Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Jumat, 18 Oktober 2013

Kemiskinan dalam Televisi

Minta tolong, rumah hadiah, bedah rumah, dll. Acara televisi yang mengangkat “realitas” orang miskin. Kemiskinan, ketidakmampuan dijadikan objek televisi yang mengaharu biru dengan bungkus kepedulian sosial.

Dalam acara minta tolong, yang katanya ingin menumbuhkan rasa kepedulian terhadap sesama, atau lebih spesifiknya ingin mengetes kepedulian seseorang yang ada di jalanan. Kemudian jika ada yang menolong maka ia mendapatkan sejumlah hadiah atas kerelaan dalam membantu. Kebanyakan yang diminta pertolongan adalah orang yang secara ekonomis juga orang tidak mampu. Kebanyakan dari mereka menolak untuk menolong. Bagi saya sendiri yakin bahwa banyak diantara mereka punya niat menolong tapi keterbatasan ekonomi menjadikan mereka menolaknya. Ini bisa menjadi sesuatu yang bahaya atau membentuk stereotype bahwa orang-orang tersebut adalah orang-orang yang tidak mempunyai rasa kepedulian.

Namun perlu diingat, bahwa kemiskinan tersebut memiliki makna-makna yang keluar dari apa yang diharapkan ketika ia menjadi acara televisi (objek tontonan), misal ingin menumbuhkan rasa kepedulian, empati, simpati, tapi dalam konteks yang  lain ia hanyalah menjadi objek tontonan hiburan.


Pertanyaannya, walaupun media memiliki niat mulia untuk membantu, mestikah ia dijadikan objek tontonan ? Dimana penonton merasa terhibur, larut haru biru dalam kepedulian, tertawa ketika melihat si objek melakukan hal yang dianggap kampungan (contoh ini bisa dicermati dalam banyak episode bedah rumah, ketika si objek diajak menginap di hotel dan makan-makan di restoran, si objek disorot raut mukanya ketika menghadapi sesuatu yang baru atau ketika si objek yang kikuk menggunakan sendok dan garpu). Saya sendiri tidak kuat melihatnya, bukan tidak kuat melihatnya dan kemudian tertawa tetapi ada perasaan iba, tidak tega melihat si objek jadi bahan tontonan dan bahan tertawaan. Tegakah kita merasa terhibur diatas penderitaan dan kekikukan si objek ? Untuk media jika punya niat tulus ingin menolong, peduli, dan membantu. Tolonglah mereka secara langsung tanpa perlu si objek dijadikan objek tontonan. Meskipun bagi media hal ini bukan sebagai bentuk riya', namun lagi-lagi kemiskinan hanyalah sebuah tontonan hiburan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar