1 Desember, mungkin bagi
masyarakat umum tanggal itu tidak ada maknanya. Kecuali bagi mereka yang
berulang tahun pada tanggal tersebut. Dan sebagian orangpun ketika ditanya ada
apa di setiap tanggal 1 Desember pun akan kembali bertanya, memang ada apa
sih ? Hal tersebut sah-sah saja atau wajar saja, karena selama ini juga yang
tahu hanya sebagian kalangan dan kelompok-kelompok tertentu saja ? Kenapa bisa
demikian ? Karena proses KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) terkait dengan
peristiwa di tanggal 1 Desember pun belum tuntas, lalu bagaimana dengan KIE
lain terkait dengan HIV-AIDS ?.
Hal ini merupakan sekelumit PR yang belum
selesai disaat kita mewacanakan tentang HIV-AIDS itu apa, mengapa, siapa dan
bagaimana ? Sejak diperingati pertama kali di Tahun 1988 yang digagas pada pertemuan
Menteri Kesehatan Sedunia mengenai program-Program untuk pencegahan AIDS.
Tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran terhadap wabah AIDS di seluruh dunia yang
disebabkan oleh penyebaran virus HIV dan peringatan hari AIDS sedunia ini
selalu diselenggarakan setiap tahunnya untuk membangun kesadaran masyarakat
bahwa upaya meminimalisir penyebaran virus HIV belum selesai dengan upaya
memberikan informasi dan pendidikan tentang HIV-AIDS kepada seluruh masyarakat
dunia. Namun oleh UNAIDS salah satu program PBB untuk HIV-AIDS mulai tahun 1996
menggalakan kampanye AIDS tidak hanya pada kegiatan 1 hari saja tetapi menjadi
kegiatan KIE sepanjang tahun.
Nah bagaimana dengan remaja ? Apa hubungan
remaja dengan AIDS ? Itu adalah pertanyaan lanjutan. Ada banyak hal yang harus
diluruskan terkait dengan mitos yang ada dan dipercaya oleh masyarakat dunia
selama ini, bahwa AIDS, hanya akan menular untuk kelompok-kelompok tertentu
saja, seperti PSK dan waria. Tetapi dengan faham bagaimana proses penularannya,
maka pemahaman itupun harusnya bergeser bahwa semua orang tanpa terkecuali bisa
terpapar virus HIV karena media penularannya juga sangat beragam. Tidak hanya
karena hubungan seksual tanpa menggunakan pengaman (kondom) dengan orang yang
terpapar virus HIV, tetapi juga penggunaan jarum suntik secara bergantian yang
menyimpan darah yang mengandung HIV, serta pemakai IDU secara bergantian
(Injection Drugs User) dan transfusi darah yang mengandung HIV karena tidak
melewati proses screaning terlebih dahulu. Jadi siapapun mereka, mau PSK,
Perempuan baik-baik, ulama, anak-anak tanpa dosa dan remaja berprestasipun bisa
terpapar virus HIV. Kembali lagi pertanyaannya ? Apa hubungannya dengan remaja ?
Lagi-lagi kita membicarakan fakta, berdasarkan Statistik Kasus HIV-AIDS di
Indonesia sampai demgan 2013. Jumlah kasus AIDS jika dikategorikan berdasarkan jenis kelamin lebih banyak
pada laki-laki yaitu 16.093 sedangkan perempuan 5.578 yang sebahagian besarnya
terpapar dari IDUs. Sedangkan menurut golongan umur adalah diantara rentang
umur 15 – 59 tahun. Jika dikategorikan remaja dengan rentang usia 10 – 24
tahun, maka jumlah terbesar di rentang usia tersebut yaitu : 11254 kasus dimana
diantaranya 5.784 terpapar karena IDU dan jumlah di jenjang usia tersebut
hampir 50% dari keseluruhan jumlah orang dengan AIDS. Fakta
bahwa remaja banyak mengkonsumsi napza juga tidak dapat dipungkiri terjadi. Selain menggunakan alat suntik secara bersama-sama, napza juga salah
satu pendorong remaja untuk melakukan seks bebas. Belum lagi masalah
ketimpangan ekonomi (kemiskinan) yang tidak sebanding dengan gaya konsumerisme
yang meracuni remaja juga membuat remaja menempuh hal negatif yang berkaitan
dengan seks. Remaja memang selalu jadi sasaran empuk untuk menjadi konsumen
apapun karena proses keingintahuan dan perilaku agar diterima lingkungan karena
proses perubahan psikis dan fisiknya sebagai akibat tumbuh kembangnya. Dan saat
ini mereka menjadi sasaran empuk menjadi konsumen napza dan budaya seks bebas
yang mampu merubah perilaku sehat menjadi perilaku beresiko dan penularan IMS
(Infeksi Menular Seksual) salah satunya HIV dan AIDS.
Dalam kondisi remaja yang seperti ini, apa
yang harus kita lakukan ? Apakah karena dari 48 kasus HIV yang tidak terdeteksi
berapa remajanya, terus kita mengambil kesimpulan remaja masih relatif
aman terpapar HIV sehingga kita tidak mengambil langkah-langkah pencegahan dan
penanggulangan ? Ataukah kita harus menunggu munculnya angka-angka remaja dengan HIV baru kita melakukan upaya-upaya pencegahan ? Semua berpulang kepada masing-masing
kita, Apa yang kita lakukan untuk 1.353.600 remaja ? Sebenarnya banyak
hal yang bisa kita lakukan, jika kita kembali ke pembahasan di atas, kuncinya
adalah KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi), bagaimana kita
mengkomunikasikan tentang HIV dan Aids secara baik dan dapat diterima oleh
semua golongan termasuk remaja. Bagaimana informasi HIV-AIDS yang diberikan
juga bisa membuat perubahan perilaku remaja menjadi lebih bertanggung jawab dan
sehat. Bagaimana pendidikan tentang HIV-AIDS juga dapat membangun kesadaran
remaja untuk juga dapat menyampaikan informasi kepada teman sebayanya. Nah hal
ini tidak dapat berjalan dengan baik jika tidak ada kerjasama dari seluruh
pihak (pemerintah termasuk SKPA, Ormas, Ulama, NGO, guru, Sekolah, relawan dan
lain-lain). Karena bicara HIV kita tidak hanya bicara satu aspek, tetapi musti
aspek. Ada kesehatan, ada sosial, ada budaya, ada kemiskinan, ada trend,
globalisasi dan agama tentunya. Kerjasama di sini bukan hanya sekedar membangun
komitment untuk bersama-sama memperingati renungan Aids Nusantara atau Hari
Aids Sedunia, tetapi bagaimana membuat media KIE yang baik dapat diterima semua
pihak khususnya remaja, bagaimana Puskesmas dan layanan kesehatan lainnya dapat
memberikan layanan yang bersahabat tanpa diskriminasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar