Media Informasi Pemuda Peduli Dhuafa Gresik (PPDG) || Website: www.pemudapedulidhuafa.org || Facebook: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Twitter: @PPD_Gresik || Instagram: Pemuda Peduli Dhuafa Gresik || Email: ppd.gresik@gmail.com || Contact Person: 0838-3199-1684 || Nomor Rekening: 0335202554 BNI a.n. Ihtami Putri Haritani || Konfirmasi Donasi di nomor telepon: 0857-3068-6830 || #SemangatBerkarya #PPDGresik

Rabu, 02 April 2014

Mengapa Film Horor Berkembang Pesat?

Dalam sejarah perfilman, AS, Inggris, dan kemudian Italia memberikan pengaruh besar dalam tumbuh kembang pasar film horor. Sementara produk non Barat mendominasi untuk pasaran video. Namun belakangan setiap produk film domestik senantiasa menyisipkan—kalau tidak dikatakan didominasi—oleh film horor. Bahkan menurut Eric Lyman (2006), genre film horor dewasa ini telah menjadi gejala global.
Dewasa ini Jepang, Korea, Jerman, Afrika Selatan, dan Selandia Baru bahkan berhasil memproduksi film horor yang mengalami sukses secara komersial.
Festival Film Cannes, yang digelar rutin setiap tahun misalnya, pada tahun 2006 memperlihatkan tingkat produksi yang tajam atas film horor dari Irlandia, Swedia, Italia, Spanyol, Prancis, dan Rusia. Bahkan, festival di tahun 2007 dapat dikatakan sebagai “tahun film horor Asia” mengingat derasnya produksi film ini dari Thailand, Korea Selatan, dan Jepang.
Para komentator pada tahun 2003 sempat berpandangan bahwa telah lenyap era dominasi produk Hollywood soal film horor yang bermutu. Dalam deretan 10 film horor terbaik di masa itu, separuhnya didominasi oleh produksi dari Inggris, Australia, Chile, dan Hongkong. Sejumlah judul telah mendominasi kategori box office secara domestic dan internasional.
Sejumlah film terbukti memberikan keuntungan yang baik ditinjau dari pendapatan pemutarannya. Misalnya film 28 Day Later (Inggris, 2002), The Descent (2006, Inggris), Boogeyman (2005, Jerman/Selandia Baru), The Host (2007, Korea), The Ringu (1998, Jepang), The Grudge (2004, Jepang), dan Wolf Creek (Australia, 2005).
Sejumlah negara dikenal secara global menduduki peringkat pertama dalammemproduksi film horor. Untuk Asia, Jepang menduduki peringkat tertinggi, sementara di Eropa, Jerman mendominasi. Di tahun-tahun terakhir, pelan-pelan pangsa pasar terbesar film horor bertengger di Rusia, Amerika Latin, Singapura, dan India. Bayangkan saja, dengan jumlah penduduk 1 miliar (India), 548 juta (Amerika Latin), dan 141 juta (Rusia), tentu pertumbuhan pasar di negara-negara itu cukup penting untuk kepentingan representasi. Bahkan di negara-negara itu, pasar bagi produk domestic dan internasional sama-sama memperoleh tempat yang signifikan.
Dulu, kata Schneider dan William (2005), film-film dengan tema horor—termasuk yang berasal dari tradisi—terpinggirkan dalam kancah perfilman nasional. Akan tetapi hampir 10 tahun terakhir, situasi berubah begitu cepat, di mana film horor tampil dalam blantika pasar yang memukau. Hal itu disebabkan oleh globalisasi ekonomi, batas antarnegara yang semakin longgar, dan transformasi cultural lintas batas yang mewarnai perfilman.
Faktor lain adalah melejitnya penetrasi internet sebagai wahana komunikasi, analis Barat yang makin memperhatikan produk film horor nonBarat, dan semakin digemarinya produk yang relatif murah, ikut mendorong perkembangan itu.
Jangan lupa, faktor lain yang ikut memoncerkan genre film horor adalah merosotnya jumlah produksi film horor Hollywood. Situasi itu sudah terasa sejak era 1980-an dan terus bertambah signifikan dalam decade 1991-2006. Lihat saja dalam tahun-tahun belakangan kalaupun ada film horor Hollywood maka kebanyakan adalah produksi ulang dari judul yang pernah diluncurkan tahun-tahun lampau. Misalnya, The Hill Have Eyes (1977 dan 2006), Hollowen (1978 dan 2007), dan The Omen (1976 dan 2006).
Semua itu dilakukan mengingat belum ditemukannya ide-ide baru untuk menggarap film horor di Hollywood. Jadi, yang dilakukan adalah reproduksi film dari decade 1970-an, 1980-an, dan 1990-an. Faktor anggaran tentu saja dipertimbangkan, tetapi yang pasti para pekerja seni di Negeri Paman Sam mulai melihat geliat keuntungan dari film horor yang telah berkembang global.
Bagaimanapun, biaya produksi film Hollywood paling kurang US$ 100 juta, di luar bayaran untuk artis, sutradara, dan produser. Untuk film yang memerlukan efek khusus dan kompleks, biaya dapat membengkak berjuta-juta dolar lagi.
Sejak Dawn of the Dead (1978) berhasil diproduksi dengan efisien, maka pertimbangan biaya untuk menekan ongkos produksi film menjadi semakin mengemuka di Hollywood. Film horor tak memerlukan efek yang rumit. Lagipula, karakter yang perlu ditampilkan tak pula serumit film dalam genre drama dan komedi. Cukup menampilkan karakter “makhluk yang menakutkan” dan karakter “hidup” lainnya. Bahkan ada yang mengatakan, bintang utama film horor adalah “makhluk yang menakutkan” dan sang sutradara itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar