dilaksanakan dengan baik. Secara garis besar pelaksanaan pelatihan cetak fiber ini berlangsung lancar. Peserta antusias dalam mengikuti tahapan-tahapan materi yang disampaikan instrukur. Instruktur menjabarkan materi secar gamblang sesuai dengan bahasa dan gaya peserta yang merupakan kalangan menengah kebawah. Penjelasan-penjelasan intruktur dapat dipahami dan diikuti oleh peserta. Instruktur juga turut membantu peserta bila mengalami kesulitan selama kegiatan berlangsung. Tidak segan-segan instruktur bercampur dengan peserta. Kelancaran kegiatan ini juga ditunjang oleh ketersediaan sarana dan prasarana. Semua kebutuhan peserta dan instruktur dapat diakomodasi oleh Tim Pelaksana PKM.
Menurut pihak pendamping, komunitas remaja Punk adalah kelompok yang memiliki potensi peningkatan kapasitas yang besar, banyak diantara mereka yang kreatif, kritis dan berjiwa seni. Selama ini mereka punya kegiatan rutin berupa pentas band  dengan mengundang teman-teman punk dari kota lain, untuk itu mereka butuh untuk member kenang-kenangan kepada teman-teman dari kota lainnya.
Sebaya sebagai LSM pendamping berharap peningkatan keterampilan berupa pelatihan pembuatan souvenir dari bahan dasar resin akan banyak membawa manfaat bagi mereka.
Dari hasil diskusi juga disepakati egosentrisme khas masa remaja yang  juga terjadi di komunitas remaja Punk diatasi dengan program yang komprehensif,  tidak dengan memberikan stigma “nakal, perusuh, pembuat onar” yang akan membuat mereka merasa terhakimi, marah dan menunjukkan perilaku yang kontra produktif.
Pemberian keterampilan dari pihak Pelaksana PKM menjadi bagian program peningkatan kapasitas kelompok remaja Punk agar mereka menjadi remaja mandiri, bertanggung jawab, siap menyongsong masa depan yang lebih jelas.

SIMPULAN DAN SARAN  
1.         Melatihkan pembuatan souvenir dari bahan dasar resin ini kepada komunitas Punk adalah dengan cara mengajak praktek langsung, melibatkan mereka tanpa terlalu banyak demonstrasi dan ceramah. Dengan cara praktek mereka mengalami sendiri proses pembuatan souvenir, yang dirasakan sulit pada awalnya dan akhirnya mereka merasa berhasil melakukannya. Hasil karya mereka secara keseluruhan adalah baik dan layak jual. Pengalaman berhasil mereka diharapkan akan memberikan wawasan baru dan membantu perubahan perspective taking. Mereka akan memiliki sudut pandang baru yang akan membantu adanya pemahaman akan sudut pandang orang lain dalam pengambilan keputusan.
2.         Bagaimana menyebarluaskan pelatihan ini kepada anggota kelompok lain juga sudah disepakati para peserta melalui brain storming tentang manfaat setelah mendapatkan pelatihan ini. Karena mereka merasa bisa melakukan keterampilan pembuatan souvenir maka mereka akan berharap bisa mengajarkannya kepada teman-teman lain yang terjangkau oleh mereka. 

Peserta juga terlihat dapat meningkatkan perspective takingnya bisa dilihat dari antusiasme mereka selama menjalani pelatihan, padahal di awal kegiatan remaja Punk ini tidak konsentrasi, belum mandi dan masih sangat mengantuk.

     Saran yang dapat disampaikan oleh Tim Pelaksana PKM sebagai berikut :
1.      Melanjutkan program pelatihan ini kepada kelompok Punk lainnya mengingat antusiasme peserta untuk mau mengajarkan keterampilan ini kepada teman-temannya.
2.      Adanya keterbelanjutan dari kegiatan ini baik adanya pelatihan tingkat lanjut yang berupa pelatihan dengan tingkat kesulitan karya lebih tinggi maupun peningkatan mutu karya ataupun bentuk variasi karya lainnya.
3.      Adanya pelatihan kewirausahaan  bagi peserta sebagai bekal ketrampilan hidup agar tidak perlu terjun lagi ke jalan dan mampu membuka lapangan pekerjaan sendiri bagi dirinya maupun rekan-rekannya. Setelah ada tekad untuk beriwirausaha hendaknya pihak terkait (pemerintah) bersedia membantu dengan pinjaman lunak sebagai modal.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim,  Komunitas Punk,  Siapa mereka, diakses tanggal 3 September 2010 pukul pukul 20.00

Arif, Muchlis. (2002). Seni Keramik, Surabaya: Unesa University Press.

Chalmers.J.B&Towsend M.A.R. (1990). Child Development. Vol.61.No.1. Blackwell Publishing.

Depsos. (2000). Pedoman Penyelenggaraan Pembinaan Anak Jalanan, Surabaya 

Dinsos Surabaya. (2003). Pemetaan Masalah Sosial di Surabaya dan Alternatif Pemecahannya. Surabaya: Kerjasama LP Unair dengan Dinsos Surabaya.

Farid, Muhammad. (1999). Anak yang Membutuhkan Perlidungan Khusus di Indonesia: Analisis Situasi. Jakarta: Unicef dan PKPM Unika Atmajaya.

Hariyanto. (1996). Kerajianan dari Resin, Surabaya: Trubus Agrisarana.  

Irwanto, dkk. (1995). Pekerja Anak Tiga Kota Besar: Jakarta, Surabaya, Medan. Jakarta: Unicef dan PKPM Unika Atmajaya

Depdiknas. (2005) Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka

Hurlock, E.B. (1993). Psikologi Perkembangan : Suatu pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Penerjemah : Istiwidayanti), Penerbit Erlangga, Jakarta

Kimmel, D.C. and Weiner, I.B. (1995). Adolescence:A Developmental Transition.    : SecSecond Edition. New York : John Willey & Sons, Inc
Keysar,B & Wu S, The Effect of Culture on Perspective Taking. Research Article                                                           Psy Psychology Science. Science. Vol 18. No.7. Chicago Association for   PsycPsychology.
Ludy, (2008) Pengaruh Komunitas Punk Terhadap Perilaku Remaja http://bestfriendforever.blogdetik.com/2008/11/08pengaruh -komunitas-punk-terhadap diakses tanggal 1 Mei 2009. Pukul 17.00.

Sanggarang, D.L. (2007). Membuat Kerajinan Berbahan Resin, Jakarta: Kawan Pustaka.
Santrock, J.W. (2002). Perkembangan sepanjang hayat  jilid 2. Terjemahan. B. Widyasinta Jakarta: Penerbit Erlangga
Santrock, J.W. (2007).  Remaja. Terjemahan B. Widyasinta Jakarta: Penerbit Erlangga
Sarwono, S,W (2000). Remaja. Jakarta: Rajawali Grasindo.
Surbakti, dkk, 1997,  Prosiding Lokakarya Persiapan Survei Anak Rawan. Jakarta: Kerjasama BPS dengan Unicef.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar