Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Senin, 07 April 2014

Pemilu Legislatif, Stres, dan Gangguan Mental

Kampanye pemilu telah dimulai. Sebentar lagi masyarakat akan memilih wakil-wakilnya anggauta legislatif. Baik DPR tingkat pusat, DPR tingkat propinsi, DPR tingkat kabupaten/kota, maupun DPD sesuai daerah pilihan masing-masing. Siapapun tahu bahwa mencalonkan diri menjadi anggauta legislatif, baik atas kehendak sendiri maupun berdasar penunjukan atau pilihan partai, membutuhkan biaya yang cukup besar. Meski mereka ini waktu kami tes kesehatan mentalnya, saya tanya tidak ada yang mengaku menyediakan dana yang cukup banyak, tapi masyarakat umum tahu bahwa maju pencalonan menjadi anggauta DPR membutuhkan biaya yang cukup besar.
Biaya ini dibutuhkan untuk sosialisasi, pengumpulan massa, memberikan sesuatu untuk kampung-kampung, pembuatan baliho, poster, kartu nama, kalender berfoto calon, dan lain-lain yang semuanya tentu saja harus ditanggung calon sendiri. Belum lagi partai-partai juga membutuhkan dana besar untuk kampanye bagi jago-jagonya dan ini juga diperoleh dari para calonnya.
Pencalonan diri menjadi anggauta legislatif, seperti juga menjadi Kepala Desa dan Bupati, dengan sendirinya menjadi semacam pertaruhan bisnis, atau pertaruhan apapun. Resiko kalah cukup besar.
Bila sesuatu yang dipersiapkan cukup lama, dengan penuh semangat dan harapan, melibatkan banyak orang pendukung, dengan upaya pencarian dana kemanapun, dan akhirnya  gagal, kemungkinan terjadinya kegoncangan psikis adalah wajar. Kekecewaan, hilangnya harapan, rasa malu dan harga diri, menyebabkan kegoncangan itu. Umum mengatakan hal ini stres.
1396900331104658065
Lukisan hitam putih karya sahabatku pelukis Hendro Suseno (alm), dok.pribadi.
Psikiatri menyatakan stres adalah reaksi tubuh dan jiwa yang tidak spesifik terhadap suatu tuntutan, ancaman, atau tekanan dari luar maupun dari dalam diri. Namun bila individu, berdasar pengalaman hidupnya, mempunyai ketahanan mental dan kematangan kepribadian yang kuat, stres ini akan cepat berlalu. Akan diatasi dengan baik. Terutama bagi individu yang sebelum mencalonkan diri sudah mempunyai pekerjaan tetap yang mantap. Rutinitas dan kesibukan kerja akan memudahkan menghilangkan stres ini.
Bila individu mempunyai ketahanan mental yang kurang, stres akan berkembang berkepanjangan menjadi beberapa macam gangguan mental dan perilaku. Saya dan senior saya dr Wildan SpKJ yang berpengalaman untuk masalah ini, telah mendiskusikan berbagai gangguan mental yang mungkin terjadi karena stres yang berkepanjangan ini.
Reaksi Stres Akut (F43.0). Harus ada kaitan waktu jelas antara tibanya stressor luar biasa dengan timbulnya gejala fisik dan mental. Biasanya setelah beberapa menit kejadiann. Gejalanya campuran, kekecewaan, kemarahan, depresi, kecemasan, dan penarikan diri. Ditambah gejala fisik mendadak seperti pusing, mual-mual, lemas, nyeri dada, dll. Pada kasus-kasus yang bisa mengalihkan diri dari stressor, gejala campuran ini akan mengholang dengan cepat. Bila tidak bisa mengalihkan diri, gejala campuran akan bertahan selama 24-48 jam, dan akan menghilang dalam 3 hari.
Gangguan Penyesuaian (F43.2). Gangguan jiwa sementara dengan gejala bervariasi, mencakup afek depresif, kecemasan, campuran keduanya, ganggan tingkah laku, sulit tidur, disertai disabilitas kegiatan sehari-hari. Muncul 1 bulan setelah kejadian yang “stressful”, gejalanya biasanya tak bertahan setelah 6 bulan.
Gangguan Somatoform (F45). Gangguan jiwa berupa keluhan dan gejala fisik yang aneka ragam, berulang-ulang, penderita menyangkal bila dikaitkan dengan stres, minta pemeriksaan medis berkali-kali meski hasilnya tak ada kelainan. Gejala fisik tak bisa dijelaskan patofisiologinya.
Faktor Psikologis dan Perilaku yang berhubungan dengan Gangguan Fisik , F54 (Gangguan Psikosomatik). Keluhan dan gangguan fisik yang dilatarbelakangi oleh masalah psikologis (peristiwa “stressful”) dan ada kaitan waktu timbulnya gejala fisik itu dengan tekanan psikologis. Misal asma bronkiale, tukak lambung, nyeri otot, hipertensi, dermatitis/gatal-gatal, dll.Peristiwa “stressful” misalnya kegagalan jadi pejabat legislatif atau eksekutif, menjadi tersangka di pengadilan, kebangkrutan ekonomi, dll.
Gangguan Campuran Anxietas dan Depresi (F41.2). Gejalanya berupa campuran antara perasaan cemas dan depresi (sedih,kecewa), biasanya disebabkan tekanan psikologis seperti kegagalan, kebangkrutan, perceraian, dll.
Gangguan Depresif Berulang Episode Ringan, Sedang, dan Berat (F33).Gejalanya berupa kesedihan, kekecewaan, putus asa, karena kehilangan sesuatu yang dicintai. Misalnya harta benda, jabatan, orang yang dicintai, dll.
Dan masih ada beberapa gangguan mental “minor” atau nonpsikotik (bukan gangguan jiwa berat) lainnya yang mungkin terjadi dalam kegagalan pemilihan menjadi pejabat legislatif ataupun eksekutif. Biasanya para penderita akan mendatangi poliklinik penyakit dalam atau syaraf di RSUD Negri maupun swasta, dan bila dokter penyakit dalam atau neurologi tidak mendapatkan kelainan fisik/Lab akan mengirimkannya ke poliklinik kesehatan jiwa. Atau mereka langsung mendatangi praktek pribadi para psikiater yang agak tersembunyi.
Gangguan jiwa berat (psikotik) yang mungkin terjadi akibat kegagalan pemilihan ini adalah Depresi Berat dengan Ciri Psikotik (F32.3) dan Gangguan Psikotik Akut dan Sementara (Psikosis Polimorfik Akut), F23.0. Disini terjadi kekacauan perilaku, bicara kacau atau tak mau bicara dan menyendiri, waham dan halusinasi aneh, menolak makan dan mandi, sehingga membutuhkan pemondokan di RSJ. Namun perkiraan saya, para caleg yang gagal tidak akan sampai pada taraf ini, karena bukankah mereka sudah melewati tes sehat mental dengan instrumen MMPI oleh para psikiater dan seperangkat tes oleh psikolog yang berat dan dinyatakan “sehat mental dan mempunyai kapasitas mental yang cukup untuk menjadi anggauta legislatif”? Itu berarti mereka akan cukup tahan terhadap segala goncangan mental akibat kegagalan.
Diwaktu lampau satu hal yang bisa muncul adalah “malingering”, yaitu berpura-pura sakit jiwa untuk menghindari pertanggungjawaban, misalnya ditagih hutang, menghadiri sidang pengadilan, tersangka korupsi, dll. Disini individu sehat sengaja melakukan tingkah laku mirip “orang sakit jiwa” yang dipahaminya. Dengan pemeriksaan visum selama 2 minggu mondok di RSJ, perilaku “malingering” akan segera terungkap.
Manusia tak bisa lepas dari suatu kegagalan dalam hidup. Tak ada seorangpun yang tak pernah mengalami kegagalan dalam hidupnya. Kegagalan itu biasanya mengakibatkan stres. Justru inilah yang melatih ketahanan mental individu. Ada banyak cara untuk mengatasi stres ini. Menyibukkan diri dalam pekerjaan dan kegiatan sosial. Berolah raga dan relaksasi tiap hari. Memasrahkan diri dengan ajaran agama tabah dan tawakal, bahwa semuanya itu adalah takdir atau cobaan dari Allah. Atau menghayati falsafah hidup Jawa “Rila”, “Sabar” dan “Narima” dengan sungguh-sungguh. Bila individu bisa “survive” dari stres berat ini, niscaya akan semakin kuat ketahanan mentalnya dan semakin baik kematangan kepribadiannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar